Thursday 9 April 2015

PENGARUH INFORMASI SELAMA PROSES PENAWARAN TERHADAP INITIAL RETURN PERUSAHAAN YANG LISTING DI BURSA EFEK JAKARTA DARI TAHUN 1990 – 2000



DWI MARTANI
Universitas Indonesia Jakarta
Abstract
The initial return phenomenon in Initial Public Offering (IPOS) has been analyzed by several empirical studies referring to the major international stock market. This paper present an empirical study conduced on 250 IPOs on ,Bursa Efek Jakarta between 1990 - 2000.
Information during offering can explain variability of initial return. Consistence with theoretical frameworks and previous study, such as positive correlation initial return and: time between registration effective and listing date; market return index during offering; maturity of market; ratio of offering to book value. The study find a negative correlation between risk free return (SBI), and market price earning ratio.The study develop the alternative model that use other variables such as proportion of share own by the old share holder; volume, net profit to total asset and sales to total asset. But the variable not significant. The study provide evidence that information during offering more relevance information to explain the initial return than other.
Key word: Initial Public Offering, Initial Return 1.    LATAR BELAKANG
IPO merupakan suatu bidang penelitian yang tidak habis digali oieh para peneliti. Anomali yang banyak menjadi obyek penelitian adalah adanya penurunan harga saham setelah saham IPO diperdagangkan dj pasar modal. Fenomena ini sering disebut "underpricing" atau positif initial return. Disebut underpricing karena peneliti menganggap bahwa harga penawaran yang ditetapkan terlalu rendah, sebab harga yang terjadi di pasar sekunder mencerminkan harga dalam kondisi keseimbangan (full information). Peneliti yang menyebut terjadi positif initial return, beranggapan bahwa harga yang ditetapkan telah benar (full information price),kenaikan harga di pasor sekunder menunjukkan adanya positive return dan harga keseimbangan. (Ritter 1984, Friedlan 1993, Ibottson et al. 1994, Loughran dan Ritter 1995, Sembel 1996, Page dan Reyneke 1997, Umi 1999, Basana 1999, A"ggarwal et al. 2000, Ritter 2000, Arosio et al. 2000, Jenice et al. 2000, Lorenzo dan Febrizio 2001, Chen et al. 2000, Ekkerhart et al. 2001).
Anomali yang kedua adalah adanya penurunan harga saham atau kinerja perusahaan yang telah menerbitkan harga saham dalam jangka panjang, hal int sering disebut sebagai longterm under performance. Penurunan ini ditandai denganl menurunnya harga saham perusahaan dari waktu ke waktu dibandingkan dengan kinerja pasar secara keseluruhan maupun kinerja industri. (Ibottson et al. 1994, Ritter 1991, Sembel 1996, Page dan Reyneke 1997, Teoh et al. 1998, Alvarez dan Gonzales 1999, Basana 1999, Aggarwal et al. 2000, Ritier 2000, Jenice et al. 2000, Bessler dan Theis 2002). Penurunan juga ditemukan pada kinerja secara operasional misalnya terkait dengan laba per saham, return on asset, pangsa pasardan lain-Iainnya (Jain Barat & Omesh Kini 1993, McLaughlin et al. 1998, Chen et al. 2000).

Anomali terakhir adalah hot and cold market, yaitu nilai return awal pada saat hot lebih tinggi dibandingkan narga penawaran dan initial return yang lebih tinggi pada kondisi pasar ramai (bullish) dibandingkan pada kondisi pasar sepi (bearish). Ibottson dan Jafe 1975, Arosio 2000).
Tabel 1.: Initial Return di Berbagai Negara

REFERENSI
NEGARA
THN DATA
IR
Ritter (1984)
USA
1960-82
18.8%
Aggarwal & Rivoli (1990)
USA
1977-1987
10,67%
Ibotson (1993)
USA
1960-99
17,4%
Boehmer & Fishe (2001)
USA
1997-1998
19,8%
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Chen dan Mohan (2002)
USA
1990 - 1992
11,2%
Kim & Lee (1993)
Korea
1988 - 90
68,9%
Ursel et al. (1998)
Canada
1987
3,64% - 3,95%
Willenborg (1999)
USA
1993 - 1994
29,7%
Janice C.Y. How (2000)
Australia
1979 - 90
107.18%
Lee et al.
Singapura
1973 - 1992
31,73%
Page & Reyneke
Afrika Selatan
1980 - 1990
32,7%
Keloharju (1993)
Findlandia
1984 - 1990
9.9%
Arosio et al. (2000)
Italia
1985 - 2000
23,94%
Kosli dan Suret (2001)
Canada
1991 - 1998
20,57%
Chen dan Mohan (2002)
USA


2.    TINJAUAN LlTERATUR TERDAHULU
Pengembangan model dan teori IPO tidak hanya berfokus pada satu anomali tetapi implikasi dari model yang dibuat biasanya dapat menjelaskan lebih dari satu anomali di atas.
1. Konflik kepentingan antara emiten dan penjamin emisi.
Baron dan Homstrong (1980) "mengemukakan bahwa konflik kepentingan antara penjamin emisi dan emiten menyebabkan penjamin emisi menetapkan harga di bawah harga yang seharusnya. Diskon tersebut dimaksudkan untuk menjamin agar saham IPO dapat terjual semua sehingga secara tidak iangsung penurunan harga tersebut dapat mengurangi biaya dan mengurangi kegiatan pemasaran dan pendistribusian yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan penjamin emisi. Meskipun demikian Baron dan Homstrong memberikan catatan bahwa dalam kompetisi yang kuat perusahaan penjamin emisi harus meminimalkan diskon tersebut agar pelanggannya tidak pindah ke penjamin emisi lainnya. Jumlah dari penurunan harga ini akan sangat dipengaruhi dengan bentuk kontrak antara penjamin emisi dan emiten serta biaya dari proses IPO yang akan diminta oleh penjamin emisi.
Dalam model Baron (1982), penjamin emisi dianggap memiliki informasi mengenai permintaan potensial dan kondisi pasar, sementara emiten tidak memiliki akses atas informasi tersebut. Kesenjangan informasi tersebut memunculkan moral hazard dari penjamin emisi. Kontrak yang optimal antara penjamin emisi dan emiten memperlihatkan bagaimana penjamin emisi akan menentukan harga yang dapat mengkompensasi penggunaan informasi yang dimilikinya.
Model Baron ini memiliki kelemahan karena penjamin emisi akan berusaha menjaga reputasinya di mata emiten, sehingga tidak akan dengan mudah penjamin emisi menentukan harga penawaran yang merugikan kepentingan emiten. Implikasi dari model, jika yang melakukan IPO adalah penjamin emisi yang juga memiliki informasi mengenai permintaan dan keadaan pasar, mestinya tidak akan mucui underpricing. Pengujian yang dilakukan atas model ternyata tidak terbukti, IPO penjamin emisi tetap mengalami underpricing. (Muscarella dan Vetsuypens 1989).
2. Kesenjangan informasi antar investor
Menurut Rock (1986), kesenjangan informasi (assymetri information) terjadi antar investor yaitu investor yang memiliki informasi (informed investor) dan investor yang tidak memiliki informasi (uninformed investor). Investor yang memiliki informasi hanya akan membeli saham yang akan memberikan return tinggi di masa mendatang, sedangkan investor yang tidak mcmiliki informasi akan membeli saham yang returnnya tinggi maupun yang tidak. Dalam kondisi ini investor yang tidak memiliki informasi akan mengalami kerugian yang lebih besar akibatnya ia akan meninggalkan pasar. Agar semua kelompok berpartisipasi dalam pasar perdana dan memungkinkan memperoleh return yang wajar dan dapat menutup kerugian akibat pembelian saham yang terlalu tinggi (overpriced), maka harga penawaran dibuat underpriced. Model yang dikembangkan pleh Rock ini dikenal dengan model Winner's curse.
3. Ketidakpastian nilai perusahaan
Beatty dan Ritter (1986) menggunakan model Rock (1986) untuk memperlihatkan bahwa terdapat hubungan langsung yang dapat muncul antara underpricing dan tingkat ketidak pastian nilai perusahaan.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Argumentasinya adalah semakin tinggi ketidak pastian mengenai nilai perusahaan di masa mendatang maka semakin tinggi jumlah investor yang akan mencarinformasi sebelum penawaran dilakukan. Semakin tinggi tingkat ketidak pastian maka semakin tinggi resiko yang harus ditanggung oleh investor yang tidak memiliki informasi. Tingginya resiko akan dikompensasi dengan underpricing yang akan diperoleh di pasar sekunder. Variabel yang digunakan untuk mewakili ketidak pastian adalah tingkat penjualan sebelum IPO, jumlah emisi saham dan umur perusahaan. Variabel ini saham seperti yang digunakan oleh Ritter (1984).
Friedlan (1993) menemukan bahwa faktor ketidakpastian menentukan besarnya underprice, semakin kecil ketidakpastian maka akan semakin kecil tingkat underprice. Pengujian atas faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi underpricing, hanya volatilitas indeks saham, ukuran perusahaan dan umur perusahaan yang sifnifikan. secara statistik.
4. Sinyal yang diberikan oleh Emiten
Allen dan Faulhaber (1989) mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki informasi tentang kualitas proyek investasi yang dimiliki, sedangkan investor tidak memiliki informasi tersebut. Perusahaan yang memiliki proyek-proyek investasi yang bagus akan manarik perhatian investor tentang kualitas investasi tersebut dengan menetapkan harga saham yang rendah, keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh perusahaan yang tidak memiliki proyek investasi yang kurang I tidak bagus. Jika harga saham di pasar sekunder naik, maka diharapkan emiten dapat menikmati harga saham yang tinggi pada saat melakukan penawaran saham berikutnya (seasoned equity offering). Model ini merupakan formalisasi dari ide Ibottson (1975) di mana IPO ditetapkan underpriced dengan tujuan mendapatkan harga saham yang lebih baik pada penawaran yang lain. (leave a good taste hypothesis). Implikasi model ini, emiten hanya akan menjual saham yang relatif kecil pada saat IPO dan secara bertahap akan menambahnya pada secondary offering. Model ini konsisten dengan temuan Ibottsan dan Jaffe (1975) dan Ritter (1984) yang melihat konsentrasi IPO pada waktu tertentu dan pada industri tertentu (hot issue market). Tingkat laba dan suatu industri akan membentuk keseimbangan dalam industri tersebut, jika industri tersebut memiliki prospek yang bagus maka perusahaan akan memperlihatkan kualitasnya dengan underpricing.
Cook dan Officer (1996) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan penawaran saham setelah IPO memiliki tingkat underpriced yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan penawaran saham (seasoned equity offering). Tingkat underprice-nya menjadi lebih besar jika penawaran berikutnya dilakukan dalam jarak kurang dan satu tahun dari saat IPO.
Model yang hampir sama dibuat oleh Welch (1989). Terdapat biaya langsung (selain underpricing) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dengan kualitas kurang bagus agar memiliki image seperti halnya perusahaan yang bagus. Underpricing yang dilakukan oleh perusahaan yang berkualitas bagus dapat menambah biaya untuk memberikan sinyal bagus bagi perusahaan yang berkualitas rendah agar dinilai sebagai perusahaan yang bagus.
5. WIPO (Withdrawn IPO)
Roy Sembel (1996) menjelaskan fenomena anomali puis/tit initial return dengan menggunakan withdrawn IPO model. dalam modelnya dijelaskan bahwa harga saham setelah IPO dapat meningkat karena adanya withdrawn IPO (IPO yang ditunda). Withdrawn. IPO terjadi karena penjamin emisi akan berusaha untuk menjaga reputasinya di mata emiten maupun investor sehingga untuk IPO yang excess demand-nya negatif akan ditunda terlebih dahulu, sehingga IPO yang ada adalah IPO dengan excees demand 0 atau positif. Tertundanya beberapa IPO ini akan menyebabkan rata-rata excess demand dan IPO yang tidak tertunda akan positif. Excees demand yang positif ini akan membuat harga terangkat naik ketika saham dijual di pasar sekunder karena adanya asumsi dibatasinya shortselling.
Kelebihan permintaan di pasar IPO akan berdampak kenaikan harga di pasar sekunder, tetapi kenaikan ini tidak lama dan harga saham akan kembali turun. (penurunan kinerja jangka panjang).
6. Dukungan harga oleh Underwriter
Positit initial return, dapat juga dijelaskan karena adanya dukungan yang dilakukan oleh underwriter pada saat saham diperdagangkan di pasar sekunder. Dalam hal ini underwriter melakukan price stabilization atau dukungan sehingga investor mendapat keuntungan ketika menjual saham yang dibeli pada saat penawaran saham (Ruud 1991). Dukungan harga yang dilakukan oleh underwriter adalah untuk menjaga agar harga saham tidak turun jauh dari harga penawaran. Hal ini diperbolehkan di pasar
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Amerika, asalkan hal tersebut diungkapkan dalam prospektus. Underwriter hanya diperbolehkan melakukan price support yang sebelumnya diungkapkan tetapi tidak boleh melakukan stabilisasi harga yang mengarah pada manipulasi harga. (1934 SEC Act) Dukungan harga ini akan ditarik perlahan-Iahan, sehingga jika diamati retum saham akan turun secara perlahan-Iahan ketika dukungan harga dilepas oleh underwriter.
Menurut Prabhala dan Puri (1998), dukungan harga akan dilakukan jika resiko atas harga saham yang ditawarkan rendah. Semakin tinggi kepastian nilai perusahaan IPO, maka semakin sedikit dukungan yang dilakukan oleh underwriter, karena dukungan harga ini memerlukan biaya, namun secara statistik model ini tidak dapat dibuktikan.
Asquith (1999) membuktikan bahwa dalam proses IPO terdapat unsur underpricing dan dukungan harga yang dilakukan oleh underwriter. Pembuktiannya dilakukan dengan melihat distribusi dan initial return. Lebih lanjut Asquit (1999) juga menemukan bahwa dukungan harga dilakukan oleh underwriter sampai 1 bulan. Atas saham-saham IPO, underwriter akan mengkombinasikan antara unsur underrpice dan price stabilization tergantung dari karekteristik emitennya.
Krigman et al. (1999) membuktikan bahwa terdapat flipping pada perdagangan di pasar sekunder. Fliping adalah penjualan saham kembali setelah alokasi saham atau sering disebut sebagai underwriter syndicate yang didominasi oleh underwriter dan financial press. Flipping merupakan suatu bentuk respon dan underwriter yang melakukan misspricing. Sehingga perusahaan yang didukung oleh flipper lebih besar cenderung underperfonnance dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
7. Anomali IPO dan Praktek Akuntansi
Teoh et al.(1998) menunjukkan bahwa penurunan kinerja perusahaan IPO berhubungan positif dengan discretionary accruals pada tahun perusahaan tersebut go publik. Perusahaan dengan discretionary accruals tinggi, cenderung memiliki penurunan kinerja yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang discretionary accruals saat IPOnya rendah. Aharony (1993), membuktikan bahwa perusahaan IPO melakukan manajemen laba dengan cara mengganti metode akuntansi sebelum IPO agar mendapatkan laba yang lebih tinggi.
8. Divergence Opini
Divergence opini berhubungan dengan ketidakpastian investor dan kinerja perusahaan IPO (Houge et al. 2001). Semakin besar tingkat divergence opini akan memunculkan ketidakpastian yang semakin tinggi. Ketidakpastian yang tinggi cenderung menghasilkan penilaian yang lebih tinggi dalam jangka pendek dan penurunan kinerja jangka panjang. Vanabel yang digunakan untuk menggambarkan divergence opinion adalah bid ask spread, waktu pertama kali trading dan flipping ratio (prosentase jumlah penjualan saham dalam jumlah besar I block sales).
9. Riset IPO di Indonesia
Saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta juga mengalami anomali berupa underpricing, penurunan kinerja dalam jangka panjang dan hot cold issue. Jumlah saham yang relatif kecil dan tidak adanya database atas informasi IPO, membuat penelitian tentang IPO tidak memiliki pola pengembangan yang jelas. Penelitian IPO yang telah dilakukan di Indonesia di antaranya seperti terlihat dalam tabel 3.2.
Tabel 2.: Underpricing di Bursa Efek Jakarta

REFERENSI
SUMBER
THN DATA
IR
Nasirwan (2000)
BEJ
1989-96
9,00%
8asana (1999)
BEJ
1992-98
10,12%
Umi Mardivati (1998)
BEJ
1994-96
6,63%
Daljono (2000)
BEJ
1990-97
11,14%
Alia (2000)
BEJ
1993-97
11,32%
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Daljono (2000) melakukan penelitian mengenai hubungan antara initial return dengan beberapa vanabel
terkait yaitu peniamin emisi, size, umur, jumlah saham ditawarkan. Initial return untuk tahun 1990 -1997 sebesar
11,14%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ternyata hanya variabel penjamin emisi yang secara statistik
signifikan.            .
Trisnawati (1998) dengan data tahun 1994 -1995 menemukan hanya variabel umur perusahaan yang signifikan. Nurhidayanti dan Indriantoro (2000) dengan data tahun 1995 -1996 menemukan size, umur, reputasi auditor, reputasi underwriter dan jumlah sahan yang ditahan secara statistik tidak ada yang signifikan. Alia (1999), hanya menemukan variabel underwiiter yang signifikan mempengaruhi underpricing.
Basana (1999) melakukan pengujian atas WIPO model di pasar modal Indonesia untuk penode. Variabel uncertainty yang digunakan adalah book equity, offer price, sales, age, size dan resiko dengan menggunakan standar deviasi dari 20 hari trading. Penelitian menggunakan regressi berganda dengan OLS. Regressi diiakukan berdasarkan kelompok dengan IR < 0 dan IR > 0 . Variabel yang secara statistik significant adalah log overprice dengan hubungan negatif, log age dengan hubungan negative dan log risk dengan hubungan positive. Penelitian terhadap overdemand dilakukan dengan menggunakan ratio volume saham diperdagangkan pada hari pertama dibandingkan dengan outstanding share, volume rata-rata saham diperdagangkan di minggu pertama dan ratio volume perdagangan pada satu bulan pertama. Hasilnya menunjukkan ratio volume perdagangan yang tinggi diperoleh oleh kelompok saham dengan initial return tertinggi. Demikian juga untuk longterm underperformance juga ditemukan semakin besar untuk initial return yang lebih besar.
Gumanti (2000) mengulangi penelitian Friedlan (1994) yaitu dengan membandingkan total accruals sebelum go publik dan setelah go publik. Dengan Wilcoxon test, ternyata terbukti bahwa perusaahaan IPO melakukan earning management pada dua tahun sebelum go publik, sedangkan untuk satu tahun sebelum go publik tidak terbukti secara statistik terjadi earning management.
Syaiful (2000) mengulangi peneitian yang dilakukan oleh Aharony mengenai perubahan metode akuntansi sebelum melakukan IPO dalam rangka melakukan earning management. Hasilnya untuk ternyata secara statistik perusahaan yang listing di BEJ tidak melakukan perubahan metode akuntansi untuk memperbesar laba sesaat sebelum go publik.
Umi (1998) melakukan penelitian dengan data tahun 1994 -1996 dengan melihat apakah terjadi perbedaan antara initial retun pada saat bullish maaupun bearish. Temyata secara statistik initial return pada saat bearish tidak berbeda dengan pada saat bullish. Justru terdapat variabilitas initial return dan average return untuk kapitaliasi pasar yang berbeda.. Penurunan kinerja jangka panjang pada kondisi bullish lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan kinerja pada periode bearish.
Alia (1999) menggunakan data tahun 1993 -1997 menemukan initial return sebesar 11,32% . Dari beberapa vanabel yang digunakan hanya variabel penjamin emisi yang berhubungan secara signifikan dengan initial return. Nasirwan dengan data yang lebih panjang tahun1989 -1996 menemukan variabel yang secara statitik significant mempengaruhi underpricing adalah standar deviasi return 15 hari.
Daljono (2000) melakukan regresi berganda atas initial return dengan vanabel independen KAP, underwriter, umur, prosentase saham yang ditawarkan, jumlah saham, financial leverage dan solvability ratio. Hasilnya hanya variebel underwriter memiliki hubungan positive dan financial leverage memiliki hubungan positive yang significant.
Dapat disimpulkan bahwa secara umum ditemukan adanya underpricing atas IPO di BEJ, namun untuk variabel yang mempengaruhi hanya variabel underwriter, kurs, volume trading, size, umur yang pernah secara statistik significant. Namun hasilnya ternyata tidak konsisten dari satu penelitian ke penelitian berikutnya.
Penelitian dan pengembangan teori mengenai IPO ternyata tidak memiliki pola yang teratur. Masing-masing peneliti menurunkan suatu kerangka pemikiran mengenai anomali IPO dengan implikasi maslng-rnasing. Seringkali terjadi kontradiksi atas implikasi dari kerangka pemikiran tersebut Sebagai contoh, menurut teori sinyal (signalling) reputasi penjamin emisi dapat memberikan sinyal positif mengenai perusahaan IPO sehingga berhubungan positive dengan return awal, namun menurut teori kesenjangan informasi (assymetri information), reputasi penjamin emisi dapat mengurangi kesenjangan informasi, karenanya mengurangi ketidakpastian harga di pasar sekunder sehingga memilki hubungan negatif dengan retum awal.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

3.    METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini didasarkan pada satu kerangka pemikiran dual akuilibrium. Pasar perrdana dan pasar sekunder adalah dua titik ekuilibrium yang berbeda. Keseimbangan harga pada pasar perdana merupakan keseimbangan harga yang terjadi pada keadaan dan tanggal saham tersebut didaftarkan karena pembentukan harga telah terjadi ketika saham tersebut didaftarkan. Sehingga seluruh informasi sebelum saham tersebut didaftarkan merupakan informasi yang relevan mempengaruhi penentuan harga pada saham di pasar perdana. Sementara harga saham di pasar sekunder akan ditentukan berdasarkan informasi yang tersedia setelah saham tersebut dijual di pasar perdana sampai saham tersebut listing di pasar sekunder. lnformasi-informasi yang terjadi selama proses penawaran akan mempengaruhi harga saham di pasar sekunder.
Jika harga saham di pasar perdana telah mencerminkan informasi sampai dengan saham tersebut terdaftar, dan saham di pasar sekunder mencerminkan harga saham sampai dengan saham tersebut listing, maka selisih harga penawaran saham dari harga saham pada saat listing dipengaruhi oleh informasi yang muncul selama proses penawaran. Peneliti menyebutnya sebagai nilai informasi selama proses penawaran (value of information during offering). Penelitian sebenamya membenarkan pemikiran tersebut diantaranya munculnya hubungan positif antara jangka waktu antara pendaftaran efektif dengan saham listing dan indeks harga saham (Janice 1995). .
Nilai informasi selama proses penawaran dipengaruhi oleh dua hal yaitu kondisi pasar yang terjadi selama proses penawaran dan persepsi investor terhadap perusahaan yang go publik. Keadaan pasar tersebut dapat diwakili oleh variabel tingkat suku bunga SBI pada saat proses penawaran, return indeks harga saham selama proses penawaran, tingkat harga saham, jangka waktu saham terdaftar sampai dengan listing dan regulasi pasar dan price eaming ratio pasar. Sedangkan persepsi investor terhadap perusahaan diwakili dengan variabel umur perusahaan.
Peneliti akan membuat model kedua dengan memasukkan beberapa variabel yang pemah digunakan oleh penelitian sebelumnya sebagai kontrol variabel apakah variabel tersebut juga mempengaruhi initial retum dari saham-saham yang listing di BEJ. Variabel tersebut adalah variabel hot market, variabel industri dan volume.
Model A
IRAi = β0 + β1AGEi + β2MTMi + β3SBIi + β4RIHi + β5TIMEi + β6PERi + β7OBVi + ε i
Model B
IRBi = β0 + β1AGEi + β2MTMi + β3SBIi + β4RIHi + β5TIMEi
β60BVi + β7VOLi + β8GSLi + β9STAi + β10NTAi + β110LDi + ε i
AGE            = Umur perusahaan yaitu tahun dari perusahaan tersebut berdiri sampai dengan perusahaan
melakukan pendafiaran. (-)
MTM            = maturity market yaitu tingkat kedewasan suatu pasar. Variabel ini diukur dengar angka 1
untuk tahun pertama pengamatan yaitu 1990 dan bertambah satu setiap tahun.
SBI               = tingkat bunga SBI sebagai opportunity cost dari dana yang tertanam di saham IPO, selama
jangka waktu penawaran sampai saham tercatat di bursa.
RIH              = retum indeks harga saham gabungan pada saat perusahaan terdaftar (Io) sampai dangan
sehari sebelurn saham diperdagangkan. (Ii-1)
I I-1 I0
RIH =-----------
I0
OLD             = rasio jumlah saham yang masih dipegang oleh pemilik lama pada saat IPO. (-)
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16-17 Oktober 2003

TIME         = Jumlah hari dari saat saham terdaftar sampai dengan perusahaan tersebut listing di Bursa.
VOL          = Volume rerdagangan pada saat saham diperdagangkan di pasar sekunder
GSL          = Growth dari penjualan yaitu penjualan pada dua tahun sebelum listing ke satu tahun
sebelum listing.
STA
          = perbandingan nilai penjualan dengan total asset perusahaan pada laporan keuangan
sebelum go publik
NTA
          = perbandingan net profit dibagi dengan total asset pada laporan keuangan tahunan sebelum
perusahaan go publik
OBV
          = offering price to book value yaitu perbandingan harga penawaran dengan nilia buku saham
pada laporan keuangan sebelum perusahan listing.
1.  Initial Return
Initial return adalah selisih antara harga penawaran dan harga saat saham listing di bursa. Initial return telah dibuktikan oleh banyak peneliti baik di Indonesia maupun di luar negeri memiliki nilai rata-rata positif. (Roy 1996, Basana 1998, Aruna 2003).
Initial return dihitung dengan menggunakan rumus :
IR1 = P1 P0 P0
P0          = Harga Penawaran Saham
P1          = Harga Saham di pasar Sekunder
IR1         = Initial return
Arosio (2000) mencoba untuk menghitung initial return bulan berdasarkan harga penutupan tetapi harga transaksi pembukaan.Tapi berdasarkan data di bursa Australia, tidak terdapat perbedaan antara initial return dengan harga penutupan maupun harga pembukaan.
Saham yang dipasarkan di bursa efek Jakarta memiliki satuan nominal yang berbeda sementara aturan perubahan pergerakan perdagangan baru disesuaikan berikutnya. Mulai bulan Juli 2000 perubahan harga saham sebesar Rp 5 sedangkan untuk tahun sebelumnya perubahan harga saham sebesar Rp 25.
Hal lain yang mempengaruhi nilai initial return adalah nilal nominal saham. Nilai nominal saham yang tinggi relatif menghasilkan nilai prosentase initial return yang kecil walaupun secara nominal memiliki nilai yang sama. Sebagai contoh satu tick pergerakan saham dengan nilai nominal 1000 akan menghasilkan return 2,5% dan akan menghasilkan return 5% jika nilai nominal saham 250 dan 10% jika nilai nominal 250 dan 25% jika nilai nominal 100. Keadaan ini ternyata mempengaruhi nilai initial return. Terdapat kecenderungan nilai initial return secara prosentase naik ketika nilai nominal saham menjadi kecil walaupun secara nominal nilai initial return mengalami penurunan.
2.  OLD
Variabel ini diukur dari jumlah prosentase saham yang masih dipegang oleh pemilik lama atau satu dikurangi prosentase saham yang dijual kepada publik. Berdasarkan konsep ketidakpastian, semakin tinggi jumlah saham masih dipegang oleh pemilik lama memberikan sinyal bahwa tidak akan terjadi perubahan dalam kebijakan perusahaan setelah perusahaan melakukan IPO. Sehingga justru memunculkan kepastian nilai perusahaan di masa mendatang. (Arosia 2000)
Hipotesis :             Prosentase saham yang masih dipegang oleh pemilik lama berhubungan positih
dengan initial return
3.  Return pasar selama proses penawaran
Variabel ini diukur dari return IHSG dari tanggap pendaftaran efektif sampai dengan satu nari perdagangan sebelum saham listing. Perhitungannya adalah :
RET = IHSG1-1 - IHSGe IHSGe
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Perkembangan indeks harga saham mencerminkan opportunity cost dan investor yang tetah membeli saham IPO. Jika return pasar ini positif maka akan membuat investor hanya mampu menjual saham IPO yang telah dibeli dengan harga yang tinggi.
Hipotesis : return pasar selama masa penawaran berhubungan positif dengan initial return
4. Jangka waktu pendaftaran sampai dengan saham listing
Variabel ini diukur dari jangka waktu antara pendaftaran saham dinyatakan efektif sampai dengan saham listing. Ketika saham tersebut pendaftarannya efektif maka harga saham telah ditentukan. Proses penjualan saham akan dilakukan beberapa hari setelah pendaffaran efektif. Ketika investor telah membeli saham IPO maka investor akan kehilangan kesempatan untuk menginvestasikan uangnya untuk investasi yang lain. Investor baru dapat menjual sahamnya darl memperoleh kembali dananya jika saham IPO dijual di pasar sekunder. Curtis (2002) menggunakan variabel ini untuk menjelaskan initial return dengan hubungan positif.
Hipotesis : return pasar selama masa penawaran berhubungan positif dengan initial return
5. Tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia                                                                                                        .
Variabel ini diukur dan tingkat bunga sertifikat bank Indonesia pada saat saham listing di bursa. Suku bunga SBI mewakili fisk free retum. Variabel ini mencerminkan opportunity cost dari investor yang telah membeli saham IPO. Semakin tinggi SBI maka investor juga mEmginginkar. keuntungan yang tinggi.
Hipotesis : tingkat bunga SBI pada saat saham lisitng berhubungan positif dengan initial return
6. Price earning ratio pasar
Vanabel ini diukur dari perbandingan antara harga saham dan earning per share dari laporan keuangan yang terakhir dan seluruh saham yang telah listing. Data PER diperoleh bulanan, sehingga PER pasar yang digunakan adalah PER pada bulan saham tersebut listing. PER pasar yang tinggi juga akan mempengaruhi penetapan harga saham IPO yang cenderung tinggi.
Hipotesis : PER pasar berhubungan positif dengan initial return
7. MTM (Maturity of Market I Tingkat kedewasaan pasar)
Vanabel ini mewakili umur dan pasar modal mulai dari tahun pertama pengamatan dianggap 1 dan bertambah satu tiap tahun. Semakin tua umur pasar modal maka kemungkinan untuk mendapatkan abnormal profit dari transaksi saham yang terjadi justru semakin kecil. Dalam pasar yang telah mature maka seluruh harga telah merepresentasikan informasi yang tersedia.
Hipotesis : kedewasaan pasar modal berhubungan negatif dengan initial return.
8. Pertumbuhan penjualan
Variabel ini diukur dari penjualan I pendapatan operasi pada laporan keuangan sebelum go publik dikurangi dengan penjualan pada laporan keuangan dua tahun sebelum go publik dibagi dengan penjualan pada laporan keuangan dua tahun sebelum go publik. Pertumbuhan penjualan dapat direkayasa melalui pengaturan saat pengakuan pendapatan dan cara -cara lainnya. Tujuan penciptaan tingkat pertumbuhan tersebut untuk memberikan kesan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan tinggi. (Teoh 2001).
Hipotesis : Pertumbuhan penjualan berhubungan positif dengan initial return.
9. Perbandingan penjualan dengan total asset
Variabel ini diukur dari penjualan I pendapatan operasi pada laporan keuangan sebelum go publik dikurangi dibagi dengan total asset. Semakin tinggi ini menunjukkan perusahaan memiliki asset yang sifatnya intangible sehingga menetapkan harga penawaran jauh di atas nilai bukunya. Semakin tinggi nilai intangible asset perusahaan maka investor akan cenderung menetapkan harga saham yang tinggi.
Hipotesis : Prosentase penjualan dibandingkan dengan total asset berhubungan positif dengan initial return.
10. Perbandingan laba bersih dibandingkan dengan total asset
Variabel ini mengukur profitabilitas perusahaan IPO, semakin tinggi tingkat profitabilitas maka akan semakin tinggi initial return perusahaan. Hipotesis: Perbandingan laba bersih dibandingkan dengan total asset berhubungan positif dengan initial return.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

11. Volume saham pada saat perdagangan di pasar sekunder
Varlabel ini mengukur kelebihan demand yang tidak mendapatkan alokasi saham di pasar perdana. Jika banyak sekali kelebihan demand maka akan membuat harga saham meningkat sehingga initial return akan semakin besar.
Hipotesis : Perbandingan laba bersih dibandingkan dengan total asset berhubungan positif dengan initial return.
4.  DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder darl seluruh perusahaan yang listing di BEJ dari tahun 1990 - 2000 sebanyak 273 perusahaan. Darl jumlah tersebut data dikurangi dengan data-data yang tldak lengkap sehingga sampel yang digunakan sebanyak 250 perusahaan. Data yang ada bersumber darl :
1.       Capital Market Directory dari tahun 1990 - 2001 untuk data laporan keuangan dan data statistic saham bulanan.
2.       Webside Bapepam di internet (bapepam.ga.id) untuk data perusahaan yang melakukan IPO dan data peraturan penawaran umum.
3.       Webside Bursa Efek Jakarta Gsx.ca.id) untuk data peratuian penawaran saham, data perdagangan harian untuk tahun 2001 - 2002    .
4.       CD data perdagangan saham harian yang dikeluarkan aleh PPA UGM yang berisi data perdagangan harian darl tahun 1990 - pertengahan 2001.
5.  ANALISIS PENELITIAN
1. Analisis Umum
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini hampir mencakup seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ darl tahun 1990-2000. Berdasarkan data yang ada dalam database UGM jumlah saham yang listing selama tahun tersebut adalah 269 perusahaan, namun data yang diperoleh secara lengkap untuk semua unsur yang dianalisis mencapai 254, darl jumlah tersebut diseleksi lagi data-data yang mengandung outlier sehingga data yang dianalisis adalah 242.
Statistik diskriptif untuk data yang berhasil dikumpulkan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3 : Statitistik diskriptif data yang digunakan


N
Initial Return
242
Harga Penawaran
242
Return pasar
242
Bunga SBI
242
Prosentase pemilik lama
242
PER Pasar
242
Harga I Nilai buku
242
Sale I total asset
242
Pertumbuhan sales
242
Net profit to asset
242
Volume
242
Umur
242
Waktu penawaran
242
Valid N (listwise)
242

Minimum
Maximum
Mean.
Std. Deviation.
-,2760
1,9000
,144850
,273327
175
14850
4054,44
3178,84
-,6216
,3258
-9,5E-03
,109544
7,45
58,00
13,9614
4,7713
,4565
,9715
,763824
9,22916E-02
3,1
32,5
19,283
6,093
,0962
11,6063
2,898665
2,308990
,061
3,61
,7054
,6213
-,5761
8,7067
,690496
1,295628
-,17871
,4337
5,96E-02
5,83671 E-02
500
1,8E+08
1.2E+07
22393817,92
,8417
95,9917
17,842815
16,392137
7
271
39,15
24.18





SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Darl data tersebut terlihat bahwa di saham di bursa efek Jakarta selama tahun 1990 - 2000 memiliki initial return atau underpriced sebesar 14.485%. Ini menunjukkan bahwa di Bursa Efek Jakarta juga muncul anomali underpricing. Initial return ini bervariasi besarnya untuk tiap tahun. Ada kecenderungan teriadi Peningkatan nilai initial return dari tahun ke tahun. Harga penawaran saham dan nilai nominal saham yang ditawarkan ikut mempengaruhi nilai initial return. Pada tingkat harga saham yang rendah peningkatan harga saham dalam jumlah relative kecil akan membuat perubahan initial return besar.
Tabel 4 : Initial Return Berdasarkan Tahun
Initial Return

TAHUN
Mean
N
Std, Deviation
Median
1990
,118086
56
,214628
5,52E-02
1991
3,19E-02
15
,103732
2,68E-02
1992
7,52E-02
13
7,84271 E-02
5,26E-02
1993
,242348
19
,178883
,247059
1994
4,75E-02
42
,111783
1,65E-02
1995
5,96E-03
20
,143305
9,12E-03
1996
125902
15
,142653
7,69E-02
1997
,129024
30
,156358
,146368
1998
,188571
5
,501831
,1 00000
1999
,408568
7
,394236
,200000
2000
,535089
20
,562916
,275253
Total
,144850
242
,273327
6,58E-02
2. Analisis Model A
Data tersebut kemudian diuji apakah terdapat kolinearitas maupun heteroskedastitas atas data tersebut. Ternyata data tersebut tidak memiliki masalah tersebut, sehingga dapat langsung diregresikan berdasarkan model yang telah dibuat. Hasil dan regresi untuk model A seperti terlihat dibawah ini :
Tabel 5: Hasil Regresi Model A:

R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics

Durbin-Watson




R Square ChanQe
F Change

,534
,285
,264
,234486
,285
10,350
1,800


Unstandardized Coefficients
Std. Error
Standardized Coefficients
t.
Sig.

B

Beta


(Constant)
,385
,201

1,916
,057
Ln-umur
-4,537E-02
,021
-,120
-2,132
,034
Return pasar
,547
,144
,219
3,789
.000
Bunga SBI
-1,3 85E-02
,004
-,242
-3,820
,000
Ln-jangka waktu
6,677E-02
,040
,109
1,673
,096
PER Pasar
-1,680E-02
,003
-,375
-5,269
,000
Maturitas pasar
2,368E-02
,007
,280
3,622
,000
Harga / Nilai buku
1,756E-02
,008
,148
2,241
,026
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai r2 adalah 28,2% artinya variabel di atas hanya mampu menjelaskan 28,2% vanabilitas dan initia return, artinya 72,8% variabilitas dari initial return belum dapat dijelaskan oleh model.
Seluruh vanabel yang diguakan secara statistik significant pada level 5% kecuali jangka waktu penawaran, signifikan pada level 10%. Variabel return pasar selama proses penawaran membeerikan kontnbusi terbesar disusul dengan konstanta.
Hubungan variabel umur dengan initial return adalah negatif sesuai dengan hipotesis yang dijelaskan dalam model, bahwa semakin tinggi umur perusahaan maka semakin rendah tingkat initial return. Hal ini sesuai dengan teon keagenan dan mendukung penelitian yang telah terjadi. (SembeI1996).
Vanabel return pasar memberikan kontribusi terbesar pada independen vanabel, ini menunjukkan bahwa return pasar merupakan aspek yang sangat diperhatikan oleh investor dalam menentukan harga saham di pasar sekunder. Ada kemungkinan investor banyak menggunakan analisis teknikal dalam menentukan harga saham IPO di pasar sekunder ini. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal.
Bunga Sertifikat Bank Indonesia pada bulan saham tersebut listing di bursa memiliki hubungan negatif dengan initial return. Hasil ini bertolak belakang dan hipotesis awal yang menganggap bawa semakin tinggi tingkat bunga SBI maka opportunity cost memegang saham IPO semakin tinggi sehingga investor menginginkan harga saham di pasar sekunder tinggi. Namun yang terjadi sebaliknya jika tingkat suku bunga SBI tinggi maka investor justru tidak mengharapkan return yang tinggi atas saham IPO.
Jangka waktu saham terdaftar efektif sampai dengan saham listing memiliki hubungan positif dengan initial return artinya semakin lama proses penawaran terjadi maka investor menginginkan kompensasi keuntungan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dijelaskan sebelumnya. Saham IPO setelah dibeli tidak bisa langsung diperdagangkan namun menunggu sampai saham tersebut listing, semakin lama jangka waktu menunggu maka investor maminta kompensasi kenaikan harga yang tinggi di pasar sekunder sehingga initial returnya tinggi.
Price earning fatio pasar memiliki hubungan negatif dengan initial return pasar. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis di atas yang menganggap bahwa jika Per pasar tinggi maka investor juga akan menginginkan peningkatan harga yang tinggi atas saham IPO. Namun yang sepertinya yang terjadi adalah jika saham lain dalam keadaan bagus (PERnya tinggi), maka investor mungkin tidak memberikan perhatian yang besar pada saham IPO karena investor dapat memperoleh laba dari perdagangan saham lain.
Tingkat maturitas pasarmemiliki hubungan positif dengan initial return, artinya semakin dewasa umur pasar modal, justru akan memberikan initial return yang tinggi. Hal ini berlawanan dengan hipotesis awal. Nilai ini menjadi positif karena dipengaruhi dengan kecenderungan niiai nominal saham yang relatif menjadi iebih kecil dan juga harga saham yang turun secara drastis terutama paska krisis.
Perbandingan harga penawaran saham dengan nilai buku saham memiliki hubungan positif dengan initial return. Perusahaan yang dijual jauh di atas nilai bukunya memiliki initial return yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang dijual mendekati nilai bukunya.
3. Analisis Model B
Tabel berikut ini adalah hasil regresi dengan model B. Dalam model ini peneliti menambahkan 4 buah variabel yaitu volume, prosentasi pemilik lama, pertumbuhan penjualan dan penjulan dibagi dengan total asset.

Unstandardized Coefficients
Std. Error
Standardize
d
Coefficients
t
Sig.

B

Beta


(Constant)
,513
,281

1,825
,069
Ln-umur
-4,810E-02
,022
-,127
-2,214
,028
Return pasar
,539
,153
,216
3,528
,001
Bunga SBI
-1,459E-02
,004
-,255
-3,791
,000
Ln-Jangka waktu
5,712E-02
,041
,093
1,377
,170
PER Pasar
-1,631 E-02
,003
-,363
-5,016
,000
Maturitas pasar
2,840E-02
,008
,335
3,627
,000
Harga / Nilai buku
1,699E-02
,008
,144
2,147
,033
Sale / total asset
6,200E-03
,026
,014
,240
,810
Pertumbuhan sales
-9,675E-03
,012
-,046
-,801
,424
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Net profit to asset
,129
,277
,028
,466
,642
Ln-volume
-7,935E-03
,008
-,080
-,981
,328
Prosentase pemilik lama
1,765E-03
,186
,001
,009
,992


Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
5,245
12
,437
7,845
,000
Residual
12,759
229
5,572E-02


Total
18,004
241




R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics R Square
Change
F Change
Sig. F Change
Durbin-Watson








,540
,291
,254
,236043
,291
7,845
,000
1,803
Penambahan variabel tersebut mampu meningkatkan nilai R2 menjadi 29,1%. Uji F menunjukkan rnodel lengkap secara statistik signifikan. Variabel yang dianalisis dalam model A diikutkan kembali dalam model ini. Variabel jangka waktu penawaran menjadi tidak signifikan secara statistik.
Variabel lain yang ditambahkan merupakan vanabel yang pernah diuji oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun hasilnya ternyata tidak ada satupun vanabel yang ditambahkan memiliki nilai stalistik yang significant pada tingkat 10%. Tiga variabel yang ditambahkan yaitu perbandingan yaitu penjualan dibagi total asset, net profit per total aset dan pertumbuhan penjualan tidak significant secara statistik. Pertumbuhan sale memberikan hubungan yang berbeda dari hipotesis awal, sedangkan dua variabel fundamentallainnya hubungannya sesuai dengan hipotesis awal.
Variabel volume perdagangan pada hari pertama saham tersebut listing memiliki hubungan negatif dengan initial return. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis sebelumya. Berdasarkan penelitian Sembel (1996) dan Ekkerhart (2001) variabel ini berhubungan positif dengan initial return. Variabel prosentase pemilik lama memiiiki hubungan positif dengan initial return. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dan mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Arosio (2000)
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Secara umum model di atas memang hanya mampu menjelaskan sekitar 28,2% dan 29,1 % variabilitas dari initial return, model A walaupun memiliki r2 yang relatif kecil namun secara statistik variabel yang digunakan signifikan. Vanabel-variabel yang digunakan oleh peneliti lain di luar negeri (jumlah pemilik lama dan volume) secara statistik tidak significant, bahkan untuk volume hubungannya berbalik. Variabel fundamental yang digunakan tidak mampu menjelaskan variabilitas initial return, bahkan variabel perkembangan penjualan memiliki hubungan yang terbalik.
Dan hasil di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan keadaan pasar dan apa yang terjadi selama proses penawaran lebih dapat menjelaskan initial return dibandingkan dengan faktor yang terkait dengan kondisi fundamental perusahaan. Mungkin di masa mendatang perlu diteliti dan dicari faktor-faktor lain yang mempengaruhi initial return terutama yang terkait dengan informasi selama proses penawaran.
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, R, dan P. Rivoli, 1990, "Fad in the Initial Public Offering Market?", Financial Management, vol 19, 45-57 Aharony, J, Lin, C.J dan Loeb M. P., 1993, "Initial Public Offering, Accounting Choices and Earning Management",
Contemporary Accounting Research, 10(1) 61-81. Aharony, J, Che Wen Jevons Lee dan T.J. Wong, 2000, "Financial Packaging of IPO Firms in China",Jounal of
Accounting Research, Vol 38 No 1, 103 - 126 Ali, Saiful, 2000, "Analisis Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansi terhadap Pemasukan Penawaran Saham
Perdana", "Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III",538-555. Aliya, Kunstantina P.,1999, "Pengaruh Differential Information terhadap Terjadinya Fenomena Underpricing IPO",
Skripsi Fakultas Ekonomi Program Extension. Alvarez, Susana; Victor M. Gonzalez, 2000, "Long-Run Performance of Initiai Public Offerings (IPOs) in The Spanish
Capital Market", www.ssrn.com. Allen F. And Faulhaber, G, 1989, "Signaling by Underpricing in The Offering Market", Journal of Financial
Economics", 23. Arosio R; Giancarlo Giudici dan Stefan Paleari, 2000, "What Drives the Initial Market Performance of Italian IPOs?
An Empirical Invetigation on Underpricing and Price Support', www.ssrn.com. Baron, David. P., 1982 A Model of the Demand for investment Banking Advising and Distribution Services for New
Issues, The Journal of Finance, Vol XXXVII no 4, 955-976 Baron, David, P. dan Holmstrong B., 1980 The Investment Banking Contract For New Issues Under Assymetric
Information: Delegatior. and The Incentive Problem, The Journal of Finance, Vol XXV no 4, 955-976 Basana, Sautma Ronn!, 1999, "Kondisi Anomali pacta Emisi Saharn Perdana (IPO) di Pasar Modal Indonesia serta
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya", Unpublished Thesis, Management Science, University of Indonesia. Baridwan, Z., dan Pariwiyati. (1990), "Kemampuan Laba dan Arus Kas dalam Memprediksi Laba dan Arus Kas
Perusahaan Go Pubiik di indonesia", Jurnal Riset Akuntansi, Vol I, No.1, Januari. Beatty, R, Ritter, J, R., 1986, "Investment Banking Reputation and the Underpricing of the Initial Public Offerings",
Journal of Financial Economics, 39. 545 - 603. Benveniste, L.M dan Spindt RL., 1989, "How Investment Bankers Determine the Offer Price and Allocatation of New
issue", Journal of Financial Economics, 24, 343-361. Boehmer, Ekkerhart, dan Raymand P.H. Fishe, 2000, "Do Underwriter Encourage Stock Flipping?" A New
Explanation for the Underpricing of IPOs, www.ssm.com. Mei Bower, Nancy L, 1989, "Firm Value and The Choice of Offering Method in Initial Public Offering", The Journal of
Finance, Vol XLIV No 3, July, 647-662. Carter, Richard B. Frederick H Dark and Ajai K. Singh, 1998, "Underwriter Reputation, Initial Returns and the Long-Run Performance of lPO Stocks", Journal of Finance", Vol LIII No 1. Chanine, Salim, 2000, "Long Run Undeperformance after IPOs and Optimistic Analysts' Forecasts, www.ssm.com. Chen, An Sing, Gwohong Liaw, Mark T. Leung, 2001, "The Price Support in Stock Auctioned IPOs, Some Empirical
Evidence", working paper, www.srrn.com. Chen, Anlin; C.T. Hong dan Chin sun Wu, 1990, "The Underpricing and Excess Return of Initial Public Offerings
Based on the Noisy Trading: A Stochastic Frontier Model, www.ssrn.com. Cook, John P; Dennis T Officer, 1996, "Is Underpricing a signal of quality in second Initial Public Offerings?",
Quarterly Journal of Business & Economics, Vol 35, Winter. 67-78. Curtis, Asher dan Neil Fargher, 2002, "Initial Public Offering First Day Return: An Information Arriwal Perpective",
working paper University of New South Wales, Australia, www.srrn.com. Daljono Nasirwan, 2000, "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang Listing di BEJ tahun
1990 - 1997", "Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III", 556-572. Friedlan, M. J., 1993, "Accounting Choices of Issuers of Initial Public Offerings", Cotemporary AccountingResearch",
Vol 11 No 1-I Grinblatt, M and Hwang, C.Y., 1989, "Signaling and Pricing Sew Issues" Journal of Finance," no 44. Gumanti, Tatang, Ary, 2000, "Earning Management dalam Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta,
"Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III", 124-149 Houge, Todd, Tim Loughran, Gerry Suchanek dan Xuemin Yan, 2001, "Divergence of Opinion, Uncertainty and
Quality of Initial Public Offerings," Financial Management, hal. 5 - 23. How, Janice C V, H Y lan, Gary A Monroe, 1995, "Diffemtial information and the underpricing of initial public
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

offerings: Evidence in Australia", Accounting and Financial", Vol 35. hal 87 -105. How, Janice C V, 2000, "Initial and Long-Run Performance of Miing IPO in Australia", Australian Journal of
Management", Vol 25. Hunt-McCool, Janet, Samuel C Koh dan Bill B. Francis, 1996, Testing for Deliberate Underpricing in the IPO
premarket : Stochastic Frontier Approach, 'fJe Review of Financial Studies, 0893-9454/96/51-50. lbottson R. G, 1975, "Price Performance of Common Stock New Issues', Journal of Financial Economics", No 2,
235-272. lbottson R. G, aan J.F, Jaffe, 1975, "Hot Issue Markets', Journal of Finance, 30, 1027-1042. Jakobsen, Jan dan Ole Sorensen, 2000, "Decomposing and Testing Longruil Retums," working paper,
www.ssm.com. Jain, Bharat A dan Omesh Kini, 1994, "The Post Issue Operating Performance of IPO Firm", The Journal of Fiance,
Vol XLIX No 5,1699-1724.
_____  , 1999, "The Life Cycle of Initial Public Offering Firms', Joumal of Finance & Acounting, 26(9) & 10, Nov/Dec,
1281-1307. Jog, Vijay and Bruce J. McConomy, 1999, "Voluntary Disclosure of Management Eamings Forecast in IPOs and
Impact on Underpricing and Post -Issue Return Performance, working paper, www.ssm.com Jog, Vijay dan Lipping Wang, 2002, "Aftermarket Volatility and Underpricing of Canadian Initial Public Offerings :
Working paper, www.ssm.com Kooli, Maher, Jean Marc Suret, 2002, "The Underpricing of Initial Public Offerings: further Canadian Evidence',
Cirano Scientific series, www.ssm.com Koop, Gary dan Kai Li, 2001, "The valuation of IPO and SEO Firms", working paper, www.ssm.com Krigman, Laurie; Wayne H. Shaw dan Kent L. Womack, "The Persistence of the IPO Mispricing and Predictive
Power of Flipping", working paper, www.ssm.com 2000. Lee, Philip J, Stephen L.T., dan Terry S. Wong., 1999, "IPO Underpricing Explanations: Implications from Investor
Appliction and Allocation Schedules", Journal of Financial Quantitative analysis, vol 34. NO.4. 425-444 Loughran, Tim dan Jay R. Ritter. 1995, "The New Issue Puzzle, Journal of Finance, 50, 23-51. Louge, Dennis E., Rishard J. Rogallski, James K. Seward dan Lynn Foster-Johnson, "What is Special About the
Roles of Underwriter Reputation and Market Activities in Initial Public Offering?', Journal of Business, Vol 75,
No 2 2002, haI213-243. Lorenzo M.D., Stefano F., 2001, "Asymmetric Information and the Role of the Underwriter, The Prospectus and the
Analysts in Underpricing of IPO. The Italian Case, working paper, www.srm.com Lowry, Michele, 2000, "IPO Market Sycles, Bubblies or Sequential Leaming", working paper from National Bureau of
Economic Research, Cambridge, http//www.nber.org/papers/w7935 Mardiyati, Umi, 1998 "Kajian Perilaku Saham perdana Pengamatan di BEJ tahun 1994 - 1996", "Tesis S2',
Management Science, University of Indonesia. Mauer, D.C; Lemma W.S, 1992, "The Effect of the Secondary Market on the Pricing of lnitial Public Offering Theory
and Evidence', Journal of The Financial and Quantitative Analysis, vol 27 No 1. McLaughlin, Robyn, Assem Safieddine and Gopala K. Vasudevan, 1998., "The Information Content of Corporate
Offerings of Seaoned Securities: An Empirical Analysis", Financial Management ", Vol 27 No 2, Summer. Nasirwan, 2000, "Reputasi Penjamin Emisi, Retum Awal, Return 15 Hari sesudah IPO dan Kinerja Perusahaan satu
tahun sesudah IPO di BEJ", "Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi III", 573-598. Nurhidayanto, S dan Nur Indriantoro, 1998, "Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Underpriced
pada Penawaran Perdana di Bursa Efek Jakarta,' Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 13 No 1, 21-30. Veronesi, Pietro; 2000, "How Does Information Quality Affect Stock Returns?" The Journal of Finance, Vol LV No 2,
hal 807 837. Pumanandam, K. Amiyatosh, 2001, "Are IPO Underpriced?', working paper, November, www.ssm.com Pagano, Marco, Panetto, Fabio, Zingales dan Luigi, 1997, "Why Do Companies Go Public? An Empirical Analysis,'
Journal of Finance, 52, 215 - 240. Page, Michael J dan Ivan Renneke, 1997, "The Timing and Subsequent Performance of Initial Public Offerings
(IPOs) on The Johannesrburg Stock Exchange", Journal of Business Finance and Accounting. 24(9) &
10,1401-1419. Prabhala, N.R., Manju Puri, 1998, "How does underwriter price support affect IPOs, Empirical Evidence", working
paper, www.srrn.com
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

Ritter, Jay R, 1984, "The Hot Issue Market of 1980." Journal of Business, 32, 215-24
………., 1991, "The Long Run Performance of Initial Public Offerings." The Journal of Finance 46, 3-28. Rock, Kevin
F, 1986, "Why New Issues are Underpriced", Journal of Financial Economics, no. 15, 187-212. Rozeff, S. Michael and Mir A. Zaman, 1998, "Overreaction and Insider Trading: Evidence from Growth and Value
Portfolio", Journal of Finance", Vol LIII No 2,. Ruud, Judith, 1991, "Anather View of The Underpricing of Initial Publi Offerings", FRBNY Quaterly Review, 83-85.
Sembel, Roy HM, 1996, "IPO Anomalies, Truncated Excess Supply, and Heterogeneous Information",
Unpublised Dissertation, J M Katz Graduate School of Business, University of Pittsburg, Pensylvania. Teoh, Hong Sie; Ivo Weich dan T.J. W01lg, 1998, "Earning Management and The Long Run Market Performance of
Initial Public Offeings", The Journal of Finance, Vol LIII No 6, ha/1935-1974. Teoh, Hong Siew & T.J. Wong, 2001 ,"Why Do Issue and High-Accruals Firms Underperfomence the Role of
Analyst' Creduality", Review of Financial Studies. Tinic, Seha M. 1988, "Anatomi of Initial Public offering", Journal of Finance, 43, 789-822. Trisnawati, Rina 1998, "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return." Tesis S2", Yogyakarta: Program Pasca
Sarjana, Universitas Gajah Mada. www.jsx.co.id www.bapepam.go.id
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI Surabaya, 16-17 Oktober 2003

No comments:

Post a Comment