Thursday 9 April 2015

Program Bapak Angkat Dan Prestasi Usaha Kecil Sumatera Barat


Herri
John Edward

Abstract

Small and medium enterprise (SMEs) have played an important role in economic development either ini developed countries or in developing countries like Indonesia. SMEs will mainly contribute to the employment opportunities, technology transfer, and poverty reduction. Considering of their signigicant contribution  to the economic development, Indonesia government do have many policies and program to encourage SMEs develop and growth further. Program Bapak Angkat in one of measure adapted by Indonesia government to enhance SMEs performance by asking State owned company to provide assistance to SMEs in many ways; such as marketing opportunities, credit facility, training and promotion. The objective of this research is to find out the effectiveness of this program in improving the performance of SMEs in West Sumatera. There are 251 SMEs as the respondents of  this study coming from five municipalities in West Sumatera, they consist of 226 respondents that are not including in the program and 25 of them include in the program Bapak Angkat. Using descriptive analysis, this study found out that Bapak Angkat program does have contributed to the improvement of SMEs financial performance. Limitations and suggestions for future research are also mentioned this research

 

Keywords: Small and medium enterprise (SMEs), performance,  assistance government program, developing countries



LATAR BELAKANG
Salah satu bentuk kebijaksanan Pemerintah Republik Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil adalah melalui program kemitraan antara perusahaan umum milik negara dengan usaha kecil yang dikenal juga dengan program Bapak Angkat. Sistim ini dilakukan dengan mengharuskan perusahaan besar milik negara untuk memberikan bantuan pada perusahaan  kecil. Diantara bentuk bantuan yang diberikan adalah  bantuan modal, pemasaran, konsultasi, penelitian dan pengembangan (Departemen Koperasi dan Pembangunan  Perusahaan  Kecil Republik Indonesia, 1993).
            Program ini mewajibkan seluruh perusahaan milik negara untuk menjadi “Bapak” dari    perusahaan  kecil yang diangkat sebagai “Anak”. Program ini dilandasi oleh konsep kekeluargaan yang  hidup dalam budaya Indonesia. Suatu hal yang menarik dari sistim ini adalah bentuk hubungan dalam sistim ini  kadang kala  tidak semata dan sepenuhnya dilandasi  oleh perhitungan ekonomi seperti halnya dalam sistim sub kontrak (sub contracting) maupun bentuk hubungan keterkaitan perusahaan  kecil-besar lainnya. Pada sistim sub kontrak  seperti yang dipraktekkan oleh negara Jepang, Korea, Singapur dan Malaysia .
            Di Sumatera Barat sejak dilaksanakan program bapak angkat terdapat  sebanyak 31 buah perusahaan negara yang bergerak  dalam berbagai cabang produksi yang telah menjadi bapak angkat. Sedangkan yang menjadi anak angkat sebanyak 3,055 unit usaha perusahaan  kecil  yang bergerak dalam berbagai cabang usaha produksi (Departemen Perdagangan dan Perindustrian, 2002).       
            Dilihat dari bentuk bantuan yang harus diberikan  terlihat besarnya fungsi dan tanggung jawab yang  harus dimainkan oleh bapak angkat. Maka untuk itu keberhasilan  program juga tergantung pula pada ada tidaknya  Bapak Angkat  memiliki kemahiran sebagai konsultan,   tata kerja dan prosedur yang jelas yang menghendaki kesiapan  sumber daya manusia, organisasi maupun  dana.
            Sedikit sekali penelitian khusus  yang dilakukan untuk melihat hasil kerja pola pembangunan  ini  dibanding penelitian tentang kaitan perusahaan  kecil dengan perusahaan besar.  Beberapa penelitian tentang program ini kecuali penelitian Irda (1999), mengkaji sejauh mana pengaruh sistim bapak angkat terhadap prestasi usaha kecil, namun penelitiannya tersebut memiliki beberapa keterbatasan diantaranya jumlah sampel yang terbatas (114) buah perusahaan yang menjadi anak angkat pada cabang Makanan dan Kerajinan & Umum di dua Dati II di Sumatera Barat, sehingganya generalisasi hasil penelitian sangat rendah (Irda, 1999). Untuk itu  penelitian ini dilakukan sebagai jawaban terhadap keterbatasan penelitian Irda (1999) dengan jumlah sampel perusahaan kecil untuk beberapa bidang usaha dan daerah penelitian yang lebih luas sehingga hasil penelitian dengan topik keefektifan sistim bapak angkat lebih tinggi tingkat generalisasinya.  
Penelitian ini akan menjawab dua pertanyaan  utama yaitu (1) Bagaimana pengaruh sistim Bapak Angkat-Anak Angkat terhadap  prestasi perusahaan  kecil di Sumatera Barat ? (2) Adakah kesiapan bapak angkat dalam membina perusahaan kecil memberikan sumbangan terhadap peningkatan prestasi perusahaan anak angkat ? Diharapkan dari penelitian dapat menunjukkan (1) Keefektifan sistim bapak angkat-anak angkat dalam meningkatkan prestasi anak angkat (2) Faktor yang berperan dalam menunjang keberhasilan sistim bapak angkat sebagaimana juga faktor yang menghambat pencapaian tujuan berjalannya sistim. Harapannya penelitian ini dapat memberi pemahaman kepada berbagai pihak tentang pelaksanaan sistim kemitraan dipraktekkan dan factor yang perlu diperhatikan untuk membuat sistim ini lebih efektif.


KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
Usaha Kecil & Menengah dan Kebijaksanaan Pemerintah
            Indonesia mempunyai serangkaian peraturan dan undang-undang  khusus untuk membantu perusahaan  kecil. Dengan peraturan, undang-undang dan program perusahaan  kecil akan menerima bermacam bentuk  bantuan (Herri dan Irda, 2005).  Ada dua kelompok bentuk bantuan yang diberikan yaitu dalam bentuk  perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Bantuan perangkat lunak adalah bantuan dalam bentuk pemberian pelatihan, konsultan, pengarahan, pemberian informasi dan promosi usaha. Bantuan perangkat keras berupa bantuan keuangan dan fasilitas usaha (Syarif, 1988).

Faktor Penentu Prestasi Usaha Kecil dan Menengah
            Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi perusahaan  kecil diantaranya adalah  pengaruh faktor internal dan eksternal (Poh 1996). Keberhasilan tergantung dari kemampuan dalam mengelola kedua faktor ini melalui analisis faktor lingkungan serta pembentukan  dan pelaksanaan  strategi usaha.
            Faktor Internal termasuk didalamnya  sifat kewirausahaan yang dimiliki, kualitas  tenaga kerja, kemampuan pemasaran dan teknologi serta modal. Dalam program Bapak angkat berbagai pelatihan dan workshop dilakukan untuk meningkatkan  kemampuan pengelolaan usaha kccil termasuk di dalamnya pemasaran, kewirausahaan, produksi dan pengelolaan keuangan. Said (1991) menjelaskan dengan adanya peningkatan nilai kewirausahaan, kemampuan pemasaran, teknologi dan pengelolaan keuangan maka tentunya prestasi usaha kecil akan meningkat.
            Faktor eksternal meliputi lingkungan makro dan mikro yang terdiri dari keadaan ekonomi, sosial budaya, perobahan teknologi, undang-undang dan peraturan dan kebijaksanaan negara (Glueck 1989). Keberhasilan akan tercapai jika adanya kesesuaian antara faktor internal dengan faktor eksternal melalui penerapan cara yang tepat. Dalam konteks bantuan untuk perusahaan  kecil kesesuaian antara  keperluan perusahaan  kecil dengan bantuan yang diberikan merupakan  faktor kunci yang menjamin tercapainya tujuan pembangunan perusahaan  kecil.



HIPOTESIS         
Berdasarkan kerangka di atas maka hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah

Hipotesis 1: Prestasi antara perusahaan  kecil setelah menjadi anak angkat lebih tinggi        dibanding sebelum menjadi anak angkat
Hipotesis 2: Perusahaan yang menjadi anak angkat memiliki prestasi lebih tinggi   dibanding perusahaan yang tidak menjadi anak angkat

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian yang diadakan bersifat  penelitian evaluasi kebijaksanaan dengan lapangan (field research) melalui   survey. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitis yang mencoba menjelaskan dan menjawab pemasalahan berkaitan dengan keefektifan sistim Bapak angkat terhadap prestasi perusahaan  kecil di Sumatera Barat. 

Populasi dan Sampel Objek Penyelidikan

Populasi objek penelitian adalah unit perusahaan  kecil baik yang menjadi anak angkat maupun yang tidak menjadi anak angkat dan perusahaan yang menjadi Bapak angkat. Unit analisis penelitian adalah  perusahaan  kecil dan sebagai responden adalah pemiliknya.  Untuk mendapatkan generalisasi hasil penelitian yang tinggi maka perlu diperhatikan berbagai faktor diantaranya tingkat kesalahan,  dan  jumlah populasi (Sekaran, 2000). Sekaran (2000) telah mencoba membuat hubungan antara jumlah populasi dan tingkat  kesalahan dengan sampel yang dianggap mewakili, misalnya untuk populasi sejumlah 10.000 maka sampelnya adalah 368. Penelitian ini akan mendasarkan penentuan jumlah sampel yang dikemukakan oleh Sekaran (2000) tersebut di atas.

Kriteria Sampel Penelitian

Kriteria pemilihan sampel yang digunakan bagi  sampel bukan  anak angkat adalah disyaratkan telah berdiri sejak tiga  tahun yang lalu dan untuk usaha yang menjadi anak angkat disyaratkan juga untuk telah menjadi anak angkat minimal sejak tiga tahun yang lalu. Syarat ini dikemukakan karena untuk penilaian prestasi digunakan data historis  tentang  pertumbuhan penjualan, jumlah tenaga kerja, dan lingkup pemasaran.

Pengukuran Variabel

Prestasi Perusahaan Kecil

            Diantara indikator prestasi yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu dalam menilai prestasi usaha kecil adalah  pertumbuhan assets, penjualan dan lingkup pemasaran (Harahap, 1994), sebagaimana juga   peningkatan jumlah tenaga kerja,  volume produksi, tingkat keuntungan, dan tingkat pengembalian modal (Perry, 2001). Berdasarkan kondisi usaha kecil di Indonesia yang tidak memiliki pembukuan dan catatan yang teratur menyulitkan untuk mendapatkan data keuangan maka  indikator variabel prestasi perusahaan kecil untuk penelitian adalah indikator yang bukan bersifat keuangan (Tambunan, 2000).  Dalam hal ini penunjuk prestasi yang digunakan untuk melihat prestasi perusahaan  kecil sebagai variabel tidak bebas adalah : 
a.     Penyerapan tenaga kerja yang dilihat dari besarnya kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerja.
b.     Penjualan, peningkatan penjualan dilihat dari persen  kenaikan penjualan setiap tahun dari sampel yang diamati,
c.     Lingkup pemasaran, dilihat dengan membandingkan lingkup pemasaran produk usaha kecil sebelum dan setelah menjadi anak angkat
Prestasi diukur dengan menggunakan rata-rata kenaikan setiap indikator dalam tiga tahun terakhir.

Kesiapan Bapak Angkat

            Kesiapan bapak angkat dilihat dari program pembangunan apakah sesuai dengan keperluan anak angkat, adanya pemantauan terhadap program pembangunan, kualitas tenaga pembina dan organisasi khusus untuk membina usaha kecil.

Metode Pengambilan Data                       

            Data primer akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioer yang akan disusun sedemikian rupa untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian. Sementara data sekunder akan diperoleh dari laporan dan catatan dari berbagai instansi.

Metode Analisis

Setelah informasi diperoleh maka dilakukan analisis data yang menggunakan paket program SPSS-PC.  Alat uji statistik yang digunakan adalah: Statistik Deskriptif, yaitu peralatan statistik yang digunakan untuk menjelaskan rata-rata, frekuensi dan persen informasi yang diperlukan

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menganalisis relevansi program pembinaan usaha kecil melalui sistem bapak angkat dengan prestasi perusahaan yang menjadi anak angkat di Sumatera Barat. Data yang digunakan diperoleh melalui penelitian yang melibatkan responden dari 226 usaha kecil yang bukan anak angkat dan sebanyak 25 perusahaan anak angkat serta 3 perusahaan yang menjadi bapak angkat.

Karakteristik Sampel
Sampel penelitian berjumlah 226 buah perusahaan usaha kecil yang bukan anak angkat dan 25 perusahaan yang menjadi anak angkat serta sebanyak 3 buah perusahaan yang menjadi bapak angkat. Perusahaan sampel berasal dari kabupaten dan kota dalam wilayah Propinsi Sumatera Barat. Karakteristik perusahaan sampel meliputi lokasi, bidang usaha, bentuk badan hukum perusahaan, sumber modal awal, cara memulai usaha, prestasi usaha, metode penjualan, metode promosi, perbandingan harga dan keikutsertaan dalam pelatihan. Sedangkan pemilik atau pimpinan usaha kecil yang menjadi responden penelitian ini ditemukan karakteristik khusus seperti usia, pendidikan, status perkawinan, jenis kelamin dan status dalam keluarga.

Usia Responden
Tabel  berikut ini memperlihatkan usia responden dari usaha kecil yang menjadi anak angkat dari perusahaan lain yang diteliti.

Tabel 1 Usia Responden Sampel Penelitian

Usia Responden

Anak Angkat

Bukan Anak Angkat
Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif
Frekuensi
%
Persentase Kumulatif

        19 – 25

0
0
0
19
8,4
8,4
26 – 35
4
16
16
60
26,7
35,1
36 – 45
11
44
60
79
35,1
70,2
46 – 55
7
28
88
42
18,7
88,9
56 – 65
3
12
100
19
8,4
97,3
66 – 75
0
0
0
6
2,7
100
Total
25
100

225
100

       Sumber data primer (diolah)

Dari tabel di atas terlihat bahwa usia pemilik dan atau pimpinan usaha kecil sangat heterogen. Sebagian besar responden (44%) yang berasal dari perusahaan anak angkat berusia antara 36 – 45 tahun. Responden paling tua yang memimpin perusahaan anak angkat berusia 25 tahun dan paling tua berusia 62 tahun. Pimpinan perusahaan yang tidak merupakan anak angkat dari perusahaan lain lebih dari sepertiganya (35,1%) berusia antara 36–45  tahun. Fenomena yang menarik adalah bahwa pimpinan dan atau pemilik perusahaan yang tidak atau belum menjadi anak angkat 26,7 persennya masih berusia muda yaitu 26 samapi 35 tahun, selanjutnya juga ada pimpinan dan atau pemilik perusahaan yang telah berusia tua antara 66 sampai 75 tahun. 

Pendidikan
Pendidikan formal yang diselesaikan oleh responden dijelaskan oleh tabel  di bawah ini.
Tabel 2

Pendidikan Formal Responden

Pendidikan Responden

Anak Angkat

Bukan Anak Angkat
Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif
Frekuensi
%
Persentase Kumulatif

Sekolah Dasar

4
16
16
28
12,4
12,4
Sekolah Menengah
20
80
96
127
56,2
68,8
Akademi/Diploma/Sarjana
1
4
100
71
31,4
100
Total
25
100

226
100

         Sumber data primer (diolah)

Secara umum tingkat pendidikan responden baik yang berasal dari perusahaan anak angkat maupun perusahaan yang bukan anak angkat sama. Artinya pendidikan mereka pada paling banyak (80% dan 56,2%) adalah sekolah menengah yang terdiri dari sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah kejuruan. Walaupun persentase yang hanya berpendidikan sekolah dasar sama-sama paling kecil, namun untuk tingkat akademi/diploma/sarjana pimpinan dan atau pemilik perusahaan bukan anak angkat lebih besar. Perbandingan keduanya relatif berbeda jauh, yaitu 4% dan 31,4%.
Jenis Kelamin
Dari 25 responden anak angkat dan 226 responden dari perusahaan yang bukan anak angkat punya perbandingan yang relatif memadai yaitu masing-masing 60 : 40 dan 70 : 30. Tabel 3. memperlihatkannya secara lebih lengkap.

Tabel 3 Jenis Kelamin Responden

Gender

Anak Angkat

Bukan Anak Angkat
Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif
Frekuensi
%
Persentase Kumulatif

Laki-laki

15
60
60
157
69,5
69,5
Perempuan
10
40
100
69
30,5
100
Total
25
100

226
100

       Sumber data primer (diolah)

Tahun Pendirian Perusahaan 
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa dri 25 sampel perusahaan yang termasuk anak angkat, 40% di antaranya didirikan antara tahun 1991-2000 bahkan seperlima (20%) dari perusahaan anak angkat masih berusia di bawah 5 tahun, artinya didirikan antara tahun 2001-2004.  Perusahaan yang bukan anak angkat serta menjadi sampel dalam penelitian ini sebagian besar (42,2%) berdiri antara tahun 1991-2000 disusul dengan perusahaan yang berdiri antara 1981-1990 dengan persentase mencapai 22,9%. Ada fenomena yang menarik, bahwa terdapat perusahaan bukan anak angkat yang didirikan pada tahun 1913. Data selengkapnya dijelaskan dalam tabel  berikut ini.

Tabel 3 Tahun Pendirian Perusahaan Sampel

Tahun Pendirian

Anak Angkat

Bukan Anak Angkat
Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif
Frekuensi
%
Persentase Kumulatif

Sebelum 1960

0
0
0
9
4
4

1961 – 1970

0
0
0
4
1,8
5,8
1971 – 1980
2
8
8
25
11,2
17
1981 – 1990
8
32
40
51
22,9
39,9
1991 – 2000
10
40
80
94
42,2
82,1
2001 – 2004
5
20
100
40
17,9
100
Total
25
100

223
100

       Sumber data primer (diolah)

Bidang Usaha
Bidang usaha perusahaan anak angkat yang menekuni bidang industri rumah tangga mencapai angka 44 persen dari total responden disusul dengan bidang peternakan (28%) dan bidang jasa sebesar 16%. Tabel 3. memperlihatkan gejala tersebut.

Tabel 3  Bidang Usaha Perusahaan Sampel

 Bidang Usaha

Anak Angkat

Bukan Anak Angkat
Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif
Frekuensi
%
Persentase Kumulatif

Industri Rumah Tangga

11
44
44
48
21,3
21,3

Perdagangan

1
4
48
44
19,6
40,9
Jasa
4
16
64
57
25,3
66,2
Peternakan
7
28
82
2
0,9
67,1
Perkebunan
1
4
86
2
0,9
68
Lainnya
1
4
100
72
32
100
Total
25
100

225
100

       Sumber data primer (diolah)

Perusahaan bukan anak angkat yang menjadi sampel sebanyak 32% tergolong di luar bidang industri rumah tangga, perdagangan, jasa, peternakan dan perkebunan. Selanjutn ya disusul oleh perusahaan yang menggeluti bidang jasa sebesar 25,3% dan industri rumah tangga sebanyak 21,3 serta bidang perdagangan sekitar 19,6 persen dari total responden bukan anak angkat.

Cara Memulai Usaha
Ada berbagai cara untuk memulai usaha, sebagian besar yaitu 71,4 persen (20 dari 25 pengusaha) memulai usahanya sendiri dari awal. Sepuluh persen lainnya melanjutkan usaha yang telah di mulai oleh orang tua mereka, artinya mereka menjalankan usaha yang merupakan warisan dari orang tua. Sangat sedikit sekali dari perusahaan sampel yang memulai usaha dengan cara bergabung bersama teman mendirikan usaha bersama, jumlahnya hanya 3,6% saja. Tidak ada yang memulai usaha dengan membeli perusahaan yang telah ada kemudian melanjutkan sesuai dengan gaya dan manajemen sendiri.
Berbeda dengan perusahaan sampel yang menjadi anak angkat, perusahaan sampel yang bukan anak angkat 4,4 persen di antaranya memulai dengan membeli perusahaan lain atau perusahaan yang telah ada. Akan tetapi perusahaan-perusahaan non anak angkat ini juga memulai usaha sendiri dari awal, jumlah perusahaan sampel yang memilih cara ini mencapai hampir 75%. Selanjutnya 15% merupakan perusahaan warisan dari orang tua dan 5,8% merupakan perusahaan bersama yang didirikan bergabung antara pimpinan perusahaan sekarang dengan teman-temannya. Tabel 4 di bawah memperlihatkan fenomena ini secara lebih detail.

Tabel  4 Cara Memulai Usaha Perusahaan Sampel

Cara Memulai Usaha

Anak Angkat

Bukan Anak Angkat
Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif
Frekuensi
%
Persentase Kumulatif

Warisan orang tua

3
12,5
12,5
34
15
15

Membeli yang sudah ada

0
0
12,5
10
4,4
19,4
Memulai dari awal
20
83,3
95,8
169
74,8
94,2
Bergabung dengan rekan
1
4,2
100
13
5,8
100
Total
24
100

226
100

       Sumber data primer (diolah)

Volume Penjualan
Salah satu parameter penting kemajuan usaha adalah peningkatan volume penjualan dari barang dan jasa yang dihasilkan. Dalam berikut. di bawah ini dapat dijadikan bahan untuk menganalisa parameter tersebut.

Tabel 5 Rata-rata Volume Penjualan Perusahaan Sampel
Status
Rata-Rata Penjualan (Rp. 000,-)
1999
2000
2001
2002
2003

Anak angkat
163.106.250
345.861.111

353.423.684

97.220.000

106.370.000

Bukan
Anak angkat
251.171.043
253.706.039

328.105.000

331.638.621

378.439.466

 Sumber data primer (diolah)

Dari sisi penjualan, perbandingan prestasi perusahaan anak angkat dengan perusahaan bukan anak angkat menunjukkan kondisi yang berfluktuasi dalam lima tahun jangka waktu analisa. Rata-rata penjualan perusahaan anak angkat dalam dua tahun dari lima tahun waktu analisa lebih tinggi daripada rata-rata penjualan perusahaan yang bukan merupakan anak angkat. Sebaliknya dari lima tahun tersebut, tiga tahun diantaranya rata-rata penjualan perusahaan yang bukan anak angkat lebih tinggi daripada perusahaan anak angkat.
Nilai nominal penjualan perusahaan anak angkat paling rendah adalah Rp. 5.500.000,- sedangkan perusahaan non anak angkat Rp. 400.000,- akan tetapi nilai nominal penjualan paling tinggi (maksimal) dari perusahaan non anak angkat jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang menjadi anak angkat, yaitu Rp. 25,2 milyar dan Rp. 4,9 milyar. Data selengkapnya tentang penjualan maksimal dan minimal terdapat dalam tabel berikut :


Tabel Volume Penjualan Maksimal dan Minimal

Perusahaan Sampel


Status
Penjualan (Rp. 000,-)
1999
2000
2001
2002
2003

Anak angkat
Maksimal :
1.164.000.000 Minimal :
6.000.000
Maksimal :
4.500.000.000
Minimal :
6.500.000
Maksimal :
4.900.000.000
Minimal :
6.000.000
Maksimal :
480.000.000
Minimal :
5.700.000
Maksimal :
480.000.000
Minimal :
5.500.000

Bukan
Anak angkat
Maksimal :
5.400.000.000
Minimal :
400.000
Maksimal :
5.400.000.000
Minimal :
400.000
Maksimal :
12.000.000.000
Minimal :
400.000
Maksimal :
15.000.000.000
Minimal :
400.000
Maksimal :
25.200.000.000
Minimal :
400.000
 Sumber data primer (diolah)

Perbedaan nilai penjualan dalam lima tahun terakhir dari perusahaan sampel berhubungan dengan metode dan strategi pemasaran. Perusahaan anak angkat dibantu oleh perusahaan bapak angkat dalam memasarkan produk yang dihasilkan, sedangkan perusahaan yang bukan anak angkat memasarkan sendiri produk yang mereka hasilkan. Metode pemasaran yang digunakan juga beragam, mulai dari penjualan lansung sampai dengan menggunakan jalur pemasaran tertentu.

Jumlah Tenaga Kerja
Salah satu peran penting dunia usaha adalah menyerap tenaga kerja yang ada di daerah. Badan usaha yang pantas memperoleh prioritas pengembangan adalah badan usaha yang mampu menyerap tenaga kerja secara luas. Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan yang menjadi anak angkat tidak jauh berbeda dengan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan yang bukan anak angkat dari perusahaan lain. Rata-rata tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan sampel adalah sebanyak 6 orang. Perbedaan yang signifikan adalah dalam hal penyerapan tenaga kerja maksimal oleh perusahaan, jika penyerapan tenaga kerja minimal adalah sama-sama satu orang, maka penyerapan tenaga kerja maksimal sangat jauh berbeda. Tenaga kerja maksimal yang dapat diserap oleh perusahaan anak angkat adalah 16 orang, sedangkan perusahaan yang bukan menjadi anak angkat mampu menyerap tenaga kerja sampai dengan 75 orang. Penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan sampel dijelaskan dalam tabel di bawah ini :

Tabel Penyerapan Tenaga Kerja oleh Perusahaan Sampel
Status
Keterangan
Penyerapan Tenaga Kerja (orang)
1999
2000
2001
2002
2003

Anak angkat
Plg Banyak 
16
16
16
16
16
Plg sedikit
1
1
1
1
1
Rata-rata
6
6
6
6
6

Bukan anak angkat
Plg Banyak
75
75
75
75
75
Plg sedikit
1
1
1
1
1
Rata-rata
6
6
6
6
6
    Sumber data primer (diolah)

Perbedaan kemampuan menyerap tenaga kerja oleh perusahaan sampel berhubungan dengan skala usaha perusahaan tersebut. Karena pada umumnya perusahaan yang menjadi anak angkat adalah perusahaan yang skala usahanya relatfi lebih kecil dari perusahaan yang bukan anak angkat, artinya selama ini kecendrungan yang terjadi adalah perusahaan bapak angkat cendrung lebih senang memilih usaha yang skalanya relatif lebih kecil. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh prefference atau selera dari para pengelola perusahaan yang akan menjadi bapak angkat akan tetapi juga disebabkan oleh ketentuan tentang parameter usaha kecil dan menengah yang dapat dijadikan anak angkat. Parameter usaha kecil dan menengah (UKM) ini beragam berdasarkan instansi yang membuat kriteria tersebut, misalnya BPS (Biro Pusat Statistik), Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Koperasi, BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Bank Indonesia dan sebagainya.

Harta
Dalam kekayaan atau harta yang dimiliki oleh perusahaan sampel, tabel berikut memberikan gambaran hal itu :
Tabel Nilai Harta Perusahaan Sampel
Status
Keterangan
Nilai Harta  (000)
1999
2000
2001
2002
2003






Anak angkat
Plg Tinggi
250.000
250.000
260.000
260.000
260.000
Plg sedikit
5.000
5.000
7.000
7.000
7.000
Rata-rata
54.639,4
53.868,9
56.979,4
49.865,5
46.752,1







Bukan anak angkat
Plg Tinggi
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
5.000.000
Plg sedikit
750
750
750
750
750
Rata-rata
192.062
192.062
192.062
192.062
192.062
Sumber data primer (diolah)

Ternyata nilai kekayaan perusahaan anak angkat secara rata-rata jauh di bawah perusahaan non anak angkat dengan perbandingan sekitar 1 : 4. Nilai kekayaan paling tinggi dari perusahaan anak angkat hanya sekitar 5% dari nilai maksimal kekayaan perusahaan bukan anak angkat. Akan tetapi secara akumulatif, nilai kekayaan atau harta kekayaan perusahaan non angkat berada di bawah nilai kekayaan minimal dari usaha kecil yang menjadi anak angkat.
Perbandingan nilai kekayaan atau aset perusahaan anak angkat dengan usaha bukan anak angkat yang berbeda ini berhubungan dengan skala usaha sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, dimana perusahaan yang ‘dipilih’ menjadi anak angkat biasanya adalah perusahaan yang skala usahanya relatif lebih kecil. Hal ini terjadi karena adanya asumsi bahwa perusahaan yang skala usahanya lebih kecil relatif lebih terkebelakang sehingga membutuhkan dampingan dan dukungan dari perusahaan bapak angkat.

Keuntungan
Tujuan akhir dari sebuah unit usaha adalah keuntungan. Sukses atau tidaknya sebuah usaha dapat dilihat dari parameter keuntungan yang diperoleh dalam jangka operasional tertentu. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat keuntungan yang didapat oleh perusahaan anak angkat jauh di bawah tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan non anak angkat. Poisisi keuntungan yang didapat oleh perusahaan sampel dari operasionalisasi perusahaan dalam lima tahun jangka waktu analisa diperlihatkan oleh tabel  di bawah ini.

Tabel Keuntungan Perusahaan Sampel 1999-2003
Status
Keterangan
Keuntungan  (000)
1999
2000
2001
2002
2003

Anak angkat
Plg Banyak
290.000
291.000
294.000
140.000
160.000
Plg sedikit
2.925
2.500
3.000
2.160
3.000
Rata-rata
41.406
41.647
42.034,4
29.179,4
29.560,2








Bukan anak angkat
Plg Banyak
1.800.000
2.940.000
4.200.000
5.250.000
4.620.000
Plg sedikit
40
40
40
40
40
Rata-rata
54.571,1
71.553,7
79.164,4
75.382,5
78.656,6
Sumber data primer (diolah)

Keuntungan maksimal yang dapat diperoleh oleh perusahaan anak angkat jauh di bawah keuntungan yang bisa didapatkan oleh perusahaan non anak angkat. Perbandingannya bahkan mencapai 1 : 6 akan tetapi keuntungan minimal yang diperoleh perusahaan anak angkat lebih besar daripada yang didapatkan oleh perusahaan non anak angkat. Begitu juga secara kumulatif, rata-rata keuntungan usaha kecil dan menengah yang menjadi anak angkat lebih besar daripada rata-rata keuntungan perusahaan non anak angkat. Hal ini berhubungan dengan skala usaha, volume penjualan dan berbagai kondisi sebagaimana telah digambarkan pada bagian terdahulu.

Pengawasan dan Evaluasi
Perusahaan anak angkat yang memperoleh bantuan dari bapak angkat ditanyakan sikap mereka tentang perlu atau tidaknya dilakukan pengawasan dan evaluasi oleh perusahaan bapak angkat. Data yang diperoleh dicantumkan dalam di bawah ini:

Tabel Sikap Responden Terhadap Perlu atau Tidaknya Dilakukan
Pengawasan dan Evaluasi oleh Bapak Angkat

Sikap

Anak Angkat

Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif

Sangat tidak setuju

1
4
4

Tidak setuju

3
12
16

Netral

3
12
28

Setuju

15
60
88

Sangat setuju

3
12
100
Total
25
100

Sumber data primer (diolah)

Sebanyak 60% perusahaan anak angkat menyetujui adanya pengawasan dan evaluasi oleh bapak angkat kepada perusahaan anak angkat atas berbagai bantuan yang diberikan. Sebanyak 12% perusahaan anak angkat menyatakan sangat setuju dilakukan kegiatan tersebut. Ada juga perusahaan anak angkat yang tidak setuju dilakukan pengawasan dan evaluasi, jumlah mereka sebanyak 12% dari sampel, jumlah ini sama dengan mereka yang menyatakan netral. Kondisi yang menarik adalah ketika ada perusahaan anak angkat yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap evaluasi dan pengawasan, barangkali ini adalah salah satu bentuk kecemasan tidak dapat kebebasan dalam menjalankan usaha mereka.

Program Pembinaan dari Bapak Angkat
Dari penelitian ini ditemukan bahwa ternyata masalah pasar dan modal bukanlah masalah utama yang dihadapi oleh usaha kecil, ada beberapa kendala lain yang dihadapi oleh perusahaan anak angkat. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh dari sampel ketika dintanyakan program pembinaan yang mereka ingin dapatkan dari perusahaan bapak angkat sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :

Tabel Program Pembinaan dari Perusahaan Bapak Angkat yang Diinginkan atau Dibutuhkan oleh Perusahaan Anak Angkat

Program Dibutuhkan

Anak Angkat

Bukan Anak Angkat
Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif
Frekuensi
%
Persentase Kumulatif

Pembinaan kontiniu

2
10,5
10,5
0
0
0

Bantuan modal

2
10,5
21,1
0
0
0

Pelatihan

10
52,6
73,3
0
0
0

Promosi

1
5,3
78,9
0
0
0

Teknologi baru

2
10,5
89,5
0
0
0

Mencarikan pasar

2
10,5
100



Total
19
100

0
0
0
Sumber data primer (diolah)

Selanjutnya permasalahan inilah yang selayaknya dijadikan program oleh perusahaan bapak angkat. Sebagaimana pertanyaan tentang pengawasan dan evaluasi, pertanyaan ini tidak dintanyakan kepada perusahaan yang tidak menjadi anak angkat. 

Kesesuaian Program Pembinaan dengan Kebutuhan UKM
Perusahaan anak angkat ditanyakan tentang kesesuaian antara program pembinaan yang diberikan oleh perusahaan bapak angkat dengan kebutuhan perusahaan anak angkat. Sebanyak 40% perusahaan yang menjadi anak angkat menganggap program pembinaan yang diberikan oleh perusahaan yang menjadi bapak angkat mereka telah sesuai dengan kebutuhan perusahaan mereka bahkan 36% yang lainnya menyatakan sangat sesuai atau sangat setuju bahwa program tersebut telah sesuai. Hanya sekitar 16% perusahaan anak angkat yang menyatakan belum sesuai dan sisanya sebanyak 8% tidak menyatakan sikap artinya belum dapat mengambil kesimpulan tentang kesesuaian antara program pembinaan yang diberikan oleh perusahaan bapak angkat dengan program yang dibutuhkan oleh perusahaan anak angkat.
Ketidaksesuaian ini juga dipengaruhi oleh bidang yang menjadi fokus pekerjaan usaha kecil dan menengah yang menjadi anak angkat dengan bidang usaha perusahaan bapak angkat. Jika bidang pekerjaan di antara keduanya tidak ada hubungan yang erat, logikanya perusahaan program pembinaan yang diberikan oleh perusahaan bapak angkat juga akan terbatas, terutama dalam hal pemasaran produk. Padahal masalah pemasaran adalah salah satu kebutuhan penting bagi UKM mitra (anak angkat). Respon yang diberikan oleh perusahaan anak angkat terhadap kesesuai program pembinaan ini terdapat dalam tabel berikut :

Tabel Kesesuaian Program Pembinaan dari Perusahaan Bapak Angkat yang Diinginkan atau Dibutuhkan oleh Perusahaan Anak Angkat

Kesesuaian Program Pembinaan

Sikap Perusahaan Anak Angkat

Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif

Tidak Setuju

4
16
16

Netral

2
8
24

Setuju

10
40
64

Sangat Setuju

9
36
100
Total
25
100

        Sumber data primer (diolah)

Kemampuan Melakukan Pembinaan dan Evaluasi
Perusahaan bapak angkat mempunyai kemampuan yang beragam dalam melaksanakan program kemitraan dengan usaha kecil dan menengah yang menjadi anak angkat binaannya. Kemampuan perusahaan bapak angkat dalam melakukan pembinaan juga dinilai oleh UKM binaan, penilaian tersebut terangkum dalam tabel berikut ini :
Tabel Kemampuan Perusahaan Bapak Angkat Melakukan Pembinaan Menurut UKM Mitra (Anak Angkat)

Bapak Angkat Mampu Membina

Sikap Perusahaan Anak Angkat

Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif

Tidak Setuju

2
8,3
8,3

Netral

12
50
58,3

Setuju

9
37,5
95,8

Sangat Setuju

1
4,2
100
Total
24
100

        Sumber data primer (diolah)

Setengah dari responden tidak dapat memberikan kesimpulan tentang kemampuan tenaga pembina dari perusahaan bapak angkat memberikan binaan dan bimbingan serta pendampingan kepada perusahaan anak angkat. Hampir setengahnya lagi (41,7%) menyatakan bahwa tenaga pembina dari perusahaan bapak angkat telah mampu memberikan bimbingan dan pembinaan. Sisanya sebanyak 8,3% perusahaan anak angkat menganggap tenaga pembina dari perusahaan bapak angkat tidak mampu memberikan bimbingan dan pembinaan kepada mereka. Beragamnya penilaian ini tentunya berdasarkan pengalaman dari UKM anak angkat sebagai binaan dari perusahaan yang lebih besar yang menjadi bapak angkatnya.
Berdasarkan hal di atas dapat dipahami kenapa prestasi UKM mitra yang menjadi anak angkat berada di bawah prestasi UKM bukan anak angkat dengan berbagai parameter sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Masalahnya adalah penilaian dari UKM anak angkat sendiri terhadap kemampuan (atau kemauan?) perusahaan bapak angkat sendiri untuk memberikan pendampingan dan bimbingan dengan sungguh-sungguh, sistematis, terencana dan berkelanjutan.
Salah satu parameter penting dari keseriusan atau kesungguhan pembinaan dari perusahaan bapak angkat adalah pelaksanaan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja UKM mitra yang menjadi anak angkat. Penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan pengawasan dan evaluasi oleh perusahaan bapak angkat terhadap kinerja dan produktifitas serta prestasi perusahaan anak angkat justru cukup signifikan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel. Pelaksanaan Pengawasan dan Evaluasi oleh Bapak Angkat

Bapak Angkat Telah Melakukan Monev*

Sikap Perusahaan Anak Angkat

Frekuensi
%
Persentase
Kumulatif

Tidak Setuju

2
8,3
8,3

Netral

12
50
58,3

Setuju

9
37,5
95,8

Sangat Setuju

1
4,2
100
Total
24
100

  Sumber data primer (diolah)
     * Monev = Monitoring (Pengawasan) dan Evaluasi

Lebih dari setengah responden dari UKM mitra yang menjadi anak angkat menganggap bahwa perusahaan bapak angkat telah melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja, produktifitas dan prestasi UKM binaannya akan tetapi prestasi UKM binaan tersebut tetap berada di bawah UKM yang tidak menjadi anak angkat. Hal ini memberikan pemahaman bahwa pengawasan dan evaluasi yang telah dilakukan tersebut tidak diikuti dengan tindak lanjut berdasarkan pengawasan dan evaluasi yang telah dilakukan. Pengawasan dan evaluasi tanpa tindak lanjut (follow up) adalah sia-sia.

Kondisi Perusahaan Sebelum dan Sesudah Program
Kondisi UKM mitra yang menjadi anak angkat sebelum dan sesudah dilakukan program pembinaan melalui program bapak angkat ini dinilai dengan menggunakan 4 parameter yaitu volume penjualan, penyerapan tenaga kerja, tingkat keuntungan dan nilai harta atau kekayaan yang dimiliki.
Dari sisi penjualan, UKM mitra mengalami peningkatan rata-rata penjualan minimal dari Rp. 5 juta menjadi minimal Rp. 6 juta serta tingkat penjualan paling tinggi (maksimal) meningkat dari Rp. 410 juta menjadi Rp. 450 juta per tahun. Rata-rata penjualan per tahun meningkat dari Rp. 62.720.000,- menjadi Rp. 93.570.000,-
Dalam hal penyerapan tenaga kerja juga terjadi peningkatan, baik dari segi tenaga kerja minimal yang dipekerjakan, jumlah tenaga kerja paling banyak yang diserap dan rata-rata tenaga kerja yang bekerja di UKM mitra anak angkat. Selanjutnya dilihat nilai keuntungan yang dapat diperoleh UKM yang menjadi anak angkat, terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal tingkat keuntungan minimal, keuntungan maksimal dan rata-rata keuntungan dalam lima tahun jangka waktu analisa.
Parameter terakhir yang dinilai adalah nilai kekayaan atau harta dari perusahaan yang menjadi anak angkat. Harta kekayaan perusahaan anak angkat meningkat secara rata-rata dari kondisi sebelum dilakukannya program pembinaan oleh perusahaan bapak angkat. Kondisi perusahaan UKM anak angkat pada saat belum mengikuti program dengan kondisi pada waktu setelah mengikuti program ditampilkan dalam tabel di bawah ini :

Tabel
Kondisi Perusahaan Sebelum dan Sesudah Program

Program Dibutuhkan

Sebelum Program

Setelah Program
Maksimal
Minimal
Rata
rata
Maksimal
Minimal
Rata
rata

Penjualan

(Rp.000)

410.000
5.000
62.720
450.000
6.000
93.750

Tenaga Kerja (Orang)

5
12
5
2
16
6

Keuntungan

(Rp.)

82.000
1.000
13.505,5
269.000
2.000
36.056,3

Harta

(Rp.) 

300.000
44.000
44.550
310.000
6.000
50.189,6
Sumber data primer (diolah)

Prestasi perusahaan anak angkat yang dinilai dengan menggunakan 4 parameter yaitu volume penjualan, penyerapan tenaga kerja, keuntungan yang diperoleh dan harta yang dimiliki, semua perusahaan peserta program menunjukkan peningkatan. Akan tetapi jika dibandingkan prestasi perusahaan anak angkat dengan perusahaan non anak angkat, diperoleh informasi bahwa perusahaan bukan anak angkat lebih unggul dalam semua parameter.

Penilaian Perusahaan Bapak Angkat
Perusahaan bapak angkat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang mempunyai kantor cabang di Sumatera Barat dengan jumlah karyawan rata-rata sebanyak 31 orang. Anggaran dana yang dialokasikan untuk program kemitraan dengan UKM anak angkat rata-rata sebesar Rp. 250 juta. Program pembinaan anak angkat ini tidak memerlukan lembaga khusus di internal perusahaan akan tetapi terangkum dalam PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan).
Dalam menentukan UKM yang akan dibina menjadi anak angkat, perusahaan bapak angkat mempertimbangkan perkembangan dan prospek usaha calon anak angkat, memiliki persayaratan dan izin yang lengkap, adanya keterkaitan produksi antara anak angkat dengan bapak angkat serta berdasarkan rekomendasi dari institusi pembina industri kecil.
Tenaga yang diberi tugas untuk melakukan pembinaan terhadap UKM anak angkat dipilih berdasarkan jabatan di kantor tersebut, selanjutnya juga mempertimbangkan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kegiatan pembinaan (misalnya sarjana ekonomi), berdasarkan minat yang bersangkutan terhadap masalah UKM dan ada juga yang ditunjuk begitu saja.
Kegiatan utama yang dilakukan sebagai agenda pembinaan UKM anak angkat  adalah pemberian kredit (pinjaman modal), pelatihan dan magang, promosi dan sebagainya. Khusus untuk pemberian kredit (pinjaman), waktu yang dibutuhkan antara pengajuan dari anak angkat sampai dengan cairnya dana rata-rata sekitar 1 bulan jika semua persyaratan telah dipenuhi oleh perusahaan anak angkat. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan dana yang tersedia yang dialokasikan oleh kantor untuk pelaksanaan program kemitraan.
Berdasarkan penilaian perusahaan bapak angkat sendiri, program pembinaan yang diberikan kepada UKM anak angkat dirasakan cukup berperan dalam meningkatkan prestasi UKM dan memperbaiki kondisi usaha mereka. Selanjutnya untuk lebih meningkatkan prestasi UKM, program atau kegiatan yang perlu dilakukan di masa mendatang diantaranya adalah pelatihan manajemen usaha, pengembangan produk, pembukuan dan pemasaran.

PENUTUP
Penelitian ini menganalisis relevansi program pembinaan usaha kecil melalui sistem bapak angkat dengan prestasi perusahaan yang menjadi anak angkat di Sumatera Barat. Berdasarkan kepada analisis data maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut
1.     Prestasi UKM yang menjadi anak angkat cendrung meningkat. Peningkatan prestasi terjadi secara signifikan pada semua parameter. Peningkatan ini terjadi karena adanya bantuan modal dari bapak angkat disamping terjadinya peningkatan keterampilan dalam mengelola dan mengembangan usaha setelah memperoleh berbagai pelatihan yang diberikan oleh bapak angkat.
2.     Sebagian bapak angkat hanya memberikan bantuan permodalan saja tanpa diikuti dengan berbagai bentuk pembinaan lainnya.
3.     Program pembinaan UKM selayaknya tidak hanya include dalam PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan) saja, akan tetapi perlu diformulasikan sebuah konsepsi pengembangan yang lebih fokus dan berkelanjutan.
4.     Besarnya dana yang dialokasikan bagi pelaksanaan program pembinaan UKM yang berasal dari bapak angkat sebaiknya mengacu kepada keperluan dana oleh UKM.
5.     Pembinaan dari bapak angkat sebaiknya dilakukan secara sungguh-sungguh, sistematis, terencana dan berkelanjutan. Di masa mendatang hendaknya tidak ditemukan adanya program pembinaan anak yang hanya sebatas memberikan bantuan modal saja.
6.     Perusahaan yang menjadi bapak angkat agar lebih diperluas lagi, tidak hanya terbatas pada BUMN akan tetapi sebaiknya bisa juga dilaksanakan oleh perusahaan swasta nasional.
7.     Pemilihan UKM yang akan dijadikan anak angkat sebaiknya lebih selektif, berdasarkan kebutuhan UKM calon anak angkat dan prospek usaha.
8.     Personil pembina UKM yang menjadi anak angkat yang berasal dari perusahaan bapak angkat perlu dipilih secara lebih bijak, tidak hanya berdasarkan jabatannya di kantor.
9.     Kegiatan yang dilakukan sebagai bagian dari program pembinaan kepada anak angkat hendaknya dilakukan berdasarkan kebutuhan UKM yang menjadi anak angkat, bukan hanya berdasarkan keinginan sepihak dari bapak angkat.
10.   Perlu dipersingkat waktu turunnya dana, sejak dari pengajuan proposal sampai terealisasinya dana memakan waktu yang cukup lama.

Penelitian Masa Datang
Penelitian ini memiliki beberap keterbatasan diataranya adalah sampel perusahaan yang menjadi anak angkat jah lebih kecil dari sampel perusahaan abuka anak angkat. Untuk itu penelitian masa datang dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel anak angakt yang lebih besar.

Implikasi Kebijakan
Bagaimanapun upaya maksimal yang telah dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini tetap ada keterbatasan dimana jumlah sampel masih dirasakan kurang baik yang mewakili anak angkat maupun yang mewakili UKM non anak angkat.
Membandingkan UKM yang menjadi anak angkat dengan UKM non anak angkat harus dalam kondisi yang seimbang. Keseimbangan dimaksud adalah dalam hal skala usaha, lokasi dan waktu.  Oleh sebab itu penelitian lanjutan dari study ini sebaiknya menyambil sampel yang lebih besar serta dengan bidang usaha yang beragam serta skala usaha yang sepadan agar hasil yang diperoleh akan lebih baik lagi.
Lembaga koperasi sebagai salah satu badan usaha yang ada di Indonesia dan sejatinya adalah soko guru perekonomian nasional agar lebih dilibatkan lagi dalam berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan secara ilmiah. Dengan keterlibatan itu, diharapkan dunia koperasi akan dapat berkembang lebih baik di tanah air serta sejajar dengan pelaku usaha lainnya.
Pemerintah dan dunia usaha perlu melanjutkan program kemitraan ini dengan melakukan berbagai perbaikan dan pengembangan. Perlu dilakukan suatu kajian empiris untuk menemukan formulasi yang inovatif untuk mempercepat pertumbuhan UKM sebagai tulang punggung perekonomian nasional dan daerah.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Moha  Asri, 1996, “Inter-Firm. Linkages and The Performance of Urban Small Firms in Malaysia”, Borneo Review 7 (2), December, 126-146
------------,1996, Program Bantuan : Perusahaan  kecil dan Sederhana di Malaysia, Fajar Bhakti Sdn. Bhd,  Shah Alam, Kuala Lumpur, Malaysia
Beng, Chew Soon, 1988, Small Firms in Singapure, Oxford University Press, Singapur.
Departemen Keuangan Republik Indonesia,1993, PPKPPK, (Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pembangunan Pengperusahaan  kecil), , Jakarta.
Esa, M. H, “Venture Capital Operations and Their Potential Roles in Developing SMIs”,  Enhancing Intra-Industry Linkages: the Role of   Small and Medium Scales Industries, 1992, ISIS, Kuala Lumpur Malaysia
Fitcher, Guenther, 1992,”Closing Remark”, Salleh, I.M dan Rahim, L Ed, Enhancing Intra-Industri Linkages: the Role of   Small and Medium Scales Industries, 1992, ISIS, Kuala Lumpur Malaysia
Glueck, W. F, 1980, Business Policy and Strategic Management , 3 rd ed, Mc. Graw Hill, New York.
Herri dan Irda, 2005,  Sifat  kewirausahaan dan prestasi usaha kecil & menengah  Sumatera Barat (suatu kajian empiris), Jurnal Kewirausahaan, Universitas Petra, Surabaya, Dalam proses penerbitan)
Harahap, Bachrum S, 1994, “Indonesian’s Policies And Strategies For Small And Medium Industry”,  Small Industry Bulletin For Asia & The Pacific, United Nations, No.  28,  6-17.
Harun, Sudin, 1990,” Small Scale Entreprenueurs: Perceptions of Malaysian Commercial Bankers”. Malaysian Management Review, No. 225, 31-38.
Hollander, E.D., dkk,1979, The Future of Small Business,  Arno Press, New York.
Hussain, A. R,”Proton as Marketing Intermediary and Special Export Link : The Payung Concept”,  Enhancing Intra-Industri  Linkages: the Role of   Small and Medium Scales Industries, 1992, ISIS, Kuala Lumpur Malaysia
Irda, 1999,” Kajian sistim Bapak angkat sebagai salah satu kebijaksanaan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan indusri kecil”, Thesis Master yang tidak dipublikasikan, Universiti Sains Malaysia.
Ismail, M. N, 1993,”Linkages in The Malaysian Electronics Industry : A Study of Sourcing Practices Among Foreign electronics TNCS”, Malaysian Journal of Small & Medium Enterprise, Vol. 4, 72-90
James, Kenneth, 1988 “Marketing Factors Affecting Small and Medium Businesess in the Asean Region: An Overviev” dalam James, Kenneth dan Akrasanee N, ed, 1988, Small and Medium Business Improvement in the Asean Region” Marketing Factors, Institute of Southeast Asian Studies, Pasir Panjang, Singapur.
Li, Pao Lim, 1992,”Mechanism for Developing Linkages Between SMIs and LSIs: Sub Contracting  Arrengements”,  dalam Salleh, I.M dan Rahim, L Ed, Enhancing Intra-Firm Linkages: the Role of   Small and Medium Scales Industries, 1992, ISIS, Kuala Lumpur Malaysia
Lee, Goh Ban, 1988, Linkages Between the Multinational Corporations and Local Supporting Industries-Case Study of Penang, Centre for Policy Research, University Sains Malaysia, Penang
Lim, C,  1988, Small Industry in Malaysia, Berita Publishing, Kuala Lumpur
Ling, Sieh Lee Mei, 1991,“Malaysia’s Industrial and Entreprenuer Profile”, Malaysian Management Review, 3-10
Ling, C. S dan S,. Kuppusamy, 1997,”Promotions and Problem of Small and Medium Scale Industries : A survey of Awarenes on Facilities and Incentives among Entrepreneurs in the Klang Valley”, Borneo Review, 8 (2), 118-140.
Lukman, Syukri, 1991,“Pembangunan Dunia Usaha di Sumatera Barat”, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang, JEM, , Vol. III No.1, hal 104-121
McClelland, David dalam Mamat, K dan Raya, R, , 1990,” Malaysian Management Review”, Vol. 25. No. 2, 18.
Miller, D dan Toulouse, J.M, 1986,” Chief Executive Personality and Corporate Strategy and Structure in Small Firms”, Management Science, Vol. 32, No. 111389-1409.
Mohayidin M.H dan Hamid S.A., 1988, Small and Medium Scale Enterprises in Malaysia: Technolocigal and Managerial Capacity, University  Pertanian Malaysia. Serdang, Malaysia.
Perry, Stephen C., (2001), “The Relationship Between Written Business Plans and the Failure of Small Businesses in the USA”, Journal of Small Business Management, 39(3), pp201-208.
Pihie, Z. A. L dan Elias, H, 1993,” Entrepreneurial Competencies and Achievement Motivation of Malaysian Entrepreneurs”, The Malaysian Journal of Small & Medium Enterprises, Vol. 4, June-December, 41-48.
Rahman, Abdul Aziz Abdul,1996,” Development of Bumi Putera SMEs Through Proton Vendor Development Program : Some observations of Its Impact at The Firm Level “, Malaysian Management Review, 1-15
Roza, Husna, 1993, Government Policies For Small Business Development:And Exploratory Study, Parallels And Disparities Between Indonesia and Australia,  Unpublished M.A Thesis, the departement of Accountancy of the University of Wollongong, N.S.W, Australia.
Said, Nurmal , 1991, “Pola Pembangunan Perusahaan  kecil di Sumatera Barat” dalam Syarif, Syahrial, penyunting, Perusahaan  kecil dan Kesempatan Kerja, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., Pusat PenelitianUniversitas Andalas Padang.
Sanjaya, A.A.B., (1997), “Kemitraan Usaha Dalam Meningkatkan Kemampuan Wirausaha Nasional, di dalam, Usaha Kecil Indonesia: Tantangan Krisis dan Globalisasi, Center for Economic and Social Studies, 97-108
Sekaran, Uma, 2000, Research Business for Business: A Skill Building Aprroach, John Wiley & Sons Inc, New York.
Shiliang, Lan, 1994,”China’s Policy and Strategies for Small and Medium Enterprises”,   Small Industry Bulletin For Asia & The Pacific, United Nations, No.  28, 1-5
Suhardi, Trisura,  1994, “Financing Small And Medium Scale Industries in Indonesia”, dalam United Nations, Small Industry Bulletin For Asia & The Pacific, No. 29, 9-11.
 Syarif, Syahrial, 1988, “LIK Ulu Gadut: Suatu Pola Pengembangan Perusahaan  kecil” dalam Syahruddin, Ed,  Pengembangan Produksi dan Perdagangan Luar Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Universitas Andalas Padang.
Tambunan, T, 1993, “Manufacturing Industry in Indonesia: Dualism and Production Linkages”, Industry and Development, UNIDO, 71-94.
-----------, 2000, “The Performance of Small Enterprises During Economic Crisis: Evidence From Indonesia”, Journal of Small Business Management, 38 (4), 93-102
----------, T., (2001), Performance, Problems and Prospect of SMEs in Indonesia, Makalah yang ditampilkan dalam Seminar Sehari, Pengembangan Usaha Kecil di Indonesia: Harapan dan Kenyataan, Jakarta.
UNIDO, 1989,“The Small-Scale Electronics Industry As A Subcontractor in The Asian And Pacific Region”, Small Industry Bulletin For Asia & The Pacific, United Nations No. 28, 31-56.
Wie, T.K., (2000), Industri Garmen, di dalam, Adi, W., (2000), Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kegiatan Usaha Kecil dan Menengah, Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI, Jakarta, 35-56.
Zainuddin, D Nasution, M dan Basri, I, 1990, “The Role of Small and Medium-Scale Industries in The Industrial Development of Indonesia”, The Role of Small and Medium-Scale Manufacturing Industries in Industrial Development :The Experience of Selected Asian Countries,  Asian Development Bank, Manila.









No comments:

Post a Comment