Herri
John Edward
Abstract
Small and medium enterprise (SMEs) have played an important role in economic development either ini developed countries or in developing countries like Indonesia. SMEs will mainly contribute to the employment opportunities, technology transfer, and poverty reduction. Considering of their signigicant contribution to the economic development, Indonesia government do have many policies and program to encourage SMEs develop and growth further. Program Bapak Angkat in one of measure adapted by Indonesia government to enhance SMEs performance by asking State owned company to provide assistance to SMEs in many ways; such as marketing opportunities, credit facility, training and promotion. The objective of this research is to find out the effectiveness of this program in improving the performance of SMEs in West Sumatera. There are 251 SMEs as the respondents of this study coming from five municipalities in West Sumatera, they consist of 226 respondents that are not including in the program and 25 of them include in the program Bapak Angkat. Using descriptive analysis, this study found out that Bapak Angkat program does have contributed to the improvement of SMEs financial performance. Limitations and suggestions for future research are also mentioned this research
Keywords: Small and medium enterprise (SMEs), performance, assistance government program, developing countries
LATAR BELAKANG
Salah
satu bentuk kebijaksanan Pemerintah Republik Indonesia dalam mengembangkan usaha
kecil adalah melalui program kemitraan antara perusahaan umum milik negara
dengan usaha kecil yang dikenal juga dengan program Bapak Angkat. Sistim ini
dilakukan dengan mengharuskan perusahaan besar milik negara untuk memberikan
bantuan pada perusahaan kecil. Diantara
bentuk bantuan yang diberikan adalah
bantuan modal, pemasaran, konsultasi, penelitian dan pengembangan (Departemen
Koperasi dan Pembangunan Perusahaan Kecil Republik Indonesia, 1993).
Program ini mewajibkan seluruh
perusahaan milik negara untuk menjadi “Bapak” dari perusahaan
kecil yang diangkat sebagai “Anak”. Program ini dilandasi oleh konsep
kekeluargaan yang hidup dalam budaya Indonesia.
Suatu hal yang menarik dari sistim ini adalah bentuk hubungan dalam sistim
ini kadang kala tidak semata dan sepenuhnya dilandasi oleh perhitungan ekonomi seperti halnya dalam
sistim sub kontrak (sub contracting) maupun bentuk hubungan keterkaitan
perusahaan kecil-besar lainnya. Pada
sistim sub kontrak seperti yang
dipraktekkan oleh negara Jepang,
Korea, Singapur
dan Malaysia
.
Di Sumatera Barat sejak dilaksanakan
program bapak angkat terdapat sebanyak
31 buah perusahaan negara yang bergerak
dalam berbagai cabang produksi yang telah menjadi bapak angkat.
Sedangkan yang menjadi anak angkat sebanyak 3,055 unit usaha perusahaan kecil
yang bergerak dalam berbagai cabang usaha produksi (Departemen
Perdagangan dan Perindustrian, 2002).
Dilihat
dari bentuk bantuan yang harus diberikan
terlihat besarnya fungsi dan tanggung jawab yang harus dimainkan oleh bapak angkat. Maka untuk
itu keberhasilan program juga tergantung
pula pada ada tidaknya Bapak Angkat memiliki kemahiran sebagai konsultan, tata kerja dan prosedur yang jelas yang
menghendaki kesiapan sumber daya
manusia, organisasi maupun dana.
Sedikit sekali penelitian
khusus yang dilakukan untuk melihat
hasil kerja pola pembangunan ini dibanding penelitian tentang kaitan perusahaan kecil dengan perusahaan besar. Beberapa penelitian tentang program ini
kecuali penelitian Irda (1999), mengkaji sejauh mana pengaruh sistim bapak
angkat terhadap prestasi usaha kecil, namun penelitiannya tersebut memiliki
beberapa keterbatasan diantaranya jumlah sampel yang terbatas (114) buah perusahaan
yang menjadi anak angkat pada cabang Makanan dan Kerajinan & Umum di dua
Dati II di Sumatera Barat, sehingganya generalisasi hasil penelitian sangat
rendah (Irda, 1999). Untuk itu
penelitian ini dilakukan sebagai jawaban terhadap keterbatasan penelitian
Irda (1999) dengan jumlah sampel perusahaan kecil untuk beberapa bidang usaha
dan daerah penelitian yang lebih luas sehingga hasil penelitian dengan topik
keefektifan sistim bapak angkat lebih tinggi tingkat generalisasinya.
Penelitian
ini akan menjawab dua pertanyaan utama
yaitu (1) Bagaimana pengaruh sistim Bapak Angkat-Anak Angkat terhadap prestasi perusahaan kecil di Sumatera Barat ? (2) Adakah kesiapan
bapak angkat dalam membina perusahaan kecil memberikan sumbangan terhadap
peningkatan prestasi perusahaan anak angkat ? Diharapkan dari penelitian dapat
menunjukkan (1) Keefektifan sistim bapak angkat-anak angkat dalam meningkatkan
prestasi anak angkat (2) Faktor yang berperan dalam menunjang keberhasilan
sistim bapak angkat sebagaimana juga faktor yang menghambat pencapaian tujuan
berjalannya sistim. Harapannya penelitian ini dapat memberi pemahaman kepada
berbagai pihak tentang pelaksanaan sistim kemitraan dipraktekkan dan factor
yang perlu diperhatikan untuk membuat sistim ini lebih efektif.
KERANGKA
TEORI DAN HIPOTESIS
Usaha Kecil & Menengah dan Kebijaksanaan Pemerintah
Indonesia mempunyai serangkaian
peraturan dan undang-undang khusus untuk
membantu perusahaan kecil. Dengan
peraturan, undang-undang dan program perusahaan
kecil akan menerima bermacam bentuk
bantuan (Herri dan Irda, 2005).
Ada dua kelompok bentuk bantuan yang diberikan yaitu dalam bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat
keras (hardware). Bantuan perangkat lunak adalah bantuan dalam bentuk pemberian
pelatihan, konsultan, pengarahan, pemberian informasi dan promosi usaha.
Bantuan perangkat keras berupa bantuan keuangan dan fasilitas usaha (Syarif,
1988).
Faktor Penentu
Prestasi Usaha Kecil dan Menengah
Banyak faktor yang mempengaruhi
prestasi perusahaan kecil diantaranya
adalah pengaruh faktor internal dan
eksternal (Poh 1996). Keberhasilan tergantung dari kemampuan dalam mengelola
kedua faktor ini melalui analisis faktor lingkungan serta pembentukan dan pelaksanaan strategi usaha.
Faktor Internal termasuk
didalamnya sifat kewirausahaan yang
dimiliki, kualitas tenaga kerja,
kemampuan pemasaran dan teknologi serta modal. Dalam program Bapak angkat
berbagai pelatihan dan workshop dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha kccil termasuk di
dalamnya pemasaran, kewirausahaan, produksi dan pengelolaan keuangan. Said
(1991) menjelaskan dengan adanya peningkatan nilai kewirausahaan, kemampuan
pemasaran, teknologi dan pengelolaan keuangan maka tentunya prestasi usaha
kecil akan meningkat.
Faktor eksternal meliputi lingkungan
makro dan mikro yang terdiri dari keadaan ekonomi, sosial budaya, perobahan
teknologi, undang-undang dan peraturan dan kebijaksanaan negara (Glueck 1989).
Keberhasilan akan tercapai jika adanya kesesuaian antara faktor internal dengan
faktor eksternal melalui penerapan cara yang tepat. Dalam konteks bantuan untuk
perusahaan kecil kesesuaian antara keperluan perusahaan kecil dengan bantuan yang diberikan
merupakan faktor kunci yang menjamin
tercapainya tujuan pembangunan perusahaan
kecil.
Berdasarkan kerangka di atas maka
hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah
Hipotesis 1: Prestasi antara perusahaan kecil setelah menjadi anak angkat lebih
tinggi dibanding sebelum menjadi anak angkat
Hipotesis 2: Perusahaan yang menjadi anak angkat memiliki
prestasi lebih tinggi dibanding
perusahaan yang tidak menjadi anak angkat
METODE
PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian yang diadakan bersifat penelitian evaluasi kebijaksanaan dengan
lapangan (field research) melalui
survey. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitis yang
mencoba menjelaskan dan menjawab pemasalahan berkaitan dengan keefektifan
sistim Bapak angkat terhadap prestasi perusahaan kecil di Sumatera Barat.
Populasi dan Sampel Objek Penyelidikan
Populasi
objek penelitian adalah unit perusahaan
kecil baik yang menjadi anak angkat maupun yang tidak menjadi anak
angkat dan perusahaan yang menjadi Bapak angkat. Unit analisis penelitian
adalah perusahaan kecil dan sebagai responden adalah
pemiliknya. Untuk mendapatkan generalisasi hasil
penelitian yang tinggi maka perlu diperhatikan berbagai faktor diantaranya
tingkat kesalahan, dan jumlah populasi (Sekaran, 2000). Sekaran
(2000) telah mencoba membuat hubungan antara jumlah populasi dan tingkat kesalahan dengan sampel yang dianggap
mewakili, misalnya untuk populasi sejumlah 10.000 maka sampelnya adalah 368.
Penelitian ini akan mendasarkan penentuan jumlah sampel yang dikemukakan oleh
Sekaran (2000) tersebut di atas.
Kriteria Sampel Penelitian
Kriteria
pemilihan sampel yang digunakan bagi
sampel bukan anak angkat adalah
disyaratkan telah berdiri sejak tiga
tahun yang lalu dan untuk usaha yang menjadi anak angkat disyaratkan
juga untuk telah menjadi anak angkat minimal sejak tiga tahun yang lalu. Syarat
ini dikemukakan karena untuk penilaian prestasi digunakan data historis tentang
pertumbuhan penjualan, jumlah tenaga kerja, dan lingkup pemasaran.
Pengukuran Variabel
Prestasi Perusahaan Kecil
Diantara
indikator prestasi yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu dalam menilai
prestasi usaha kecil adalah pertumbuhan
assets, penjualan dan lingkup pemasaran (Harahap, 1994), sebagaimana juga peningkatan jumlah tenaga kerja, volume produksi, tingkat keuntungan, dan
tingkat pengembalian modal (Perry, 2001). Berdasarkan kondisi usaha kecil di Indonesia yang
tidak memiliki pembukuan dan catatan yang teratur menyulitkan untuk mendapatkan
data keuangan maka indikator variabel
prestasi perusahaan kecil untuk penelitian adalah indikator yang bukan bersifat
keuangan (Tambunan, 2000). Dalam hal ini
penunjuk prestasi yang digunakan untuk melihat prestasi perusahaan kecil sebagai variabel tidak bebas adalah
:
a.
Penyerapan tenaga kerja yang dilihat
dari besarnya kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerja.
b.
Penjualan, peningkatan penjualan
dilihat dari persen kenaikan penjualan
setiap tahun dari sampel yang diamati,
c.
Lingkup pemasaran, dilihat dengan
membandingkan lingkup pemasaran produk usaha kecil sebelum dan setelah menjadi
anak angkat
Prestasi
diukur dengan menggunakan rata-rata kenaikan setiap indikator dalam tiga tahun
terakhir.
Kesiapan Bapak Angkat
Kesiapan bapak angkat dilihat dari
program pembangunan apakah sesuai dengan keperluan anak angkat, adanya pemantauan
terhadap program pembangunan, kualitas tenaga pembina dan organisasi khusus
untuk membina usaha kecil.
Metode Pengambilan Data
Data primer akan dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioer yang akan disusun sedemikian rupa untuk mendapatkan data
yang diperlukan dalam penelitian. Sementara data sekunder akan diperoleh dari
laporan dan catatan dari berbagai instansi.
Metode Analisis
Setelah
informasi diperoleh maka dilakukan analisis data yang menggunakan paket program
SPSS-PC. Alat uji statistik yang
digunakan adalah: Statistik Deskriptif, yaitu peralatan statistik yang
digunakan untuk menjelaskan rata-rata, frekuensi dan persen informasi yang
diperlukan
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Penelitian
ini menganalisis relevansi program pembinaan usaha kecil melalui sistem bapak
angkat dengan prestasi perusahaan yang menjadi anak angkat di Sumatera Barat.
Data yang digunakan diperoleh melalui penelitian yang melibatkan responden dari
226 usaha kecil yang bukan anak angkat dan sebanyak 25 perusahaan anak angkat
serta 3 perusahaan yang menjadi bapak angkat.
Karakteristik
Sampel
Sampel
penelitian berjumlah 226 buah perusahaan usaha kecil yang bukan anak angkat dan
25 perusahaan yang menjadi anak angkat serta sebanyak 3 buah perusahaan yang
menjadi bapak angkat. Perusahaan sampel berasal dari kabupaten dan kota dalam wilayah
Propinsi Sumatera Barat. Karakteristik perusahaan sampel meliputi lokasi,
bidang usaha, bentuk badan hukum perusahaan, sumber modal awal, cara memulai
usaha, prestasi usaha, metode penjualan, metode promosi, perbandingan harga dan
keikutsertaan dalam pelatihan. Sedangkan pemilik atau pimpinan usaha kecil yang
menjadi responden penelitian ini ditemukan karakteristik khusus seperti usia,
pendidikan, status perkawinan, jenis kelamin dan status dalam keluarga.
Usia Responden
Tabel berikut ini memperlihatkan usia responden
dari usaha kecil yang menjadi anak angkat dari perusahaan lain yang diteliti.
Tabel
1 Usia Responden Sampel Penelitian
Usia Responden |
Anak Angkat |
Bukan
Anak Angkat
|
||||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
|
19 – 25 |
0
|
0
|
0
|
19
|
8,4
|
8,4
|
26
– 35
|
4
|
16
|
16
|
60
|
26,7
|
35,1
|
36
– 45
|
11
|
44
|
60
|
79
|
35,1
|
70,2
|
46
– 55
|
7
|
28
|
88
|
42
|
18,7
|
88,9
|
56
– 65
|
3
|
12
|
100
|
19
|
8,4
|
97,3
|
66
– 75
|
0
|
0
|
0
|
6
|
2,7
|
100
|
Total
|
25
|
100
|
225
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Dari tabel di atas terlihat bahwa usia pemilik dan atau pimpinan usaha kecil sangat heterogen. Sebagian besar responden (44%) yang berasal dari perusahaan anak angkat berusia antara 36 – 45 tahun. Responden paling tua yang memimpin perusahaan anak angkat berusia 25 tahun dan paling tua berusia 62 tahun. Pimpinan perusahaan yang tidak merupakan anak angkat dari perusahaan lain lebih dari sepertiganya (35,1%) berusia antara 36–45 tahun. Fenomena yang menarik adalah bahwa pimpinan dan atau pemilik perusahaan yang tidak atau belum menjadi anak angkat 26,7 persennya masih berusia muda yaitu 26 samapi 35 tahun, selanjutnya juga ada pimpinan dan atau pemilik perusahaan yang telah berusia tua antara 66 sampai 75 tahun.
Pendidikan
Pendidikan
formal yang diselesaikan oleh responden dijelaskan oleh tabel di bawah ini.
Tabel 2
Pendidikan Formal Responden
Pendidikan Responden |
Anak Angkat |
Bukan
Anak Angkat
|
||||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
|
Sekolah Dasar |
4
|
16
|
16
|
28
|
12,4
|
12,4
|
Sekolah
Menengah
|
20
|
80
|
96
|
127
|
56,2
|
68,8
|
Akademi/Diploma/Sarjana
|
1
|
4
|
100
|
71
|
31,4
|
100
|
Total
|
25
|
100
|
226
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Secara umum tingkat pendidikan responden baik yang berasal dari perusahaan anak angkat maupun perusahaan yang bukan anak angkat sama. Artinya pendidikan mereka pada paling banyak (80% dan 56,2%) adalah sekolah menengah yang terdiri dari sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah kejuruan. Walaupun persentase yang hanya berpendidikan sekolah dasar sama-sama paling kecil, namun untuk tingkat akademi/diploma/sarjana pimpinan dan atau pemilik perusahaan bukan anak angkat lebih besar. Perbandingan keduanya relatif berbeda jauh, yaitu 4% dan 31,4%.
Jenis Kelamin
Dari
25 responden anak angkat dan 226 responden dari perusahaan yang bukan anak
angkat punya perbandingan yang relatif memadai yaitu masing-masing 60 : 40 dan
70 : 30. Tabel 3. memperlihatkannya secara lebih lengkap.
Tabel
3 Jenis Kelamin Responden
Gender |
Anak Angkat |
Bukan
Anak Angkat
|
||||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
|
Laki-laki |
15
|
60
|
60
|
157
|
69,5
|
69,5
|
Perempuan
|
10
|
40
|
100
|
69
|
30,5
|
100
|
Total
|
25
|
100
|
226
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Tahun Pendirian Perusahaan
Pada
tabel 4 dapat dilihat bahwa dri 25 sampel perusahaan yang termasuk anak angkat,
40% di antaranya didirikan antara tahun 1991-2000 bahkan seperlima (20%) dari
perusahaan anak angkat masih berusia di bawah 5 tahun, artinya didirikan antara
tahun 2001-2004. Perusahaan yang bukan
anak angkat serta menjadi sampel dalam penelitian ini sebagian besar (42,2%)
berdiri antara tahun 1991-2000 disusul dengan perusahaan yang berdiri antara
1981-1990 dengan persentase mencapai 22,9%. Ada fenomena yang menarik, bahwa terdapat
perusahaan bukan anak angkat yang didirikan pada tahun 1913. Data selengkapnya
dijelaskan dalam tabel berikut ini.
Tabel
3 Tahun Pendirian Perusahaan Sampel
Tahun Pendirian |
Anak Angkat |
Bukan Anak Angkat
|
||||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
Frekuensi
|
%
|
Persentase Kumulatif
|
|
Sebelum 1960 |
0
|
0
|
0
|
9
|
4
|
4
|
1961 – 1970 |
0
|
0
|
0
|
4
|
1,8
|
5,8
|
1971 – 1980
|
2
|
8
|
8
|
25
|
11,2
|
17
|
1981 – 1990
|
8
|
32
|
40
|
51
|
22,9
|
39,9
|
1991 – 2000
|
10
|
40
|
80
|
94
|
42,2
|
82,1
|
2001 – 2004
|
5
|
20
|
100
|
40
|
17,9
|
100
|
Total
|
25
|
100
|
223
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Bidang Usaha
Bidang
usaha perusahaan anak angkat yang menekuni bidang industri rumah tangga
mencapai angka 44 persen dari total responden disusul dengan bidang peternakan
(28%) dan bidang jasa sebesar 16%. Tabel 3. memperlihatkan gejala tersebut.
Tabel
3 Bidang Usaha Perusahaan Sampel
Bidang Usaha |
Anak Angkat |
Bukan Anak Angkat
|
||||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
Frekuensi
|
%
|
Persentase Kumulatif
|
|
Industri Rumah Tangga |
11
|
44
|
44
|
48
|
21,3
|
21,3
|
Perdagangan |
1
|
4
|
48
|
44
|
19,6
|
40,9
|
Jasa
|
4
|
16
|
64
|
57
|
25,3
|
66,2
|
Peternakan
|
7
|
28
|
82
|
2
|
0,9
|
67,1
|
Perkebunan
|
1
|
4
|
86
|
2
|
0,9
|
68
|
Lainnya
|
1
|
4
|
100
|
72
|
32
|
100
|
Total
|
25
|
100
|
225
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Perusahaan bukan anak angkat yang menjadi sampel sebanyak 32% tergolong di luar bidang industri rumah tangga, perdagangan, jasa, peternakan dan perkebunan. Selanjutn ya disusul oleh perusahaan yang menggeluti bidang jasa sebesar 25,3% dan industri rumah tangga sebanyak 21,3 serta bidang perdagangan sekitar 19,6 persen dari total responden bukan anak angkat.
Cara Memulai
Usaha
Ada
berbagai cara untuk memulai usaha, sebagian besar yaitu 71,4 persen (20 dari 25
pengusaha) memulai usahanya sendiri dari awal. Sepuluh persen lainnya
melanjutkan usaha yang telah di mulai oleh orang tua mereka, artinya mereka
menjalankan usaha yang merupakan warisan dari orang tua. Sangat sedikit sekali
dari perusahaan sampel yang memulai usaha dengan cara bergabung bersama teman
mendirikan usaha bersama, jumlahnya hanya 3,6% saja. Tidak ada yang memulai
usaha dengan membeli perusahaan yang telah ada kemudian melanjutkan sesuai
dengan gaya dan
manajemen sendiri.
Berbeda
dengan perusahaan sampel yang menjadi anak angkat, perusahaan sampel yang bukan
anak angkat 4,4 persen di antaranya memulai dengan membeli perusahaan lain atau
perusahaan yang telah ada. Akan tetapi perusahaan-perusahaan non anak angkat
ini juga memulai usaha sendiri dari awal, jumlah perusahaan sampel yang memilih
cara ini mencapai hampir 75%. Selanjutnya 15% merupakan perusahaan warisan dari
orang tua dan 5,8% merupakan perusahaan bersama yang didirikan bergabung antara
pimpinan perusahaan sekarang dengan teman-temannya. Tabel 4 di bawah
memperlihatkan fenomena ini secara lebih detail.
Tabel 4 Cara Memulai Usaha Perusahaan Sampel
Cara Memulai Usaha |
Anak Angkat |
Bukan Anak Angkat
|
||||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
Frekuensi
|
%
|
Persentase Kumulatif
|
|
Warisan orang tua |
3
|
12,5
|
12,5
|
34
|
15
|
15
|
Membeli yang sudah ada |
0
|
0
|
12,5
|
10
|
4,4
|
19,4
|
Memulai
dari awal
|
20
|
83,3
|
95,8
|
169
|
74,8
|
94,2
|
Bergabung
dengan rekan
|
1
|
4,2
|
100
|
13
|
5,8
|
100
|
Total
|
24
|
100
|
226
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Volume
Penjualan
Salah
satu parameter penting kemajuan usaha adalah peningkatan volume penjualan dari
barang dan jasa yang dihasilkan. Dalam berikut. di bawah ini dapat dijadikan
bahan untuk menganalisa parameter tersebut.
Tabel 5
Rata-rata Volume Penjualan Perusahaan Sampel
Status
|
Rata-Rata
Penjualan (Rp. 000,-)
|
||||
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
|
Anak
angkat
|
163.106.250
|
345.861.111
|
353.423.684
|
97.220.000
|
106.370.000
|
Bukan
Anak
angkat
|
251.171.043
|
253.706.039
|
328.105.000
|
331.638.621
|
378.439.466
|
Sumber data primer (diolah)
Dari
sisi penjualan, perbandingan prestasi perusahaan anak angkat dengan perusahaan
bukan anak angkat menunjukkan kondisi yang berfluktuasi dalam lima tahun jangka waktu analisa. Rata-rata
penjualan perusahaan anak angkat dalam dua tahun dari lima tahun waktu analisa lebih tinggi
daripada rata-rata penjualan perusahaan yang bukan merupakan anak angkat.
Sebaliknya dari lima
tahun tersebut, tiga tahun diantaranya rata-rata penjualan perusahaan yang
bukan anak angkat lebih tinggi daripada perusahaan anak angkat.
Nilai
nominal penjualan perusahaan anak angkat paling rendah adalah Rp. 5.500.000,-
sedangkan perusahaan non anak angkat Rp. 400.000,- akan tetapi nilai nominal
penjualan paling tinggi (maksimal) dari perusahaan non anak angkat jauh lebih
tinggi daripada perusahaan yang menjadi anak angkat, yaitu Rp. 25,2 milyar dan
Rp. 4,9 milyar. Data selengkapnya tentang penjualan maksimal dan minimal
terdapat dalam tabel berikut :
Tabel Volume
Penjualan Maksimal dan Minimal
Perusahaan Sampel
Status
|
Penjualan
(Rp. 000,-)
|
||||
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
|
Anak
angkat
|
Maksimal
:
1.164.000.000
Minimal :
6.000.000
|
Maksimal
:
4.500.000.000
Minimal
:
6.500.000
|
Maksimal
:
4.900.000.000
Minimal
:
6.000.000
|
Maksimal
:
480.000.000
Minimal
:
5.700.000
|
Maksimal
:
480.000.000
Minimal
:
5.500.000
|
Bukan
Anak
angkat
|
Maksimal
:
5.400.000.000
Minimal
:
400.000
|
Maksimal
:
5.400.000.000
Minimal
:
400.000
|
Maksimal
:
12.000.000.000
Minimal
:
400.000
|
Maksimal
:
15.000.000.000
Minimal
:
400.000
|
Maksimal
:
25.200.000.000
Minimal
:
400.000
|
Sumber data primer (diolah)
Perbedaan
nilai penjualan dalam lima
tahun terakhir dari perusahaan sampel berhubungan dengan metode dan strategi
pemasaran. Perusahaan anak angkat dibantu oleh perusahaan bapak angkat dalam
memasarkan produk yang dihasilkan, sedangkan perusahaan yang bukan anak angkat
memasarkan sendiri produk yang mereka hasilkan. Metode pemasaran yang digunakan
juga beragam, mulai dari penjualan lansung sampai dengan menggunakan jalur
pemasaran tertentu.
Jumlah Tenaga
Kerja
Salah
satu peran penting dunia usaha adalah menyerap tenaga kerja yang ada di daerah.
Badan usaha yang pantas memperoleh prioritas pengembangan adalah badan usaha
yang mampu menyerap tenaga kerja secara luas. Dalam penelitian ini diperoleh
informasi bahwa penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan yang menjadi anak
angkat tidak jauh berbeda dengan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan yang
bukan anak angkat dari perusahaan lain. Rata-rata tenaga kerja yang diserap
oleh perusahaan sampel adalah sebanyak 6 orang. Perbedaan yang signifikan
adalah dalam hal penyerapan tenaga kerja maksimal oleh perusahaan, jika
penyerapan tenaga kerja minimal adalah sama-sama satu orang, maka penyerapan
tenaga kerja maksimal sangat jauh berbeda. Tenaga kerja maksimal yang dapat
diserap oleh perusahaan anak angkat adalah 16 orang, sedangkan perusahaan yang
bukan menjadi anak angkat mampu menyerap tenaga kerja sampai dengan 75 orang.
Penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan sampel dijelaskan dalam tabel di bawah
ini :
Tabel
Penyerapan Tenaga Kerja oleh Perusahaan Sampel
Status
|
Keterangan
|
Penyerapan Tenaga Kerja (orang)
|
||||
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
||
Anak angkat
|
Plg Banyak
|
16
|
16
|
16
|
16
|
16
|
Plg sedikit
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
|
Rata-rata
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
|
Bukan anak angkat
|
Plg Banyak
|
75
|
75
|
75
|
75
|
75
|
Plg sedikit
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
|
Rata-rata
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
Sumber
data primer (diolah)
Perbedaan
kemampuan menyerap tenaga kerja oleh perusahaan sampel berhubungan dengan skala
usaha perusahaan tersebut. Karena pada umumnya perusahaan yang menjadi anak
angkat adalah perusahaan yang skala usahanya relatfi lebih kecil dari
perusahaan yang bukan anak angkat, artinya selama ini kecendrungan yang terjadi
adalah perusahaan bapak angkat cendrung lebih senang memilih usaha yang
skalanya relatif lebih kecil. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh prefference
atau selera dari para pengelola perusahaan yang akan menjadi bapak angkat akan
tetapi juga disebabkan oleh ketentuan tentang parameter usaha kecil dan
menengah yang dapat dijadikan anak angkat. Parameter usaha kecil dan menengah
(UKM) ini beragam berdasarkan instansi yang membuat kriteria tersebut, misalnya
BPS (Biro Pusat Statistik), Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Departemen Koperasi, BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Bank
Indonesia dan sebagainya.
Harta
Dalam kekayaan
atau harta yang dimiliki oleh perusahaan sampel, tabel berikut memberikan
gambaran hal itu :
Tabel Nilai
Harta Perusahaan Sampel
Status
|
Keterangan
|
Nilai
Harta (000)
|
||||
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
||
Anak angkat
|
Plg Tinggi
|
250.000
|
250.000
|
260.000
|
260.000
|
260.000
|
Plg sedikit
|
5.000
|
5.000
|
7.000
|
7.000
|
7.000
|
|
Rata-rata
|
54.639,4
|
53.868,9
|
56.979,4
|
49.865,5
|
46.752,1
|
|
Bukan anak
angkat
|
Plg Tinggi
|
5.000.000
|
5.000.000
|
5.000.000
|
5.000.000
|
5.000.000
|
Plg sedikit
|
750
|
750
|
750
|
750
|
750
|
|
Rata-rata
|
192.062
|
192.062
|
192.062
|
192.062
|
192.062
|
Sumber
data primer (diolah)
Ternyata nilai kekayaan perusahaan anak angkat secara rata-rata jauh di bawah perusahaan non anak angkat dengan perbandingan sekitar 1 : 4. Nilai kekayaan paling tinggi dari perusahaan anak angkat hanya sekitar 5% dari nilai maksimal kekayaan perusahaan bukan anak angkat. Akan tetapi secara akumulatif, nilai kekayaan atau harta kekayaan perusahaan non angkat berada di bawah nilai kekayaan minimal dari usaha kecil yang menjadi anak angkat.
Perbandingan
nilai kekayaan atau aset perusahaan anak angkat dengan usaha bukan anak angkat
yang berbeda ini berhubungan dengan skala usaha sebagaimana telah disampaikan
sebelumnya, dimana perusahaan yang ‘dipilih’ menjadi anak angkat biasanya
adalah perusahaan yang skala usahanya relatif lebih kecil. Hal ini terjadi
karena adanya asumsi bahwa perusahaan yang skala usahanya lebih kecil relatif
lebih terkebelakang sehingga membutuhkan dampingan dan dukungan dari perusahaan
bapak angkat.
Keuntungan
Tujuan
akhir dari sebuah unit usaha adalah keuntungan. Sukses atau tidaknya sebuah
usaha dapat dilihat dari parameter keuntungan yang diperoleh dalam jangka
operasional tertentu. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat keuntungan yang
didapat oleh perusahaan anak angkat jauh di bawah tingkat keuntungan yang
diperoleh perusahaan non anak angkat. Poisisi keuntungan yang didapat oleh
perusahaan sampel dari operasionalisasi perusahaan dalam lima tahun jangka waktu analisa diperlihatkan
oleh tabel di bawah ini.
Tabel
Keuntungan Perusahaan Sampel 1999-2003
Status
|
Keterangan
|
Keuntungan
(000)
|
||||
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
||
Anak angkat
|
Plg Banyak
|
290.000
|
291.000
|
294.000
|
140.000
|
160.000
|
Plg sedikit
|
2.925
|
2.500
|
3.000
|
2.160
|
3.000
|
|
Rata-rata
|
41.406
|
41.647
|
42.034,4
|
29.179,4
|
29.560,2
|
|
Bukan anak angkat
|
Plg Banyak
|
1.800.000
|
2.940.000
|
4.200.000
|
5.250.000
|
4.620.000
|
Plg sedikit
|
40
|
40
|
40
|
40
|
40
|
|
Rata-rata
|
54.571,1
|
71.553,7
|
79.164,4
|
75.382,5
|
78.656,6
|
Sumber data primer (diolah)
Keuntungan
maksimal yang dapat diperoleh oleh perusahaan anak angkat jauh di bawah
keuntungan yang bisa didapatkan oleh perusahaan non anak angkat.
Perbandingannya bahkan mencapai 1 : 6 akan tetapi keuntungan minimal yang
diperoleh perusahaan anak angkat lebih besar daripada yang didapatkan oleh
perusahaan non anak angkat. Begitu juga secara kumulatif, rata-rata keuntungan
usaha kecil dan menengah yang menjadi anak angkat lebih besar daripada rata-rata
keuntungan perusahaan non anak angkat. Hal ini berhubungan dengan skala usaha,
volume penjualan dan berbagai kondisi sebagaimana telah digambarkan pada bagian
terdahulu.
Pengawasan dan
Evaluasi
Perusahaan
anak angkat yang memperoleh bantuan dari bapak angkat ditanyakan sikap mereka
tentang perlu atau tidaknya dilakukan pengawasan dan evaluasi oleh perusahaan
bapak angkat. Data yang diperoleh dicantumkan dalam di bawah ini:
Tabel Sikap
Responden Terhadap Perlu atau Tidaknya Dilakukan
Pengawasan dan
Evaluasi oleh Bapak Angkat
Sikap |
Anak Angkat |
||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
|
Sangat tidak setuju |
1
|
4
|
4
|
Tidak setuju |
3
|
12
|
16
|
Netral |
3
|
12
|
28
|
Setuju |
15
|
60
|
88
|
Sangat setuju |
3
|
12
|
100
|
Total
|
25
|
100
|
Sumber
data primer (diolah)
Sebanyak
60% perusahaan anak angkat menyetujui adanya pengawasan dan evaluasi oleh bapak
angkat kepada perusahaan anak angkat atas berbagai bantuan yang diberikan.
Sebanyak 12% perusahaan anak angkat menyatakan sangat setuju dilakukan kegiatan
tersebut. Ada juga perusahaan anak angkat yang tidak setuju dilakukan
pengawasan dan evaluasi, jumlah mereka sebanyak 12% dari sampel, jumlah ini
sama dengan mereka yang menyatakan netral. Kondisi yang menarik adalah ketika
ada perusahaan anak angkat yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap
evaluasi dan pengawasan, barangkali ini adalah salah satu bentuk kecemasan
tidak dapat kebebasan dalam menjalankan usaha mereka.
Program
Pembinaan dari Bapak Angkat
Dari
penelitian ini ditemukan bahwa ternyata masalah pasar dan modal bukanlah
masalah utama yang dihadapi oleh usaha kecil, ada beberapa kendala lain yang
dihadapi oleh perusahaan anak angkat. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh
dari sampel ketika dintanyakan program pembinaan yang mereka ingin dapatkan
dari perusahaan bapak angkat sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :
Tabel
Program Pembinaan dari Perusahaan Bapak Angkat yang Diinginkan atau Dibutuhkan
oleh Perusahaan Anak Angkat
Program Dibutuhkan |
Anak Angkat |
Bukan Anak Angkat
|
||||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
Frekuensi
|
%
|
Persentase Kumulatif
|
|
Pembinaan kontiniu |
2
|
10,5
|
10,5
|
0
|
0
|
0
|
Bantuan modal |
2
|
10,5
|
21,1
|
0
|
0
|
0
|
Pelatihan |
10
|
52,6
|
73,3
|
0
|
0
|
0
|
Promosi |
1
|
5,3
|
78,9
|
0
|
0
|
0
|
Teknologi baru |
2
|
10,5
|
89,5
|
0
|
0
|
0
|
Mencarikan pasar |
2
|
10,5
|
100
|
|||
Total
|
19
|
100
|
0
|
0
|
0
|
Sumber data primer (diolah)
Selanjutnya
permasalahan inilah yang selayaknya dijadikan program oleh perusahaan bapak
angkat. Sebagaimana pertanyaan tentang pengawasan dan evaluasi, pertanyaan ini
tidak dintanyakan kepada perusahaan yang tidak menjadi anak angkat.
Kesesuaian Program
Pembinaan dengan Kebutuhan UKM
Perusahaan
anak angkat ditanyakan tentang kesesuaian antara program pembinaan yang
diberikan oleh perusahaan bapak angkat dengan kebutuhan perusahaan anak angkat.
Sebanyak 40% perusahaan yang menjadi anak angkat menganggap program pembinaan
yang diberikan oleh perusahaan yang menjadi bapak angkat mereka telah sesuai
dengan kebutuhan perusahaan mereka bahkan 36% yang lainnya menyatakan sangat
sesuai atau sangat setuju bahwa program tersebut telah sesuai. Hanya sekitar
16% perusahaan anak angkat yang menyatakan belum sesuai dan sisanya sebanyak 8%
tidak menyatakan sikap artinya belum dapat mengambil kesimpulan tentang
kesesuaian antara program pembinaan yang diberikan oleh perusahaan bapak angkat
dengan program yang dibutuhkan oleh perusahaan anak angkat.
Ketidaksesuaian
ini juga dipengaruhi oleh bidang yang menjadi fokus pekerjaan usaha kecil dan
menengah yang menjadi anak angkat dengan bidang usaha perusahaan bapak angkat.
Jika bidang pekerjaan di antara keduanya tidak ada hubungan yang erat,
logikanya perusahaan program pembinaan yang diberikan oleh perusahaan bapak
angkat juga akan terbatas, terutama dalam hal pemasaran produk. Padahal masalah
pemasaran adalah salah satu kebutuhan penting bagi UKM mitra (anak angkat). Respon
yang diberikan oleh perusahaan anak angkat terhadap kesesuai program pembinaan
ini terdapat dalam tabel berikut :
Tabel
Kesesuaian Program Pembinaan dari Perusahaan Bapak Angkat yang Diinginkan atau
Dibutuhkan oleh Perusahaan Anak Angkat
Kesesuaian Program Pembinaan |
Sikap Perusahaan Anak Angkat |
||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
|
Tidak Setuju |
4
|
16
|
16
|
Netral |
2
|
8
|
24
|
Setuju |
10
|
40
|
64
|
Sangat Setuju |
9
|
36
|
100
|
Total
|
25
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Kemampuan
Melakukan Pembinaan dan Evaluasi
Perusahaan
bapak angkat mempunyai kemampuan yang beragam dalam melaksanakan program
kemitraan dengan usaha kecil dan menengah yang menjadi anak angkat binaannya.
Kemampuan perusahaan bapak angkat dalam melakukan pembinaan juga dinilai oleh
UKM binaan, penilaian tersebut terangkum dalam tabel berikut ini :
Tabel Kemampuan
Perusahaan Bapak Angkat Melakukan Pembinaan Menurut UKM Mitra (Anak Angkat)
Bapak Angkat Mampu Membina |
Sikap Perusahaan Anak Angkat |
||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
|
Tidak Setuju |
2
|
8,3
|
8,3
|
Netral |
12
|
50
|
58,3
|
Setuju |
9
|
37,5
|
95,8
|
Sangat Setuju |
1
|
4,2
|
100
|
Total
|
24
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
Setengah
dari responden tidak dapat memberikan kesimpulan tentang kemampuan tenaga
pembina dari perusahaan bapak angkat memberikan binaan dan bimbingan serta
pendampingan kepada perusahaan anak angkat. Hampir setengahnya lagi (41,7%)
menyatakan bahwa tenaga pembina dari perusahaan bapak angkat telah mampu
memberikan bimbingan dan pembinaan. Sisanya sebanyak 8,3% perusahaan anak angkat
menganggap tenaga pembina dari perusahaan bapak angkat tidak mampu memberikan
bimbingan dan pembinaan kepada mereka. Beragamnya penilaian ini tentunya
berdasarkan pengalaman dari UKM anak angkat sebagai binaan dari perusahaan yang
lebih besar yang menjadi bapak angkatnya.
Berdasarkan
hal di atas dapat dipahami kenapa prestasi UKM mitra yang menjadi anak angkat
berada di bawah prestasi UKM bukan anak angkat dengan berbagai parameter
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Masalahnya adalah penilaian dari UKM
anak angkat sendiri terhadap kemampuan (atau kemauan?) perusahaan bapak angkat
sendiri untuk memberikan pendampingan dan bimbingan dengan sungguh-sungguh,
sistematis, terencana dan berkelanjutan.
Salah
satu parameter penting dari keseriusan atau kesungguhan pembinaan dari
perusahaan bapak angkat adalah pelaksanaan pengawasan dan evaluasi terhadap
kinerja UKM mitra yang menjadi anak angkat. Penelitian ini menemukan bahwa
pelaksanaan pengawasan dan evaluasi oleh perusahaan bapak angkat terhadap kinerja
dan produktifitas serta prestasi perusahaan anak angkat justru cukup signifikan
sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel.
Pelaksanaan Pengawasan dan Evaluasi oleh Bapak Angkat
Bapak Angkat Telah Melakukan Monev* |
Sikap Perusahaan Anak Angkat |
||
Frekuensi
|
%
|
Persentase
Kumulatif
|
|
Tidak Setuju |
2
|
8,3
|
8,3
|
Netral |
12
|
50
|
58,3
|
Setuju |
9
|
37,5
|
95,8
|
Sangat Setuju |
1
|
4,2
|
100
|
Total
|
24
|
100
|
Sumber data primer (diolah)
* Monev = Monitoring (Pengawasan) dan
Evaluasi
Lebih dari
setengah responden dari UKM mitra yang menjadi anak angkat menganggap bahwa
perusahaan bapak angkat telah melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap
kinerja, produktifitas dan prestasi UKM binaannya akan tetapi prestasi UKM
binaan tersebut tetap berada di bawah UKM yang tidak menjadi anak angkat. Hal
ini memberikan pemahaman bahwa pengawasan dan evaluasi yang telah dilakukan
tersebut tidak diikuti dengan tindak lanjut berdasarkan pengawasan dan evaluasi
yang telah dilakukan. Pengawasan dan evaluasi tanpa tindak lanjut (follow up) adalah
sia-sia.
Kondisi
Perusahaan Sebelum dan Sesudah Program
Kondisi
UKM mitra yang menjadi anak angkat sebelum dan sesudah dilakukan program
pembinaan melalui program bapak angkat ini dinilai dengan menggunakan 4
parameter yaitu volume penjualan, penyerapan tenaga kerja, tingkat keuntungan
dan nilai harta atau kekayaan yang dimiliki.
Dari
sisi penjualan, UKM mitra mengalami peningkatan rata-rata penjualan minimal
dari Rp. 5 juta menjadi minimal Rp. 6 juta serta tingkat penjualan paling
tinggi (maksimal) meningkat dari Rp. 410 juta menjadi Rp. 450 juta per tahun.
Rata-rata penjualan per tahun meningkat dari Rp. 62.720.000,- menjadi Rp.
93.570.000,-
Dalam
hal penyerapan tenaga kerja juga terjadi peningkatan, baik dari segi tenaga
kerja minimal yang dipekerjakan, jumlah tenaga kerja paling banyak yang diserap
dan rata-rata tenaga kerja yang bekerja di UKM mitra anak angkat. Selanjutnya
dilihat nilai keuntungan yang dapat diperoleh UKM yang menjadi anak angkat,
terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal tingkat keuntungan minimal,
keuntungan maksimal dan rata-rata keuntungan dalam lima tahun jangka waktu analisa.
Parameter
terakhir yang dinilai adalah nilai kekayaan atau harta dari perusahaan yang
menjadi anak angkat. Harta kekayaan perusahaan anak angkat meningkat secara
rata-rata dari kondisi sebelum dilakukannya program pembinaan oleh perusahaan
bapak angkat. Kondisi perusahaan UKM anak angkat pada saat belum mengikuti
program dengan kondisi pada waktu setelah mengikuti program ditampilkan dalam
tabel di bawah ini :
Tabel
Kondisi
Perusahaan Sebelum dan Sesudah Program
Program Dibutuhkan |
Sebelum Program |
Setelah
Program
|
||||
Maksimal
|
Minimal
|
Rata
rata
|
Maksimal
|
Minimal
|
Rata
rata
|
|
Penjualan(Rp.000) |
410.000
|
5.000
|
62.720
|
450.000
|
6.000
|
93.750
|
Tenaga Kerja (Orang) |
5
|
12
|
5
|
2
|
16
|
6
|
Keuntungan(Rp.) |
82.000
|
1.000
|
13.505,5
|
269.000
|
2.000
|
36.056,3
|
Harta(Rp.) |
300.000
|
44.000
|
44.550
|
310.000
|
6.000
|
50.189,6
|
Sumber data primer (diolah)
Prestasi
perusahaan anak angkat yang dinilai dengan menggunakan 4 parameter yaitu volume
penjualan, penyerapan tenaga kerja, keuntungan yang diperoleh dan harta yang
dimiliki, semua perusahaan peserta program menunjukkan peningkatan. Akan tetapi
jika dibandingkan prestasi perusahaan anak angkat dengan perusahaan non anak
angkat, diperoleh informasi bahwa perusahaan bukan anak angkat lebih unggul
dalam semua parameter.
Penilaian
Perusahaan Bapak Angkat
Perusahaan
bapak angkat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah BUMN (Badan Usaha
Milik Negara) yang mempunyai kantor cabang di Sumatera Barat dengan jumlah
karyawan rata-rata sebanyak 31 orang. Anggaran dana yang dialokasikan untuk
program kemitraan dengan UKM anak angkat rata-rata sebesar Rp. 250 juta.
Program pembinaan anak angkat ini tidak memerlukan lembaga khusus di internal
perusahaan akan tetapi terangkum dalam PKBL (Program Kemitraan Bina
Lingkungan).
Dalam
menentukan UKM yang akan dibina menjadi anak angkat, perusahaan bapak angkat
mempertimbangkan perkembangan dan prospek usaha calon anak angkat, memiliki
persayaratan dan izin yang lengkap, adanya keterkaitan produksi antara anak
angkat dengan bapak angkat serta berdasarkan rekomendasi dari institusi pembina
industri kecil.
Tenaga
yang diberi tugas untuk melakukan pembinaan terhadap UKM anak angkat dipilih
berdasarkan jabatan di kantor tersebut, selanjutnya juga mempertimbangkan latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan kegiatan pembinaan (misalnya sarjana
ekonomi), berdasarkan minat yang bersangkutan terhadap masalah UKM dan ada juga
yang ditunjuk begitu saja.
Kegiatan
utama yang dilakukan sebagai agenda pembinaan UKM anak angkat adalah pemberian kredit (pinjaman modal),
pelatihan dan magang, promosi dan sebagainya. Khusus untuk pemberian kredit
(pinjaman), waktu yang dibutuhkan antara pengajuan dari anak angkat sampai
dengan cairnya dana rata-rata sekitar 1 bulan jika semua persyaratan telah
dipenuhi oleh perusahaan anak angkat. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan
berdasarkan dana yang tersedia yang dialokasikan oleh kantor untuk pelaksanaan
program kemitraan.
Berdasarkan
penilaian perusahaan bapak angkat sendiri, program pembinaan yang diberikan
kepada UKM anak angkat dirasakan cukup berperan dalam meningkatkan prestasi UKM
dan memperbaiki kondisi usaha mereka. Selanjutnya untuk lebih meningkatkan
prestasi UKM, program atau kegiatan yang perlu dilakukan di masa mendatang
diantaranya adalah pelatihan manajemen usaha, pengembangan produk, pembukuan
dan pemasaran.
PENUTUP
Penelitian
ini menganalisis relevansi program pembinaan usaha kecil melalui sistem bapak angkat
dengan prestasi perusahaan yang menjadi anak angkat di Sumatera Barat.
Berdasarkan kepada analisis data maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut
1.
Prestasi UKM yang menjadi anak angkat
cendrung meningkat. Peningkatan prestasi terjadi secara signifikan pada semua
parameter. Peningkatan ini terjadi karena adanya bantuan modal dari bapak
angkat disamping terjadinya peningkatan keterampilan dalam mengelola dan
mengembangan usaha setelah memperoleh berbagai pelatihan yang diberikan oleh
bapak angkat.
2. Sebagian
bapak angkat hanya memberikan bantuan permodalan saja tanpa diikuti dengan
berbagai bentuk pembinaan lainnya.
3. Program
pembinaan UKM selayaknya tidak hanya include dalam PKBL (Program Kemitraan Bina
Lingkungan) saja, akan tetapi perlu diformulasikan sebuah konsepsi pengembangan
yang lebih fokus dan berkelanjutan.
4. Besarnya
dana yang dialokasikan bagi pelaksanaan program pembinaan UKM yang berasal dari
bapak angkat sebaiknya mengacu kepada keperluan dana oleh UKM.
5. Pembinaan
dari bapak angkat sebaiknya dilakukan secara sungguh-sungguh, sistematis,
terencana dan berkelanjutan. Di masa mendatang hendaknya tidak ditemukan adanya
program pembinaan anak yang hanya sebatas memberikan bantuan modal saja.
6. Perusahaan
yang menjadi bapak angkat agar lebih diperluas lagi, tidak hanya terbatas pada
BUMN akan tetapi sebaiknya bisa juga dilaksanakan oleh perusahaan swasta
nasional.
7. Pemilihan
UKM yang akan dijadikan anak angkat sebaiknya lebih selektif, berdasarkan
kebutuhan UKM calon anak angkat dan prospek usaha.
8. Personil
pembina UKM yang menjadi anak angkat yang berasal dari perusahaan bapak angkat
perlu dipilih secara lebih bijak, tidak hanya berdasarkan jabatannya di kantor.
9. Kegiatan
yang dilakukan sebagai bagian dari program pembinaan kepada anak angkat hendaknya
dilakukan berdasarkan kebutuhan UKM yang menjadi anak angkat, bukan hanya
berdasarkan keinginan sepihak dari bapak angkat.
10. Perlu
dipersingkat waktu turunnya dana, sejak dari pengajuan proposal sampai
terealisasinya dana memakan waktu yang cukup lama.
Penelitian
Masa Datang
Penelitian ini
memiliki beberap keterbatasan diataranya adalah sampel perusahaan yang menjadi
anak angkat jah lebih kecil dari sampel perusahaan abuka anak angkat. Untuk itu
penelitian masa datang dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel anak angakt
yang lebih besar.
Implikasi
Kebijakan
Bagaimanapun
upaya maksimal yang telah dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini tetap
ada keterbatasan dimana jumlah sampel masih dirasakan kurang baik yang mewakili
anak angkat maupun yang mewakili UKM non anak angkat.
Membandingkan
UKM yang menjadi anak angkat dengan UKM non anak angkat harus dalam kondisi
yang seimbang. Keseimbangan dimaksud adalah dalam hal skala usaha, lokasi dan
waktu. Oleh sebab itu penelitian
lanjutan dari study ini sebaiknya menyambil sampel yang lebih besar serta
dengan bidang usaha yang beragam serta skala usaha yang sepadan agar hasil yang
diperoleh akan lebih baik lagi.
Lembaga
koperasi sebagai salah satu badan usaha yang ada di Indonesia dan sejatinya adalah soko
guru perekonomian nasional agar lebih dilibatkan lagi dalam berbagai kegiatan
penelitian dan pengembangan secara ilmiah. Dengan keterlibatan itu, diharapkan
dunia koperasi akan dapat berkembang lebih baik di tanah air serta sejajar
dengan pelaku usaha lainnya.
Pemerintah
dan dunia usaha perlu melanjutkan program kemitraan ini dengan melakukan
berbagai perbaikan dan pengembangan. Perlu dilakukan suatu kajian empiris untuk
menemukan formulasi yang inovatif untuk mempercepat pertumbuhan UKM sebagai
tulang punggung perekonomian nasional dan daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,
Moha Asri, 1996, “Inter-Firm. Linkages
and The Performance of Urban Small Firms in Malaysia”, Borneo
Review 7 (2), December, 126-146
------------,1996,
Program Bantuan : Perusahaan kecil dan
Sederhana di Malaysia, Fajar Bhakti Sdn. Bhd,
Shah Alam, Kuala Lumpur,
Malaysia
Beng, Chew
Soon, 1988, Small Firms in Singapure, Oxford University
Press, Singapur.
Departemen
Keuangan Republik Indonesia,1993,
PPKPPK, (Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pembangunan Pengperusahaan kecil), , Jakarta.
Esa, M. H,
“Venture Capital Operations and Their Potential Roles in Developing SMIs”, Enhancing Intra-Industry Linkages: the Role
of Small and Medium Scales Industries,
1992, ISIS, Kuala Lumpur Malaysia
Fitcher,
Guenther, 1992,”Closing Remark”, Salleh, I.M dan Rahim, L Ed, Enhancing
Intra-Industri Linkages: the Role of
Small and Medium Scales Industries, 1992, ISIS, Kuala Lumpur Malaysia
Glueck, W. F,
1980, Business Policy and Strategic Management , 3 rd ed, Mc. Graw Hill, New York.
Herri dan Irda, 2005,
Sifat kewirausahaan dan prestasi
usaha kecil & menengah Sumatera
Barat (suatu kajian empiris), Jurnal Kewirausahaan, Universitas Petra, Surabaya, Dalam proses
penerbitan)
Harahap,
Bachrum S, 1994, “Indonesian’s Policies And Strategies For Small And Medium
Industry”, Small Industry Bulletin For
Asia & The Pacific, United Nations, No.
28, 6-17.
Harun, Sudin,
1990,” Small Scale Entreprenueurs: Perceptions of Malaysian Commercial
Bankers”. Malaysian Management Review, No. 225, 31-38.
Hollander,
E.D., dkk,1979, The Future of Small Business,
Arno Press, New York.
Hussain, A.
R,”Proton as Marketing Intermediary and Special Export Link : The Payung
Concept”, Enhancing Intra-Industri Linkages: the Role of Small and Medium Scales Industries, 1992, ISIS, Kuala
Lumpur Malaysia
Irda,
1999,” Kajian sistim Bapak angkat sebagai salah satu kebijaksanaan pemerintah Indonesia untuk
mengembangkan indusri kecil”, Thesis Master yang tidak dipublikasikan,
Universiti Sains Malaysia.
Ismail, M. N,
1993,”Linkages in The Malaysian Electronics Industry : A Study of Sourcing
Practices Among Foreign electronics TNCS”, Malaysian Journal of Small &
Medium Enterprise, Vol. 4, 72-90
James, Kenneth,
1988 “Marketing Factors Affecting Small and Medium Businesess in the Asean
Region: An Overviev” dalam James, Kenneth dan Akrasanee N, ed, 1988, Small and
Medium Business Improvement in the Asean Region” Marketing Factors, Institute of Southeast Asian Studies, Pasir Panjang,
Singapur.
Li, Pao Lim,
1992,”Mechanism for Developing Linkages Between SMIs and LSIs: Sub
Contracting Arrengements”, dalam Salleh, I.M dan Rahim, L Ed, Enhancing
Intra-Firm Linkages: the Role of Small
and Medium Scales Industries, 1992, ISIS, Kuala
Lumpur Malaysia
Lee, Goh Ban,
1988, Linkages Between the Multinational Corporations and Local Supporting
Industries-Case Study of Penang, Centre for
Policy Research, University Sains Malaysia, Penang
Lim, C, 1988, Small Industry in Malaysia,
Berita Publishing, Kuala Lumpur
Ling, Sieh Lee
Mei, 1991,“Malaysia’s
Industrial and Entreprenuer Profile”, Malaysian Management Review, 3-10
Ling, C. S dan
S,. Kuppusamy, 1997,”Promotions and Problem of Small and Medium Scale
Industries : A survey of Awarenes on Facilities and Incentives among
Entrepreneurs in the Klang
Valley”, Borneo Review, 8
(2), 118-140.
Lukman, Syukri,
1991,“Pembangunan Dunia Usaha di Sumatera Barat”, Jurnal Ekonomi dan Manajemen,
Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang, JEM, , Vol. III No.1, hal 104-121
McClelland,
David dalam Mamat, K dan Raya, R, , 1990,” Malaysian Management Review”, Vol.
25. No. 2, 18.
Miller, D dan Toulouse, J.M, 1986,”
Chief Executive Personality and Corporate Strategy and Structure in Small
Firms”, Management Science, Vol. 32, No. 111389-1409.
Mohayidin M.H
dan Hamid S.A.,
1988, Small and Medium Scale Enterprises in Malaysia: Technolocigal and
Managerial Capacity, University
Pertanian Malaysia.
Serdang, Malaysia.
Perry,
Stephen C., (2001), “The Relationship Between Written Business Plans and the
Failure of Small Businesses in the USA”, Journal of Small Business
Management, 39(3), pp201-208.
Pihie, Z. A. L
dan Elias, H, 1993,” Entrepreneurial Competencies and Achievement Motivation of
Malaysian Entrepreneurs”, The Malaysian Journal of Small & Medium
Enterprises, Vol. 4, June-December, 41-48.
Rahman, Abdul
Aziz Abdul,1996,” Development of Bumi Putera SMEs Through Proton Vendor
Development Program : Some observations of Its Impact at The Firm Level “,
Malaysian Management Review, 1-15
Roza, Husna,
1993, Government Policies For Small Business Development:And Exploratory Study,
Parallels And Disparities Between Indonesia and Australia, Unpublished M.A Thesis, the departement of
Accountancy of the University of Wollongong, N.S.W, Australia.
Said, Nurmal ,
1991, “Pola Pembangunan Perusahaan kecil
di Sumatera Barat” dalam Syarif, Syahrial, penyunting, Perusahaan kecil dan Kesempatan Kerja, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan., Pusat PenelitianUniversitas Andalas Padang.
Sanjaya,
A.A.B., (1997), “Kemitraan Usaha Dalam Meningkatkan Kemampuan Wirausaha
Nasional, di dalam, Usaha Kecil Indonesia:
Tantangan Krisis dan Globalisasi, Center for Economic and Social Studies,
97-108
Sekaran,
Uma, 2000, Research Business for Business: A Skill Building
Aprroach, John Wiley & Sons Inc, New
York.
Shiliang, Lan,
1994,”China’s
Policy and Strategies for Small and Medium Enterprises”, Small Industry Bulletin For Asia & The Pacific, United Nations, No. 28, 1-5
Suhardi,
Trisura, 1994, “Financing Small And
Medium Scale Industries in Indonesia”,
dalam United Nations, Small Industry Bulletin For Asia & The Pacific, No.
29, 9-11.
Syarif, Syahrial, 1988, “LIK Ulu Gadut: Suatu
Pola Pengembangan Perusahaan kecil”
dalam Syahruddin, Ed, Pengembangan
Produksi dan Perdagangan Luar Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Pusat Penelitian Universitas Andalas Padang.
Tambunan, T,
1993, “Manufacturing Industry in Indonesia: Dualism and Production
Linkages”, Industry and Development, UNIDO, 71-94.
-----------,
2000, “The Performance of Small Enterprises During Economic Crisis: Evidence
From Indonesia”,
Journal of Small Business Management, 38 (4), 93-102
----------,
T., (2001), Performance, Problems and Prospect of SMEs in Indonesia,
Makalah yang ditampilkan dalam Seminar Sehari, Pengembangan Usaha Kecil di
Indonesia: Harapan dan Kenyataan, Jakarta.
UNIDO,
1989,“The Small-Scale Electronics Industry As A Subcontractor in The Asian And
Pacific Region”, Small Industry Bulletin For Asia
& The Pacific, United Nations No. 28, 31-56.
Wie,
T.K., (2000), Industri Garmen, di dalam, Adi, W., (2000), Dampak Krisis Ekonomi
Terhadap Kegiatan Usaha Kecil dan Menengah, Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan
LIPI, Jakarta, 35-56.
Zainuddin, D
Nasution, M dan Basri, I, 1990, “The Role of Small and Medium-Scale Industries
in The Industrial Development of Indonesia”, The Role of Small and Medium-Scale
Manufacturing Industries in Industrial Development :The Experience of Selected
Asian Countries, Asian Development Bank,
Manila.
No comments:
Post a Comment