Enggar
Nursasi
STIE
Malangkuçeçwara Malang
Abstract : This
study aimed to determine whether there was a difference for firms with managerial ownership and firms with no managerial
ownership in financial decision making and business decision-making. Financial decisions proxied by debt policy and business decisions proxied
by the value of the company. Debt policy is
indicated by the ratio of total
debt to total
assets (Debt to
Total Assets Ratio
/ DTA), while commonly
indicated enterprise value of Price To Book
Value. The samples in this study were 112 Real
Estate And Property
companies are Go
Gublic in BEI for
the years 2008 through 2010. Hypothesis
testing using t-test with a significant level of 0.015 to 0.000 for the debt policy and
firm value. This suggests that there are differences in the value of corporate debt
policy and for firms with managerial ownership and firm without managerial
ownership.
Keywords: Managerial Ownership, Debt
Policy and Corporate
Value
Dalam Agency Theory digambarkan hubungan antara manager dan pemegang
saham. Manager sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal.
Manager dituntut untuk memaksimalkan sumber daya atau nilai perusahaan untuk meningkatkan
kekayaan pemegang saham (stockholders). Sehingga dapat dikatakan bahwa
nilai perusahaan yang tinggi akan menjadi keinginan para pemilik modal
(pemegang saham). Seorang manager dituntut untuk mengambil kebijakan yang
dapat meningkatkan kemajuan usaha suatu perusahaan. Konflik potensial antara
pemegang saham dengan manager akan terjadi jika manager mengambil kebijakan
yang menguntungkan dirinya sendiri seperti pengambilan keputusan yang
mengandung resiko seperti kebijakan hutang tanpa memperhitungkan kepentingan
para pemegang saham.
Munculnya konflik akan memperbesar agency
cost, namun biaya agensi dapat diminimumkan melalui 1) meningkatkan
kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (insider ownership). Dengan kepemilikan
manajerial, manajemen akan merasakan langsung dampak dari setiap keputusannya
termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan. 2) peningkatan kepemilikan
istitusional (institusional investor) sebagai pihak yang
memonitor agen. Dengan kepemilikan institusional maka distribusi saham akan
lebih menyebar yang nantinya mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja manajemen, 3) meningkatnya deviden payout ratio yang
akan mengurangi free cash flow (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Hardiningsih, 2011).
Selain permasalahan yang timbul karena
proporsi kepemilikan manajerial, permasalahan lain yang dihadapi perusahaan
biasanya terkait dengan pendanaan. Keputusan pendanaan berkaitan dengan
pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan
yang sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal
berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Sumber dana eksternal perusahaan
berasal dari kreditur pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari para kreditur
merupakan hutang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik
merupakan modal sendiri. Pemenuhan modal dari hutang membutuhkan kebijakan manajerial.
Penelitian Euis
Soliha dan Taswan, 2002 dalam Christiawan dan Tarigan (2007) menemukan hubungan yang signifikan dan positif
antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan, sementara dalam
penelitian Lasfer dan Faccio (1999) menemukan hubungan yang lemah antara
kepemilikan managerial dengan nilai perusahaan. Sedangkan hasil penelitian
Christiawan dan Tarigan (2007) membuktikan bahwa terdapat perbedaan kebijakan
hutang dan nilai perusahaan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Sedangkan kinerja antara perusahaan
dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial tidak
terdapat perbedaan. Penelitian tersebut untuk semua
perusahaan yang telah melakukan penawaran umum perdana sebelum tahun 2003 di
Bursa Efek Jakarta.
Dengan
latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan pengambilan keputusan keuangan (yang diproksikan
dengan kebijakan hutang) dan pengambilan keputusan bisnis (yang diproksikan
dengan nilai perusahaan) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan
perusahaan yang tanpa kepemilikan manajerial untuk pada perusahaan Property And Real Estate yang go
public di Bursa Efek Indonesia.
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer
memiliki saham perusahaan atau dengan
kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam
laporan keuangan kepemilikan manajerial ditunjukkan dengan besarnya prosentase kepemilikan
saham perusahaan oleh manajer. Adanya kepemilikan manajerial, hubungan antara
manager dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan
principal (Schroeder et al, 2001 dalam Christian dan Tarigan, 2007). Manager
sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan
bisnis yang diambil manager seharusnya ditujukan untuk memaksimalkan sumber
daya yang dimiliki perusahaan yang pada akhirnya berujung pada memaksimalkan
kekayaan pemegang saham. Jika manager tidak memiliki saham diperusahaan
terdapat kemungkinan melakukan hal-hal untuk kepentingannya sendiri dan
merugikan para pemegang saham. Tetapi kondisi tersebut akan kecil kemungkinan
terjadinya jika seorang manajer mempunyai andil dalam kepemilikan saham, karena
keputusan yang diambil akan memperhatikan kepentingannya sebagai pemegang
saham.
Pihak manajerial dalam suatu perusahaan adalah pihak yang
secara aktif berperan dalam mengambil keputusan untuk menjalankan perusahaan.
Pihak-pihak tersebut adalah mereka yang duduk di dewan komisaris dan dewan
direksi perusahaan (Wahidahwati, 2002). Berdasarkan beberapa definisi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa struktur kepemilikan manajerial adalah proporsi
saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen. Dalam arti seorang manajer yang
mempunyai peran ganda dalam perusahaan, yaitu sebagai seorang manajer dan
sebagai pemegang saham.
Kebijakan
Hutang
Pembiayaan perusahaan yang berasal dari eksternal untuk
memenuhi dana yang digunakan untuk operasional dapat melalui hutang. Dalam pengambilan
keputusan mengenai hutang ini perusahaan harus memperhitungkan biaya yang
ditimbulkan yaitu berupa bunga. Menurut Statement
of financial accounting concepts no.3 dalam Hendrikson (1997:118) hutang (liabilities) didefinisikan sebagai:
“Pengorbanan manfaat ekonomis yang mungkin terjadi di masa yang akan datang
yang timbul dari kewajiban yang ada dari suatu entitas (kesatuan) tertentu
untuk menstransfer aktiva atau memberikan jasa ke entitas lainnya di mana yang
akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian di masa lalu.
Kebijakan
hutang menggambarkan total hutang yang digunakan perusahaan untuk membiayai
kegiatan operasionalnya (Vidyantie dan Handayani, 2006 dalam Imanta dan
Satwiko, 2011:69). Kebijakan hutang merupakan
penentuan berapa besarnya hutang akan digunakan perusahaan dalam mendanai
aktivanya (Mulianti, 2010:14). Berdasarkan
beberapa definisi tersebut maka yang dimaksud kebijakan hutang adalah penentuan
berapa besarnya hutang akan digunakan perusahaan dalam mendanai aktivanya.
Perusahaan dengan tingkat hutang yang rendah berarti lebih mengandalkan dana
dari pemegang saham , dengan resiko perusahaan tidak dapat berkembang dengan
cepat. Jika perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan cepat berkembang,
tetapi meningkatkan resiko kebangkrutan karena perusahaan mengalami financial
distress.
Pengukuran
Kebijakan Hutang
Pengukuran
hutang juga harus memungkinkan dilaksanakannya penyajian informasi yang
bermanfaat bagi para investor dan kreditur sebagai alat untuk meramalkan arus
kas dan sebagai dasar untuk perbandingan laba antar periode dan antar
perusahaan (Hendrikson (1989:123). Tingkat penggunaan
hutang dari suatu perusahaan dapat ditunjukkan oleh salah satunya menggunakan
rasio hutang terhadap ekuitas (DER), yaitu rasio jumlah hutang terhadap jumlah
modal sendiri. (Hermuningsih dan Wardani, 2009:177). Sedangkan menurut Mulianti, (2010:14) Kebijakan hutang ditunjukkan oleh rasio antara total
hutang dengan total aktiva (Debt to Total
Asset Ratio/DTA). Kebijakan hutang (Debt to Total Asset Ratio/DTA) termasuk kebijakan pendanaan
perusahaan yang bersumber dari eksternal. Sebagian perusahaan menganggap bahwa
penggunaan hutang dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa kebijakan
hutang diukur dengan rasio (Debt to Total
Asset Ratio/DTA). Rasio total hutang dengan total aktiva yang biasa disebut
dengan rasio hutang (debt ratio)
mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Yang dimaksud
dengan hutang adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditur lebih menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat
keamanan dananya menjadi semakin baik. Debt
to Total Asset Ratio/DTA adalah sebagai
berikut:
DTA = Total Hutang
Total Aktiva
Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat didefinisikan sebagai nilai
wajar perusahaan yang menggambarkan persepsi investor terhadap emiten
bersangkutan (Rahmawati, 2007). Nilai perusahaan merupakan persepsi investor
terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan harga saham. Harga saham yang tinggi
membuat nilai perusahaan juga tinggi. Harga saham merupakan harga yang terjadi
pada saat saham diperdagangkan di pasar (Fakhrudin and Hadianto, 2001 dalam
Hermuningsih dan Wardani, 2009:174). Dalam realitasnya tidak semua perusahaan
menginginkan harga saham tinggi (mahal), karena takut tidak laku dijual atau
tidak menarik investor untuk membelinya. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya
perusahaan-perusahaan yang go public
di Bursa Efek Indonesia
yang melakukan stock split (memecah
saham).
Itulah sebabnya harga saham harus dapat di buat
seoptimal mungkin. Artinya harga saham tidak boleh terlalu tinggi atau
terlalu rendah. Harga saham yang terlalu murah dapat berdampak buruk pada citra
perusahaan dimata investor. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai
perusahaan antara lain insider ownership,
kebijakan hutang, serta kebijakan dividen. (Hermuningsih dan Wardani, 2009:174).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan adalah nilai wajar
perusahaan yang menggambarkan persepsi investor terhadap emiten bersangkutan.
Pengukuran Nilai Perusahaan
Menurut Atmaja (2008:439) ada
beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai perusahaan,
yaitu: “ (1) Book Value, atau nilai
buku adalah nilai yang muncul di laporan keuangan (neraca) suatu perusahaan.
Nilai buku dari harga bersih (net worth)
suatu perusahaan adalah nilai aktiva perusahaan pada neraca dikurangi nilai
hutang pada neraca. Pendekatan book value
adalah paling mudah karena data laporan keuangan suatu perusahaan selalu
tersedia. Namun pendekatan ini tidak mengukur nilai sesungguhnya dari suatu
perusahaan karena nilai yang ditampilkan pada neraca adalah nilai historis. (2)
Appraisal Value, adalah nilai yang
diberikan oleh suatu perusahaan penilai (appraisal
firm) yang independen. Metode yang digunakan oleh perusahaan penilai sangat
bervariasi akan tetapi pada umumnya metode tersebut mirip dengan penentuan
nilai dengan cara replacement cost,
yaitu biaya yang harus dikeluarkan seseorang untuk memperoleh atau membangun
suatu perusahaan atau aktiva yang mirip dengan aktiva atau perusahaan yang
ditawarkan.
Kelemahan metode ini adalah
mengabaikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau mengabaikan nilai
perusahaan yang berjalan terus (going concern).
(3) Stock Market Value. Pendekatan
ini dapat digunakan untuk perusahaan yang sahamnya terdaftar di suatu bursa
efek. Nilai perusahaan adalah kapitalisasi pasar atau jumlah saham perusahaan
yang beredar dikalikan harga pasar saham perusahaan saat ini. Biasanya
pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai suatu perusahaan yang relatif
besar. Kelemahan pendekatan ini adalah harga saham yang terbentuk dipasar
dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk faktor psikologis dan spekulasi.
Akibatnya harga saham belum tentu menunjukkan harga yang benar. (4) Cash flow Value, Pendekatan ini mirip
pendekatan menghitung nilai intrinsic
suatu sekuritas. Menurut pendekatan ini, nilai perusahaan adalah present value dari seluruh arus kas yang
dihasilkan oleh perusahaan tersebut sejak sekarang hingga seterusnya.
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa suatu bisnis akan berjalan terus (on going concern business).
Nilai perusahaan lazim
diindikasikan dengan Price To Book Value.
Price To Book Value yang tinggi akan
membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal ini juga menjadi
keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi
mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha and Taswan, 2002
dalam Hermuningsih dan Wardani, 2009:178). Rumus PBV adalah: (Hermuningsih dan
Wardani, 2009:178)
PBV = Harga Saham
Book Value
Sedangkan
rumus Book Value (BV) adalah:
BV = Total Ekuitas
Jumlah Saham Beredar
Price To
Book Value
atau PBV menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu
perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti pasar percaya akan prospek
perusahaan tersebut. Nilai Buku (Book
Value/BV) adalah rasio harga yang dihitung dengan membagi total aset bersih
(Aset - Hutang) dengan total saham yang beredar. Nilai perusahaan dapat dilihat
dari Price Book Value (PBV) yang
merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per lembar saham
(Ang, 1997 dalam Mulianti, 2010). Berdasarkan perbandingan tersebut, harga
saham perusahaan dapat diketahui berada di atas atau di bawah nilai bukunya. Oleh
karena itu, keberadaan PBV sangat penting bagi para investor untuk menentukan
strateginya.
METODE
Populasi
dalam penelitian ini adalah perusahaan Property And Real Estate yang go public di Bursa Efek Indonesia tahun
2008-2010 yang menampilkan laporan keuangan lengkap meliputi neraca, laporan
laba rugi dan catatan atas laporan keuangan. Pemilihan sampel dilakukan dengan
purposive, yaitu dengan melihat kelengkapan data laporan keuangan. Setiap
perusahaan akan diambil informasi berupa ada atau tidaknya kepemilikan
manajerial, harga pasar saham, jumlah saham beredar, total aktiva dan total
hutang selama 3 tahun yaitu 2008 -2010. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu mendapatkan data dari dokumen
berupa laporan keuangan dan laporan harga saham yang diperoleh dari BEI dan Publikasi Laporan Keuangan.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
uji beda rata-rata dua sample independen. Pengujian ini sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan dalam pengambilan
keputusan keuangan (diproksikan dengan kebijakan hutang) dan dalam pengambilan
keputusan bisnis (yang diproksikan dengan nilai perusahaan) antara perusahaan
dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Sebelumnya
dilakukan pemisahan kelompok perusahaan dengan kepemilikan manajerial (µ1) dan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial (µ2). Kemudian dihitung 2 variabel yang
diteliti yaitu kebijakan hutang dan nilai perusahaan berdasarkan definisi variable
tersebut di atas. Sehingga formulasi uji statistik dalam penelitian ini adalah
:
Ho : (µ1) =
(µ2)
Ho : (µ1) ≠
(µ2)
Pengujian
hipotesis penelitian menggunakan uji t dengan tingkat signifikan 5 %, sehingga
keputusan Ho diterima jika nilai sig > 5 %, dan Ho ditolak jika sig < 5%.
HASIL
Jumlah
perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sejumlah 112. Dari 112
perusahaan tersebut diidentifikasi prosentase kepemilikan manajerialnya. Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 63 perusahaan tidak terdapat
kepemilikan manajerial (0%) dan sebanyak 39 perusahaan yang terdapat
kepemilikan manajerial (tidak 0%). Hasil perhitungan variabel kebijakan hutang
dan nilai perusahaan untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial nampak pada hasil statistik deskriptif
pada tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Group Statistic
Keterangan
|
Kepemilikan
|
N
|
Mean
|
Sdt.Deviation
|
Std.
Error Mean
|
Kebijakan
Hutang
|
Tidak
ada
|
63
|
67.5846
|
71.31996
|
8.98547
|
|
Ada
|
39
|
38.5723
|
21.01825
|
3.36561
|
|
|
|
|
|
|
Nilai
Perusahaan
|
Tidak
ada
|
63
|
0.8757
|
0.91352
|
0.11509
|
|
Ada
|
39
|
792.8562
|
1491.92868
|
238.89978
|
Deskripsi
Kebijakan Hutang
Kebijakan hutang
diukur dengan rasio hutang (Debt to Total
Asset Ratio/DTA). Rasio total hutang dengan total aktiva yang biasa disebut
dengan rasio hutang (debt ratio)
mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Yang dimaksud
dengan hutang adalah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Sehingga semakin besar
rasio ini menunjukkan bahwa semakin
besar sumber dana yang berasaldari hutang. Hasil statistic deskriptif
menunjukkan bahwa rata-rata skor variable ini menunjukkan skor 67,58% untuk perusahaan dengan tanpa kepemilikan
manajerial. Dan 38,57% untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial (0%
kepemilikan saham oleh manajer) prosentase pendanaan dari eksternal berupa
hutang cenderung lebih tinggi dibanding perusahaan dengan kepemilikan
manajerial ( terdapat kepemilikan saham oleh manajer). Berarti untuk perusahaan
dengan tanpa kepemilikan manajerial lebih berani mengambil keputusan berhutang
dari kreditor dalam mendanai perusahaan. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Christiawan dan Tarigan (2007).
Deskripsi Nilai
Perusahaan
Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan Price To Book Value. Price To Book Value yang tinggi akan
membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal ini juga menjadi
keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi
mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Price To Book Value atau PBV menggambarkan seberapa besar pasar
menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti
pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut. Nilai Buku (Book Value/BV) adalah rasio harga yang
dihitung dengan membagi total aset bersih (Aset - Hutang) dengan total saham
yang beredar. Nilai perusahaan dapat dilihat dari Price Book Value (PBV) yang merupakan perbandingan antara harga
saham dengan nilai buku per lembar saham.
Hasil statistik deskriptif menunjukkan skor 0.87 untuk perusahaan dengan
tanpa kepemilikan manajerial dan 792.8 untuk perusahaan dengan kepemilikan
manajerial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa rata-rata perusahaan tanpa
kepemilikan manajerial memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dengan
perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Christiawan
dan Tarigan (2007).
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis
penelitian menggunakan uji t dengan tingkat signifikan 5 %, sehingga keputusan
Ho diterima jika nilai sig > 5 %, dan Ho ditolak jika sig < 5%. Berarti
jika Ho diterima artinya tidak terdapat perbedaan rata-rata kebijakan hutang
dan nilai perusahaan untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan
perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Sedangkan jika Ho ditolak berarti
terdapat perbedaan perbedaan rata-rata kebijakan hutang dan nilai perusahaan
untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan dengan
kepemilikan manajerial. Tabel berikut menunjukkan hasil uji t :
Tabel.2
Ringkasan Hasil Uji Hipotesis
Variabel
|
Skor Sig.(2-tail)
|
Uji Hipotesis
|
Kesimpulan
|
Kebijakan Hutang
|
0.015
|
Ho ditolak
|
Rata-rata kebijakan hutang
terdapat perbedaan
|
|
|
|
|
Nilai Perusahaan
|
0.00
|
Ho ditolak
|
Rata-rata nilai perusahaan
terdapat perbedaan
|
Dari
tabel 2 tersebut dapat dilihat skor Sig. (2-tail)
untuk kebijakan hutang adalah 0.016 dan nilai perusahaan 0.00. Hal ini berarti
untuk kebijakan hutang dan nilai perusahaan Ho ditolak, yang mengandung makna
bahwa hasil dalam penelitian ini terdapat perbedaan kebijakan hutang dan nilai
perusahaan untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa
kepemilikan manajerial.
PEMBAHASAN
Dari hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kebijakan hutang dan nilai
perusahaan untuk perusahaan dengan katagori terdapat kepemilikan manajerial dan
perusahaan dengan katagori tanpa kepemilika manajerial. Kebijakan hutang
merupakan keputusan keuangan yang diambil seorang manager perusahaan. Dengan
hasil skor variabel tersebut di atas membuktikan bahwa memang perusahaan dengan kepemilikan manajerial
lebih berhati-hati dalam kebijakan hutang. Kepemilikan manajerial menunjukkan
peran ganda seorang manajer, yaitu dia sebagai manager perusahaan dan sebagai
pemegang saham. Sehingga dia akan berperilaku dalam pengambilan keputusan
keuangan jangan sampai merugikan perusahaan, karena jika perusahaan mengalami
kesulitan keuangan apalagi sampai terjadi pailit maka dia sendiri yang akan
dirugigan dalam dua hal yaitu hilangnya insentif sebagai seorang manajer dan
hilangnya return sebagai pemegang saham bahkan dana yang diinvestasikan tidak
dapat kembali. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian terdahulu yaitu Christiawan dan Tarigan (2007), Soliha dan
Taswan (2002). Sedangkan peneliti yang hasilnya bertolak belakang dengan hasil
penelitian ini adalah Wahidahwati (2002). Demikian
juga dengan variabel nilai perusahaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antar perusahaan dengan kepemilikan managerial dan perusahaan tanpa
kepemilikan managerial. Nilai perusahaan berhubungan dengan keputusan bisnis
secara keseluruhan. Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan Price To Book Value atau nilai buku. Price To Book Value yang tinggi akan
membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal ini juga menjadi
keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan
kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Nilai
buku ini dapat digunakan sebagai batas aman dalam mengukur nilai perusahaan
untuk keperluan investasi, namun juga terdapat keterbatasan antara lain sebagia
besar asset perusahaan dinilai dalam nilai histories sehingga dapat menyebabkan
nilai jual asset jauh lebih tinggi disbanding dengan nilai bukunya. Selain itu
nilai buku sangat dipengaruhi oleh metode penyusutannya. (Christiawan dan
Tarigan, 2007). Dari hasil skor variable ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan
untuk katagori perusahaan dengan kepemilikan managerial lebih tinggi disbanding
dengan perusahaan dengan katagori tanpa kepemilikan manajerial. Hal ini
membuktikan bahwa seorang manajer yang sekaligus merupakan pemegang saham akan
lebih meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai
perusahaan maka akan meningkat pula nilai kekayaan secara individu sebagai
pemegang saham. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya
yaitu Christiawan dan Tarigan (2007) serta Soliha dan Taswan (2002).
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
Hasil pengujian dari penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam pengambilan
keputusan keuangan dan pengambilan keputusan bisnis secara keseluruhan untuk
perusahaan dengan katagori terdapat kepemilikan managerial dibanding dengan
perusahaan dengan katagori terdapat kepemilikan managerial. Hasil statistik
deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata skor variable kebijakan hutang
menunjukkan skor 67,58% untuk perusahaan dengan tanpa kepemilikan manajerial.
Dan 38,57% untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial (0% kepemilikan
saham oleh manajer) prosentase pendanaan dari eksternal berupa hutang cenderung
lebih tinggi dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial (terdapat
kepemilikan saham oleh manajer). Berarti untuk perusahaan dengan tanpa
kepemilikan manajerial lebih berani mengambil keputusan berhutang dari kreditor
dalam mendanai perusahaan.
Sedangkan
hasil statistik deskriptif untuk variable nilai perusahaan menunjukkan skor
0.87 untuk perusahaan dengan tanpa kepemilikan manajerial dan 792.8 untuk
perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
rata-rata perusahaan tanpa kepemilikan manajerial memiliki nilai yang lebih
rendah dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Hasil ini membuktikan bahwa seorang manajer
yang sekaligus merupakan pemegang saham akan lebih meningkatkan nilai
perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka akan meningkat
pula nilai kekayaan secara individu sebagai pemegang saham.
Saran
Dalam
penelitian ini saran lebih difokuskan terutama pada para pengusaha dan para
investor. Bagi para pengusaha yang akan memulai operasional perusahaan maupun
yang sudah mendirikan perusahaan, hasil penelitian ini dapat digunakan acuan
dalam menentukan kebijakan kepemilikan perusahaan bagi seorang manager atau
pengelola perusahaan. Demikian juga bagi para investor dalam menanamkan modalnya
dapat memperhatikan kepemilikan managerial suatu perusahaan, karena dengan
melihat hasil penelitian ini bahwa perusahaan yang terdapat kepemilikan
manajerialnya akan lebih berhati-hati dalam hal pengambilan keputusan keuangan
terutama yang berkaitan dengan pendanaan perusahaan dan lebih berusaha
meningkatkan nilai perusahaan untuk meningkatkan nilai kekayaan para pemegang
saham.
DAFTAR RUJUKAN
Atmaja,2008, Manajemen Keuangan, Edisi Keempat,
BPFE, Yagjakarta.
Christiawan dan
Tarigan, 2007, Kepemilikan Manajerial :
Kebijakan Hutang, Kinerja, dan Nilai Perusahaan , Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.9, No 1 Mei 2007.
Hardiningsih,
2011, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan dan
Kualitas Laba sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di BEI, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 4, No.3, November 2010.
Hendrikson,
1997, Teori Akuntansi, jilid 2, Penerbit Erlangga, Yogjakarta
Hermuningsih
dan Wardani, 2009, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nilai Perusahaan pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Malaysia dan Bursa Efek Indonesia,
Jurnal Siasat Bisnis Vol.13, No.2, Agustus 2009.
Imanta dan
Satwiko, 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepemilikan Manajerial,
Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.13, No.1 April 2011.
Lasfer, Meziane
and Faccio, Mara, 1999, Managerial Ownership, Board Structure and Firm Value
: The UK Evidance, http://ssrn.com/abstract =179008.
Mahadwartha,PA,
2003, Predictability Power of Devidend policy & Leverage Policy to
Managerial Ownership In Indonesia : An Agency Theory Perspective, http://ssrn.com
Mulianti, 2010,
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang dan Pengaruhnya
terhadap Nilai Perusahaan. Tesis Dipublikasikan. Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro
Rahmawati ,
2007, Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai
Perusahaan, Simposium Nasional Akuntansi X Makasar 26-28 Juli
Schroeder,
Richard G., MyrtleW.Clark, Jack M. Catey, 2001, Accounting Theory and
Analysis-Text Cases and Readings, 7th edition, John Wiley &Sons,Inc,
New York.
Soliha, Euis,
Taswan, September 2002, Pengaruh Kebijakan terhadap Nilai Perusahaan serta
Beberapa Faktor yang mempengaruhinya, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, STIE
STIKUBANK, Semarang.
Wahidahwati,
2002, Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada
Kebijakan Hutang Perusahaan : Sebuah Perspektif Theory Agency, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol 5, No. 1, Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan
Pendidik, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment