BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Laporan Keuangan
Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media yang
paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan.
Pada tahap pertama seorang analis tidak akan mampu melakukan pengamatan langsung
ke suatu perusahaan. Dan seandainya dilakukan ia pun tidak akan dapat
mengetahui banyak tentang situasi perusahaan. Oleh karena itu yang paling
penting adalah media laporan keuangan. Laporan keuangan inilah yang menjadi
bahan sarana informasi bagi analis dalam pengambilan keputusan. Laporan
keuangan dapat menggambarkan posisi keuangan perusahaan, hasil usaha perusahaan
dalam suatu periode dan arus dana perusahaan dalam periode tertentu.
2.1.1. Pengertian laporan
keuangan
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Laporan keuangan meliputi
bagian dari proses laporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya
meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang
dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas/ laporan
arus dana). Catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan
bagian integral dari laporan keuangan.”
(2002;7)
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Pada umumnya laporan
keuangan itu terdiri dari Neraca dan Perhitungan Laba Rugi serta Laporan
Perubahan Modal, dimana Neraca menunjukkan/ menggambarkan jumlah aktiva, hutang
dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu, sedangkan perhitungan
(laporan) Rugi Laba memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh
perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu, dan Laporan
Perubahan Modal menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang
menyebabkan perubahan modal perusahaan”.
(2002;5)
Menurut Sofyan Safri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Laporan keuangan
menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat
tertentu atau jangka waktu tertentu. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim
dikenal adalah: Neraca atau Laporan Laba/ Rugi, atau hasil usaha, Laporan Arus
Kas, Laporan Posisi Keuangan’.
(2004;105)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan untuk perusahaan terdiri dari laporan-laporan yang melaporkan posisi
keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu, yang dilaporkan dalam neraca dan
perhitungan laba rugi serta laporan perubahan modal dan laporan arus kas,
dimana neraca menunjukkan jumlah aktiva, hutang dan modal perusahaan. Laporan
laba rugi menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode tertentu.
Sedangkan laporan perubahan modal menunjukkan sumber dan penggunaan atau
alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal perusahaan.
2.1.2. Tujuan Laporan
Keuangan
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi
bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang berguna dalam pengambilan keputusan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Tujuan laporan keuangan
adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”.
(2004;4)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi, menyatakan bahwa:
“Tujuan utama dari laporan
keuangan adalah memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
ekonomis. Para pemakai laporan akan menggunakannya untuk meramalkan,
membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis
yang diambilnya. Informasi mengenai dampak keuangan yang timbul tadi sangat
berguna bagi pemakai untuk meramalkan, membandingkan dan menilai arus kas.
Seandainya nilai uang tidak stabil, maka hal ini akan dijelaskan dalam laporan
keuangan. Laporan keuangan akan lebih bermanfaat apabila yang dilaporkan tidak
saja aspek-aspek kuantitatif, tetapi mencakup penjelasan-penjelasan lainnya
yang dirasakan perlu. Dan informasi ini harus faktual dan dapat diukur secara
objektif”.
(2002;131)
Dari beberapa tujuan laporan keuangan dari berbagai
sumber, maka dapat disimpulkan bahwa:
·
Informasi posisi laporan
keuangan yang dihasilkan dari kinerja dan harta perusahaan sangat dibutuhkan
oleh para pemakai laporan keuangan, sebagai bahan evaluasi dan perbandingan
untuk melihat dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis yang
diambilnya.
·
Informasi keuangan perusahaan
diperlukan juga untuk menilai dan meramalkan apakah perusahaan di masa sekarang
dan di masa yang akan datang sehingga akan menghasilkan keuntungan yang sama
atau lebih menguntungkan.
·
Informasi perubahan posisi
keuangan perusahaan bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi, pendanaan dan
operasi perusahaan selama periode tertentu. Selain untuk menilai kemampuan
perusahaan, laporan keuangan juga bertujuan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan investasi.
2.1.3. Karakteristik
Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang
membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.
Menurut Ikatan
Akuntansi Indonesia
dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Terdapat empat
karakteristik kualitatif pokok yaitu:
1.
dapat dipahami,
2.
relevan,
3.
keandalan dan
4.
dapat diperbandingkan”.
(2004;7)
1.
Dapat Difahami
Kualitas penting informasi yang
ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat
difahami oleh pemakai. Pemakai dalam hal ini diasumsikan memiliki pengetahuan
yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan
untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
2.
Relevan
Informasi harus relevan untuk
memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi
memiliki kualitas relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai
dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa
depan, menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
3.
Keandalan
Informasi memiliki kualitas andal
apabila bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat
diandalkan penyajiannya sebagai penyajian yang tulus atau jujur dari yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
4.
Dapat Diperbandingkan
Pemakai harus dapat
memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasikan
kecenderungan (trend) posisi dan
kinerja keuangan.
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi, menyatakan bahwa:
“Sifat-sifat kualitatif
dari laporan keuangan adalah:
1.
Relevance
2.
Reliability
3.
Verifiability
4.
Completeness
5.
Comparability
6.
Consistency”.
(2002;141)
1)
Relevance
Agar informasi relevan, maka informasi itu harus
memiliki predictive value (meramalkan
nilai di masa yang akan datang), feedback
value (menguatkan atau mengoreksi pengharapan yang sudah lalu) pada saat
yang sama dan harus disampaikan pada waktu yang tepat.
2)
Reliability
Reliability menyangkut kualitas yang menyebabkan pemakai data bergantung pada
kepercayaannya pada data yang disajikan dan yang dimaksudkan untuk disajikan.
Untuk meningkatkan reliability, maka
laporan keuangan harus dapat diperiksa (verifiability).
3)
Verifiability
Adalah suatu sarana yang dapat memberikan kesempatan
kepada orang-orang tertentu yang bekerja secara terpisah antara satu dengan
yang lain untuk mengembangkan ukuran-ukuran yang sama atas bukti, data, dan
catatan yang sama.
4)
Completeness
Menjelaskan kelengkapan dan kesesuaian antara data
akuntansi dengan kejadian yang dimaksud untuk disajikan.
5)
Comparability
Dalam menyusun laporan keuangan harus digunakan metode
yang sama sepanjang waktu oleh perusahaan tertentu agar dapat diperbandingkan.
6)
Consistency
Metode-metode akuntansi tidak dapat diubah apabila telah
dipilih. Namun dalam prinsip akuntansi disebutkan bahwa boleh mengubahnya
apabila alternatif lain yang juga sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim
dianggap lebih baik. Perubahan itu harus diungkapkan dan termasuk diungkapkan
alasan mengapa prinsip alternatif itu dipilih.
2.1.4. Pemakai Laporan
Keuangan
Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan
dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para
pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan. Dengan
membaca laporan keuangan dengan tepat, seseorang dapat melakukan tindakan
ekonomi menyangkut lembaga perusahaan yang dilaporkan dan diharapkan akan menghasilkan
keuntungan baginya.
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap posisi laporan keuangan maupun perkembangan suatu
perusahaan adalah: para pemilik perusahaan, manajer perusahaan yang
bersangkutan, para kreditur, bankers,
para investor dan pemerintah dimana perusahaan itu berdomisili, buruh serta
pihak-pihak lainnya.”(2002;2)
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Para pemakai
laporan keuangan terdiri dari: Pemilik Perusahaan, Karyawan, Pemberi Pinjaman,
Pemasok dan Kreditur Usaha lainnya, Pelanggan, Pemerintah dan Masyarakat”.(2004;3)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Para pemakai laporan
keuangan terdiri dari: Pemegang Saham, Investor, Analis Pasar Modal, Manajer,
Karyawan dan Serikat Pekerja, Instansi Pajak, Pemberi Dana (Kreditur), Supplier, Pemerintah atau Lembaga
Pengatur Resmi, Langganan atau Lembaga Konsumen, Lembaga Swadaya Masyarakat,
Peneliti/Akademisi/Lembaga Peringkat”.(2004;120)
2.1.5. Sifat dan
Keterbatasan Laporan Keuangan
Sebelum mengambil keputusan, para pemakai laporan
keuangan harus mengetahui dan memahami terlebih dahulu sifat dan keterbatasan
laporan keuangan agar para pemakai laporan keuangan tersebut tidak salah
mengartikan sehingga tidak akan menyesatkan dalam pengambilan keputusan.
Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud
untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan secara periodik yang dilakukan
oleh pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan bersifat historis
serta menyeluruh.
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyebutkan bahwa:
“Laporan keuangan yang
bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu laporan kemajuan laporan
keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi
antara:
a.
Fakta yang telah dicatat (Recorded
fact)
b.
Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan didalam akuntansi (Accounting convention and postulate)
c.
Pendapat pribadi (Personal
judgement)”. (2002;6)
Dengan mengingat atau memperhatikan sifat-sifat laporan
keuangan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan mempunyai
keterbatasan. S. Munawir mengemukakan
keterbatasan laporan keuangan yaitu:
“Keterbatasan Laporan Keuangan antara lain:
- Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan yang final.
- Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah.
- Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu dimana daya beli (purchasing power) uang tersebut menurun, dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau mencerminkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan tersebut disebabkan naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti kenaikan harga-harga.
- Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan suatu uang”. (2002;9)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi, menyatakan bahwa:
“ Keterbatasan Laporan Keuangan adalah:
1.
Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas
kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap
sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan
ekonomi.
2.
Laporan keuangan bersifat umum dan tidak dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak tertentu.
3.
Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan
taksiran dan berbagai pertimbangan.
4.
Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.
5.
Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian.
6.
Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu
peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya.
7.
Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis.
8.
Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan
menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat
kesuksesan antar perusahaan.
9.
Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat
dikuantifikasikan umumnya diabaikan”. (2002;235)
Dari beberapa pernyataan tersebut di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa laporan keuangan bersifat historis dan hanya merupakan
gambaran kemajuan perusahaan yang terdiri dari data-data, laporan dan
elemen yang cukup berarti yang mempunyai
sifat yang dapat mempengaruhi atau menyebabkan timbulnya suatu perbedaan dalam
suatu pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan keadaan lain yang ada di
perusahaan.
Laporan keuangan pada dasarnya mempunyai suatu
keterbatasan sebab laporan keuangan yang dibuat oleh suatu perusahaan pada
waktu tertentu hanya bersifat sementara, bukan merupakan hasil akhir dari suatu
kegiatan perusahaan. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan
transaksi keuangan karena itu angka yang tercermin dalam laporan keuangan hanya
bersifat nilai buku yang belum tentu sama dengan harga pasar sekarang maupun
nilai gantinya.
2.1.6. Jenis Laporan
Keuangan
Laporan keuangan pada umumnya terdiri dari neraca,
laporan laba/rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas, namun pada
prakteknya sering diikutsertakan beberapa daftar atau catatan yang sifatnya
dapat memberikan informasi atau keterangan yang lebih rinci.
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Jenis laporan utama dan pendukung atas laporan
keuangan adalah:
- Daftar Neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu.
- Perhitungan Laba/Rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya dan Laba/Rugi perusahaan pada suatu periode tertentu.
- Laporan Sumber dan Penggunaan Dana. Di sini dimuat sumber dan pengeluaran perusahaan selama satu periode.
- Laporan Arus Kas. Di sini digambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode.
- Laporan Harga Pokok Produksi yang menggambarkan berapa dan unsur apa yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang.
- Laporan Laba Ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan kepada pemilik saham.
- Laporan Perubahan Modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik saham dalam PT atau Modal dalam perusahaan perseroan.
- Dalam suatu kajian dikenal Laporan Kegiatan Keuangan. Laporan ini menggambarkan transaksi laporan keuangan perusahaan yang mempengaruhi kas atau ekuivalen kas. Laporan ini jarang digunakan.” (2004;106)
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey
dalam bukunya Financial Statement Analysis
yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap dalam
bukunya Analisis Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Jenis-jenis laporan keuangan adalah:
1.
Neraca (Balance Sheet)
2.
Laporan Laba Rugi (Income
Statement)
3.
Laporan Ekuitas Pemegang Saham (Statement
of Shareholders Equity)
4.
Laporan Arus Kas (2005;23)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan neraca dan
laporan laba/rugi.
2.1.6.1. Neraca
Neraca merupakan laporan sistematis mengenai aktiva,
hutang dan modal perusahaan pada suatu periode tertentu.
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Neraca adalah laporan
yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan
tertentu. Jadi tujuan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu
perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu dimana buku-buku
ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir fiskal atau tahun kalender,
sehingga neraca sering disebut balance
sheet”. (2002;13)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Laporan Neraca atau
daftar neraca disebut juga laporan posisi keuangan perusahaan. Laporan ini
menggambarkan posisi aktiva, kewajiban dan modal pada saat tertentu. Laporan
ini bisa disusun setiap saat”. (2004;107)
Menurut Susan Irawati dalam bukunya Akuntansi Manajemen, menyatakan bahwa:
“Neraca adalah laporan
keuangan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu.
Di dalam neraca akan terlihat kekayaan perusahaan yang berupa aktiva lancar dan
aktiva tetap, yang sumber pendanaannya baik berasal dari pinjaman yaitu
pinjaman jangka pendek ataupun jangka panjang dan modal sendiri”. (2006;68)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan neraca adalah laporan yang sistematis tentang harta,
hutang dan modal suatu perusahaan untuk menunjukkan posisi keuangan pada suatu
tanggal tertentu.
Bentuk atau susunan dari neraca tidak ada keseragaman
diantara perusahaan-perusahaan tergantung pada tujuan-tujuan yang akan dicapai,
tetapi bentuk neraca yang umum digunakan (tradisional atau konvensional),
menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Bentuk neraca adalah
sebagai berikut;
1.
Bentuk Skontro (Account Form),
dimana semua aktiva tercantum sebelah kiri/debet dan hutang serta modal
tercantum sebelah kanan/kredit.
2.
Bentuk Vertikal (Report Form),
dalam bentuk ini semua aktiva nampak di bagian atas yang selanjutnya diikuti
dengan hutang jangka pendek, hutang jangka panjang serta modal.
3.
Bentuk Neraca yang disesuaikan dengan kedudukan atau posisi keuangan
perusahaan, bentuk ini bertujuan agar kedudukan atau posisi keuangan yang
dikehendaki nampak dengan jelas, misalnya besarnya modal kerja bersih atau
jumlah modal perusahaan”. (2002;20)
Neraca terdiri dari tiga komponen utama yaitu aktiva,
hutang dan modal.
1.
Aktiva/Harta/Aset
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Aset adalah
harta yang dimiliki perusahaan yang berperan dalam operasi perusahaan misalnya
kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva yang tak berwujud, dan lain-lain”.
(2002;206)
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Aktiva adalah
sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh
perusahaan”.
(2004;13)
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey
dalam bukunya Financial Statement
Analysis yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap
dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Aktiva merupakan
investasi yang diharapkan untuk menghasilkan laba di masa depan melalui
aktivitas operasi. Untuk menjalankan aktivitas operasi, perusahaan membutuhkan
pendanaan untuk membiayainya”.
(2005;23)
Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian utama yaitu sebagai berikut:
a.
Aktiva Lancar
Adalah uang kas dan aktiva lainnya
yang diharapkan dapat dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau
dikonsumsi dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam
perputaran kegiatan perusahaan yang normal).
b.
Aktiva Tidak Lancar
Adalah aktiva yang mempunyai umur
kegiatan relatif permanen atau jangka panjang (mempunyai umur ekonomis lebih
dari satu tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi
perusahaan).
2.
Hutang/Kewajiban
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Kewajiban merupakan
hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dan sumber daya perusahaan
yang mengandung manfaat ekonomi”. (2004;13)
Menurut K. Fred Skousen dalam buku Intermediate Accounting yang diterjemahkan oleh Safrida R.P dan
Ahmad Maulana dalam bukunya Akuntansi
Keuangan Menengah, menyatakan bahwa:
“Hutang adalah kemungkinan
keuntungan ekonomi di masa depan yang muncul dari kewajiban sekarang atas
entitas tertentu untuk mentransfer aktiva/ memberikan pelayanan untuk entitas
lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi/ kejadian di masa lalu”. (2001;131)
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Hutang adalah semua
kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana
hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari
kreditor. Hutang atau kewajiban perusahaan dapat dibedakan kedalam hutang
jangka pendek dan hutang jangka panjang”. (2002;18)
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey
dalam bukunya Financial Statement
Analysis yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap
dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Kewajiban merupakan pendanaan dari kreditor
dan mewakili kewajiban perusahaan, atau claim
kreditor atas aktiva”. (2005;24)
Hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah kewajiban
keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayaran akan dilakukan dalam
jangka pendek (maksimal satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan
aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Hutang jangka panjang adalah kewajiban
keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) lebih dari satu tahun
sejak tanggal neraca.
3.
Modal
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Ekuitas/ modal
adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban”. (2002;13)
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Modal merupakan hak atau
bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditujukan dalam pos modal
(modal saham), surflus dan modal yang ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya”. (2002;19)
2.1.6.2 Laporan Laba Rugi
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang
penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh suatu perusahaan selama periode
tertentu”. (2002;26)
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey
dalam bukunya Financial Statement
Analysis yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap
dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Laporan Laba Rugi mengukur kinerja keuangan
perusahaan antara tanggal neraca. Laporan ini mencerminkan aktivitas operasi
perusahaan. Laporan laba rugi menyediakan rincian pendapatan, beban, untung dan
rugi perusahaan untuk suatu periode waktu”. (2005;24)
Dari beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan laporan laba
rugi adalah suatu laporan yang memberikan gambaran terhadap kesuksesan yang
dicapai atau kegagalan yang dialami oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya
dalam periode tertentu serta menyajikan pendapatan dan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan.
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Bentuk dari laporan rugi
laba yang biasa digunakan adalah sebagai berikut;
1. Bentuk Single Step
2. Bentuk Multiple Step”. (2002;26)
1.
Bentuk Single Step
Yaitu dengan menggabungkan semua
penghasilan menjadi satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok, sehingga
untuk menghitung rugi/laba bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu
mengurangkan total biaya terhadap total penghasilan.
2.
Bentuk Multiple Step
Dalam bentuk ini dilakukan
pengelompokkan yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara
umum.
2.2. Analisis Laporan
Keuangan
Salah satu tugas
penting manajemen atau investor setelah akhir tahun adalah menganalisis laporan
keuangan perusahaan. Analisis ini didasarkan pada laporan keuangan yang telah
disusun. Sebaiknya laporan keuangan itu adalah laporan yang diyakini
kewajarannya. Kewajaran laporan keuangan diketahui dari hasil pemeriksaan
akuntan publik terhadap laporan keuangan perusahaan. Hasil laporan akuntan
biasanya menyajikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan tersebut.
2.2.1 Pengertian Analisis
Laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Analisis laporan keuangan
berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih
kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai
makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun
data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih
dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”. (2004;190)
Dari pengertian di
atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan analisis laporan keuangan
adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana posisi keuangan
dan hasil-hasil yang diperoleh suatu perusahaan sesuai dengan hasil yang
ditargetkan manajemen atau tidak, dengan melakukan perbandingan-perbandingan
atas data yang satu dengan yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut.
Menurut Lukman
Syamsuddin dalam bukunya Manajemen
Keuangan Perusahaan, menyatakan bahwa:
“Analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan
perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu,
saat ini, dan kemungkinannya di masa depan”. (2002;37)
Dari pengertian di
atas, dapat disimpulkan bahwa seorang analis laporan keuangan dalam melakukan
analisisnya tidak akan lepas dari peranan rasio-rasio laporan keuangan, dengan
melakukan analisis terhadap rasio-rasio keuangan akan dapat menentukan suatu
keputusan yang akan diambil.
2.2.2 Tujuan Analisis
Laporan Keuangan
Menurut S. Munawir
dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Tujuan analisis laporan
keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi
sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan
yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak
yang berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode
atau lebih, dan dianalisa lebih lanjut sehingga akan dapat diperoleh data yang
akan dapat mendukung keputusan yang akan diambil”. (2002;31)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Analisis laporan keuangan yang dilakukan dimaksudkan untuk menambah
informasi yang ada dalam suatu laporan keuangan”. (2004;195)
Dari beberapa
pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan analisis laporan
keuangan adalah untuk menyederhanakan data sehingga dapat lebih mudah
dimengerti, dari data-data yang ada kita dapat menentukan informasi posisi
keuangan, hasil operasi, perkembangan perusahaan serta dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan untuk suatu pengambilan keputusan.
2.2.3 Metode dan Teknik
Analisis Laporan Keuangan
Menurut S. Munawir
dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Ada dua metode analisis
yang digunakan oleh setiap penganalisis laporan keuangan, yaitu Analisis horisontal
dan Analisis vertikal. Analisis horisontal adalah analisis dengan mengadakan
perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat
sehingga akan diketahui perkembangannya. Analisis vertikal adalah apabila
laporan keuangan yang dianalisis hanya meliputi satu periode atau satu saat
saja, yaitu dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lain
dalam laporan keuangan tersebut sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan
atau hasil operasi pada saat itu saja”. (2002;36)\
Sedangkan teknik analisis laporan keuangan yang biasa digunakan
menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, adalah sebagai
berikut:
“Teknik analisis laporan
keuangan adalah;
1.
Analisis Perbandingan Laporan Keuangan
2.
Trend atau tendensi atau posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang
dinyatakan dalam persentase (Trend
Percentage Analysis)
3.
Laporan dengan persentase per komponen (Common Size Statement)
4.
Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
5.
Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis)
6.
Analisi Rasio
7.
Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross
Profit Analysis)
8.
Analisis Break Even”. (2002;37)
1)
Analisis Perbandingan Laporan
Keuangan, adalah metode dan teknik analisis dengan cara memperbandingkan
laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukkan:
a.
Data absolut atau jumlah-jumlah
dalam rupiah.
b.
Kenaikan atau penurunan dalam
jumlah rupiah.
c.
Kenaikan atau penurunan dalam
persentase.
d.
Perbandingan yang dinyatakan
dalam rasio.
e.
Persentase dalam total.
Analisis dengan menggunakan metode ini akan dapat
diketahui perubahan-perubahan yang terjadi dan perubahan mana yang memerlukan
penelitian lebih lanjut.
2)
Trend atau tendensi atau posisi dan
kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam persentase (Trend Percentage Analysis), adalah suatu
metode atau teknik analisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan
keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun.
3)
Laporan dengan persentase per
komponen (Common Size Statement), adalah suatu metode analisis
untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total
aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi
perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
4)
Analisis Sumber dan Penggunaan
Modal Kerja, adalah suatu analisis untuk mengetahui sumber-sumber serta
penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja
dalam periode tertentu.
5)
Analisis Sumber dan Penggunaan
Kas (Cash Flow Statement Analysis),
adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas
atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode
tertentu.
6)
Analisi Rasio, adalah suatu
metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca
atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan
tersebut.
7)
Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Analysis), adalah suatu
analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan
dari suatu periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor dari suatu
periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
8)
Analisis Break Even, adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat
penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut
tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan
analisis ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian
untuk berbagai tingkat penjualan.
Metode dan
teknik analisis manapun yang digunakan, kesemuanya itu merupakan permulaan dari
proses analisis yang diperlukan untuk menganalisis laporan keuangan, dan setiap
metode analisis mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membuat agar data lebih
dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
2.2.4. Kelemahan Analisis
Laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan,
adalah sebagai berikut:
“Kelemahan analisis
laporan keuangan adalah;
1.
Analisis laporan keuangan didasarkan pada laporan keuangan, oleh
karenanya kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat agar kesimpulan dari
analisis itu tidak salah.
2.
Objek analisis laporan keuangan hanya laporan keuangan. Untuk
menilai suatu laporan keuangan tidak cukup hanya angka-angka laporan keuangan.
Kita juga harus melihat aspek-aspek lainnya seperti tujuan perusahaan, situasi
ekonomi, situasi industri, gaya
manajemen, budaya perusahaan dan budaya masyarakat.
3.
Objek analisis adalah data historis yang menggambarkan masa lalu dan
kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi masa depan.
4.
Jika kita melakukan perbandingan dengan perusahaan lain, maka perlu
dilihat beberapa perbedaan prinsip yang bisa menjadi penyebab perbedaan angka,
misalnya prinsip akuntansi, size perusahaan,
jenis industri, periode laporan, laporan individual atau laporan konsolidasi,
jenis perusahaan, apakah profit motive
atau non profit motive”. (2004;203)
2.3. Analisis Rasio
2.3.1. Pengertian Analisis
Rasio
Menurut S. Munawir
dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Analisi Rasio,
adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu
dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua
laporan tersebut”. (2002;37)
Menurut Mohamad
Muslich dalam bukunya Manajemen Keuangan
Modern, menyatakan bahwa:
“Analisis rasio
keuangan merupakan alat utama dalam analisis keuangan, karena analisis ini
dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang keadaan keuangan
perusahaan”. (2003;44)
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
analisis rasio dapat digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara
pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sehingga dapat diketahui
perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan
laporan dari beberapa periode dalam suatu perusahaan, atau diperbandingkan
dengan alat-alat perbandingan lainnya.
2.3.2. Jenis-jenis Rasio
Menurut Susan Irawati dalam bukunya Manajemen Keuangan, mengklasifikasikan lima bagian analisis rasio, yaitu sebagai
berikut:
1.
Rasio Likuiditas
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar
semua kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo. Untuk menghitung rasio
likuiditas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Current Ratio(CR)
Merupakan rasio yang membandingkan
antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek.
Rumus Current Ratio adalah;
Current Ratio = Current Assets x
100%
Current
Liabilities
b. Quick Ratio
Merupakan kemampuan perusahaan
untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang
lebih likuid.
Rumus Quick Ratio adalah;
Quick Ratio = Current Assets - Inventory x 100%
Current
Liabilities
c. Cash Ratio
Merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya yang segera harus dipenuhi dengan
kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan.
Rumus Cash Ratio adalah;
Cash Ratio = Cash +
Securuties x 100%
Current
Liabilities
d.
Working Capital To Total Assets Ratio(WCTT)
Merupakan rasio yang mengukur
likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja netto dari jumlah aktiva.
Rumus WCTT adalah;
WCTT = Modal Kerja
Netto x 100%
Total Aktiva
2.
Rasio Leverage
Rasio Leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana
perusahaan dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Untuk menghitung rasio leverage dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Total Debt to Total Assets
Ratio
Merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur persentase besarnya dana atau modal yang berasal dari pinjaman.
Semakin tinggi tingkat rasio ini, semakin tinggi risiko keuangan perusahaan.
Rumus Total Debt to Total Assets Ratio adalah;
Total Debt to Total Assets Ratio =
Total Debt x 100%
Total
Assets
b. Total Debt to Total Equity
Ratio
Merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur perimbangan antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dengan
modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri yang digunakan
semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya atau kewajibannya.
Rumus Total Debt to Total Equity Ratio adalah;
Total Debt to Total Equity Ratio = Total
Debt x 100%
Total
Equity
c.
Time Interest Earned Ratio
Merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi beban tetapnya berupa
bunga dengan laba yang diperolehnya.
Rumus Time Interest Earned Ratio adalah;
Time Interest Earned Ratio =
EBIT x 1 Time
Interest
d.
Fixed Charge Coverage Ratio
Merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kesanggupan perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya berupa
bunga beserta angsuran pokok pinjaman, pembayaran dividen saham preferen, dan
sewa dengan laba yang diperolehnya.
Rumus Fixed Charge Coverage Ratio adalah;
Fixed Charge Coverage Ratio = EBIT +Rent x 1 Time
Interest
+ Rent
e. Debt Service Coverage Ratio
Merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kesanggupan suatu perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya
termasuk angsuran pokok pinjamannya dengan laba yang diperolehnya.
Rumus Debt Service Coverage Ratio adalah;
Debt Service Coverage Ratio = EBIT x 1 Time
Interest
+ Angsuran pokok pinjaman
(1-Tax)
3.
Rasio Aktivitas
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. Untuk
menghitung rasio aktivitas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Total Assets Turnover
Merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur seberapa besar efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan
penjualan suatu perusahaan. Semakin besar perputaran aktiva semakin efektif
perusahaan dalam mengelola aktivanya.
Rumus Total Assets
Turnover adalah;
Total Assets Turnover =
Net Sales x Time
Total Assets
b. Receivable Turnover
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas pengelolaan piutang. Semakin cepat perputaran piutang, maka semakin
efektif perusahaan dalam mengelola piutangnya.
Rumus Receivable
Turnover adalah;
Receivable Turnover =
Sales on Credit x Time
Average Receivable
c. Receivable Collection
Period
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang usaha dalam
suatu perusahaan.
Rumus Receivable
Collection Period adalah;
Receivable Collection Period = Average Receivable x 360 days
Sales on Credit
d. Inventory Turnover
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas kemampuan dana suatu perusahaan yang tertanam dalam suatu
persediaan yang berputar dalam suatu periode tertentu. Semakin cepat persediaan
berputar semakin efektif perusahaan dalam mengelola persediaan.
Rumus Inventory
Turnover adalah;
Inventory Turnover =
Net Sales x 1 Time
Average Inventory
4.
Rasio Keuntungan (Profitability
Ratio)
Rasio keuntungan adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, untuk melihat
kemampuan perusahaan dalam beroperasi secara efisien. Untuk menghitung rasio
keuntungan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Return on Investment(ROI)
Merupakan suatu cara untuk
mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan
yang dimiliki perusahaan .
Rumus ROI adalah;
ROI
= Laba bersih x 100%
Jumlah Aktiva
5.
Rasio Penilaian
Menghitung rasio ini digunakan rumus sebagai berikut;
a. Price Earning Ratio (PER)
Rumus yang digunakan adalah;
PER = Market Price x 1 Time
EPS
b. Market to Book Value Ratio
Rumus yang digunakan adalah;
Market to Book Value Ratio = Market Price x 1 Time
Book Value
2.4. Investasi
Keputusan investasi
yang dilakukan perusahaan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup
perusahaan yang bersangkutan. Hal ini karena keputusan investasi menyangkut
dana yang digunakan untuk investasi, jenis investasi yang akan dilakukan,
pengembalian investasi dan risiko investasi yang mungkin timbul. Keputusan
investasi ini diharapkan memperoleh penerimaan-penerimaan yang dihasilkan dari
investasi tersebut yang dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkannya.
Penerimaan investasi yang akan diterima berasal dari proyeksi keuntungan atas
investasi tersebut.
2.4.1. Pengertian
Investasi
Menurut Martono dan
D. Agus Marjito dalam bukunya Manajemen
Keuangan, menyatakan bahwa:
“Investasi
merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan kedalam suatu asset (aktiva) dengan harapan memperoleh
pendapatan dimasa yang akan datang”. (2002;138)
Menurut Mulyadi
dalam bukunya Akuntansi Manajemen,
menyatakan bahwa:
“Investasi adalah
pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa
yang akan datang”. (2001;284)
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan
penanaman dana yang dilakukan oleh perusahaan dalam suatu aktiva jangka panjang
dengan harapan untuk mendapatkan pendapatan atau laba di masa yang akan datang.
2.4.2. Jenis Investasi
Menurut Donald E.
Kieso, Jerry J. Weygandt, Terry D. Warfield dalam bukunya Accounting Intermediate yang diterjemahkan oleh Emil Salim dalam
bukunya Akuntansi Intermediate,
menyatakan bahwa:
“ Terdapat empat jenis
investasi, yaitu:
1.
Investasi dalam sekuritas, seperti obligasi, saham biasa, atau wesel jangka panjang.
2.
Investasi dalam aktiva tetap berwujud, seperti tanah.
3.
Investasi yang disisihkan dalam dana khusus, seperti dana pelunasan,
dana pensiun atau dana ekspansi pabrik.
4.
Investasi dalam anak perusahaan atau afiliasi yang tidak
dikonsolidasi”. (2003;224)
Menurut Mulyadi
dalam bukunya Akuntansi Manajemen,
menyatakan bahwa:
“Jenis investasi dapat
dibagi menjadi empat, yaitu:
1.
Investasi yang tidak menghasilkan laba.
2.
Investasi yang tidak dapat diukur labanya.
3.
Investasi dalam penggantian equipment.
4.
Investasi dalam perluasan usaha”. (2001;284)
Empat jenis
investasi yang telah disebutkan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Investasi yang tidak menghasilkan laba
Investasi ini timbul karena adanya peraturan pemerintah
atau karena syarat-syarat yang telah
disetujui, yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakannya tanpa
mempertimbangkan laba atau rugi.
- Investasi yang tidak dapat diukur labanya
Investasi ini dimaksudkan untuk menaikkan laba, namun
laba yang diharapkan akan diperoleh perusahaan. Investasi ini sulit dihitung
secara teliti.
- Investasi dalam penggantian equipment
Investasi jenis ini meliputi pengeluaran untuk
penggantian mesin dan equipment yang
ada. Dalam pemakaian mesin dan equipment
pada suatu saat akan terjadi biaya operasi mesin dan equipment menjadi lebih besar dibandingkan dengan biaya operasi
jika mesin tersebut diganti dengan yang baru atau produktivitasnya tidak lagi
mampu memenuhi kebutuhan.
- Investasi dalam perluasan usaha
Investasi jenis ini merupakan pengeluaran untuk menambah
kapasitas produksi atau operasi menjadi lebih besar daripada sebelumnya.
Tambahan kapasitas akan memerlukan aktiva diferensial berupa tambahan investasi
dan akan menghasilkan pendapatan diferensial yang berupa tambahan pendapatan
serta memerlukan biaya diferensial yang berupa tambahan biaya karena tambahan
kapasitas.
Menurut Martono dan
D. Agus Marjito dalam bukunya Manajemen
Keuangan, menyatakan bahwa:
“Dilihat dari jangka
waktunya, investasi dibedakan menjadi 3 macam yaitu investasi jangka pendek,
investasi jangka menengah dan investasi jangka panjang. Sedangkan dilihat dari
jenis aktivanya, investasi dibedakan kedalam 2 jenis yaitu investasi pada
aktiva riil dan investasi dalam aktiva non-riil. Investasi dalam aktiva riil
misalnya investasi dalam tanah, gedung, mesin dan peralatan-peralatan.
Sedangkan investasi dalam aktiva non-riil misalnya investasi kedalam
surat-surat berharga”. (2002;138)
2.5. Aktiva Tetap Berwujud
Aktiva tetap
berwujud merupakan harta yang dimiliki perusahaan yang mempunyai peranan
penting untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan.
2.5.1. Pengertian Aktiva
Tetap Berwujud
Aktiva tetap merupakan harta perusahaan yang penting
bagi suatu perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan
bahwa:
“Aktiva tetap adalah
aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun
terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan
untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun”. (2004;16.2)
Menurut Mulyadi dalam bukunya Sistem Akuntansi, menyatakan bahwa:
“Aktiva tetap adalah
kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat lebih dari satu
tahun, dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan
untuk dijual kembali”. (2002;591)
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa suatu aktiva tetap dapat dikatakan sebagai aktiva tetap,
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Aktiva tetap diperoleh dengan tujuan untuk dipergunakan dalam operasi perusahaan yang tidak dimaksudkan untuk dijual kembali.
- Aktiva tetap mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
- Pengeluaran dana untuk memperoleh aktiva tetap adalah dalam jumlah yang relatif besar, dimana besar kecilnya tergantung dari kebijakan kapitalisasi pada tiap perusahaan.
Menurut Zaki
Baridwan dalam bukunya Accounting
Intermediate, menyatakan bahwa:
“Aktiva tetap berwujud
yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang
normal. Istilah relatif permanen menunjukkan digunakan dalam jangka waktu yang
relatif lama, untuk tujuan akuntansi, jangka waktu penggunaan ini dibatasi
dengan lebih dari satu periode akuntansi”. (2000;271)
2.5.2. Klasifikasi Aktiva
Tetap
Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan sangat beragam,
sehingga untuk membedakannya diperlukan pengklasifikasian yang cermat, agar
tidak tercampur dengan aktiva lain.
Aktiva tetap yang digunakan dalam operasi perusahaan ada
dua jenis, yaitu aktiva tetap berwujud (Tangible
Assets) dan aktiva tetap tidak berwujud (Intangible Assets).
Menurut Earl K. Stice, James D. Stice, K. Fred Skousen
dalam buku Intermediate Accounting
yang diterjemahkan oleh Safrida R.P dan Ahmad Maulana dalam bukunya Akuntansi Intermediate, menyatakan
bahwa;
“Aktiva tetap yang terdiri
dari;
1.
Aktiva tetap berwujud (Tangible
Assets)
Yang termasuk dalam aktiva
tetap berwujud, diantaranya:
- Tanah, yaitu harta yang digunakan untuk tujuan usaha.
- Bangunan, bangunan yang digunakan untuk menempatkan operasi perusahaan.
- Peralatan, aktiva yang dipergunakan dalam proses produksi atau penyediaan jasa. Contohnya antara lain mobil, truk, mesin, furnitur.
2.
Aktiva tetap tak berwujud (Intangible
Assets)
Yang termasuk dalam aktiva
tetap tak berwujud, diantaranya:
·
Paten
·
Merek Dagang
·
Hak Cipta
·
Hak Waralaba
·
Daftar Pelanggan
·
Goodwill”. (2005;6)
Beberapa jenis aktiva tetap
tak berwujud, dijelaskan sebagai berikut:
·
Paten, yaitu suatu hak
eksklusif yang diberikan oleh pemerintah suatu Negara yang memungkinkan seorang
penemu/ pencipta untuk mengendalikan produksi, penjualan, atau penggunaan dari
suatu temuan/ciptaannya.
·
Merek Dagang, yaitu suatu hak
eksklusif yang diberikan oleh pemerintah suatu Negara yang mengizinkan suatu simbol,
label dan rancangan khusus. Masa berlaku sahnya tidak terbatas.
·
Hak Cipta, yaitu suatu hak
eksklusif yang diberikan oleh pemerintah suatu Negara yang mengizinkan seorang
pengarang untuk menjual, memberi izin, atau mengendalikan pekerjaannya.
·
Hak Waralaba, yaitu suatu hak
eksklusif atau keistimewaan yang diterima suatu perusahaan atau individu untuk
menjalankan fungsi-fungsi tertentu atau menjual produk atau jasa tertentu.
·
Daftar Pelanggan, yaitu suatu
daftar atau database yang berisi
informasi tentang pelanggan seperti nama, alamat, pembelian sebelumnya dan
lainnya.
·
Goodwill, yaitu sumber daya, faktor dan
kondisi tak berwujud lain yang memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan laba
di atas laba normal dengan aktiva yang dapat diidentifikasikan. Goodwill dicatat hanya jika suatu
entitas usaha diakuisisi melalui pembelian.
2.5.3. Perolehan
Aktiva Tetap
Ketika suatu aktiva dibeli secara tunai, maka perolehannya
hanya dicatat pada jumlah kas yang dibayar, termasuk semua pengeluaran yang
berhubungan dengan pembelian dan persiapan aktiva untuk penggunaan yang
direncanakan. Tetapi, aktiva juga dapat dibeli dengan berbagai perjanjian lain,
yang sebagian diantaranya memiliki masalah khusus mengenai harga perolehan yang
akan dicatat.
Menurut Earl K. Stice, James D. Stice, K. Fred Skousen
dalam buku Intermediate Accounting
yang diterjemahkan oleh Safrida R.P dan Ahmad Maulana dalam bukunya Akuntansi Intermediate, menyatakan
bahwa;
“Perolehan aktiva tetap
selain dengan transaksi kas, diantaranya:
1.
Pembelian secara paket
2.
Pembayaran yang ditangguhkan
3.
Sewa guna usaha
4.
Pertukaran aktiva non moneter
5.
Perolehan dengan penerbitan surat
berharga
6.
Kontruksi sendiri
7.
Perolehan melalui sumbangan atau penemuan
8.
Akuisisi suatu perusahaan secara keseluruhan”. (2005;10)
Beberapa perolehan
aktiva tetap berdasarkan kutipan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pembelian secara Paket
Dalam beberapa pembelian, sejumlah aktiva dapat dibeli
dalam suatu pembelian secara paket. Alokasi harga perolehan dalam pembelian
secara paket ini, beberapa aktiva dalam kelompok tersebut dapat disusutkan,
sementara yang lainnya tidak. Aktiva yang disusutkan mungkin memiliki masa
manfaat yang berbeda-beda. Beban penyusutan periodik dapat secara signifikan
dipengaruhi oleh proporsi harga pembelian yang dialokasikan pada aktiva dengan
masa manfaat yang relatif panjang.
2.
Pembayaran yang Ditangguhkan
Perolehan real
estate atau properti lainnya terkadang berupa pembayaran yang ditangguhkan
untuk semua atau sebagian dari harga pembelian. Apabila tidak ada nilai yang
ditentukan untuk suatu properti atau jasa, dan tidak ada suatu tingkat bunga
yang ditetapkan pada suatu kontrak, maka suatu tingkat bunga perkiraan harus
digunakan. Tingkat bunga perkiraan adalah estimasi tentang tingkat bunga yang
harus dibayar oleh perusahaan peminjam atas suatu pinjaman berdasarkan tingkat
kelayakan kreditnya atau tingkat bunga pasar yang berlaku.
3.
Sewa Guna Usaha
Adalah suatu kontrak dimana satu pihak
(penyewa) diberikan hak untuk menggunakan aktiva yang dimiliki oleh pihak lain,
yaitu pihak yang menyewakan untuk suatu periode waktu tertentu dan untuk suatu
biaya periodik tertentu.
4.
Pertukaran Aktiva Non Moneter
Dalam beberapa kasus, suatu perusahaan memperoleh suatu
aktiva baru dengan cara menukarnya dengan aktiva non moneter yang ada. Umumnya,
aktiva yang baru harus dinilai pada nilai pasar wajarnya atau pada nilai pasar
wajar dari aktiva yang diserahkan. Jika aktiva non moneter yang diserahkan
untuk memperoleh aktiva baru adalah properti atau peralatan, maka penjualan
suatu properti terjadi bersamaan dengan perolehan tersebut. Apabila pertukaran
aktiva non moneter terjadi, maka penggunaan nilai pasar wajar akan menyebabkan
adanya keuntungan atau kerugian dari pelepasan aktiva non moneter tersebut.
5.
Perolehan dengan Penerbitan
Efek
Suatu perusahaan dapat memperoleh properti tertentu
dengan cara menerbitkan obligasi atau saham. Jika nilai pasar dari efek
tersebut dapat ditentukan, maka nilai tersebut akan digunakan sebagai nilai
aktiva. Jika tidak ada nilai pasar dari efek tersebut, maka digunakan nilai
pasar wajar dari aktiva yang diperoleh. Jika suatu efek tidak memiliki nilai
pasar, maka penilaian oleh suatu otoritas yang independen atas aktiva yang
diperoleh mungkin diperlukan untuk mendapatkan nilai pasar wajar yang objektif.
6.
Kontruksi Sendiri
Kadang kala bangunan atau peralatan dibangun atau dibuat
sendiri oleh perusahaan untuk digunakan sendiri. Hal ini mungkin dilakukan
untuk menghemat biaya, untuk menggunakan fasilitas yang menganggur atau untuk
mendapatkan kualitas bangunan yang lebih baik. Seperti halnya aktiva yang
dibeli, aktiva ini dicatat pada harga perolehannya, termasuk semua pengeluaran
yang terjadi untuk membuat aktiva dan mempersiapkan aktiva tersebut untuk
digunakan sesuai dengan rencana.
7.
Perolehan Melalui Sumbangan
atau Penemuan
Ketika aktiva diperoleh melalui sumbangan, tidak ada
biaya yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungannya. Meskipun ada
pengeluaran tertentu yang harus dikeluarkan secara insidental untuk mendapatkan
hadiah tersebut, tetapi pengeluaran tersebut biasanya jauh lebih kecil
dibandingkan dengan nilai aktiva tersebut. Dalam hal ini, biaya tentu saja
tidak dapat dijadikan sebagai dasar penilaian. Properti yang diperoleh melalui
donasi harus diperkirakan nilainya dan dicatat sesuai dengan harga pasar
wajarnya. Sumbangan diakui sebagai pendapatan atau keuntungan pada saat
diterima.
8.
Akuisisi Suatu Perusahaan
Secara Keseluruhan
Dari pada membeli aktiva tertentu dari perusahaan lain,
seperti dalam pembelian secara paket, kadang kala perusahaan membeli perusahaan
lain tersebut secara keseluruhan. Hal ini disebut dengan penggabungan usaha.
Prosedur-prosedur akuntansi untuk penggabungan usaha sama dengan prosedur yang
digunakan dalam pembelian secara paket. Perbedaan utamanya adalah bahwa dalam
suatu penggabungan usaha, jumlah nilai wajar dari aktiva yang dapat
diidentifikasi biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah total yang
dibayarkan untuk membeli perusahaan.
2.5.4. Kapitalisasi Aktiva
Tetap Berwujud
Aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan banyak sekali
jumlahnya dan mempunyai nilai yang sangat besar, guna menghindari
pengeluaran-pengeluaran bagi aktiva yang nilainya relatif besar dan kurang
efisien serta penatausahaan aktiva yang memakan waktu dan biaya lebih dari
perolehan aktiva tetap tersebut, maka diperlukan kebijakan kapitalisasi, yaitu
kebijakan yang menetapkan jumlah atau batas minimum dimana suatu pengeluaran
aktiva dapat dikapitalisasi atau disesuaikan dengan kebutuhan yang ada pada
perusahaan.
Dengan adanya kebijakan kapitalisasi ini, maka kesulitan
perusahaan dapat dikurangi terutama dalam membedakan antara pengeluaran modal
dengan pengeluaran pendapatan serta dalam menentukan beban penyusutan. Berikut
ini pengertian tentang pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
1.
Pengeluaran modal (Capital Expenditure) adalah pengeluaran
yang berasal dari modal dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode
akuntansi.
2.
Pengeluaran pendapatan (Revenue Expenditure) adalah pengeluaran
yang masa manfaatnya hanya untuk satu periode akuntansi dan biasanya dicatat
sebagai biaya.
Dasar pertimbangan dalam pencatatan
pengeluaran-pengeluaran untuk aktiva tetap adalah berapa lama manfaat
pengeluaran tersebut dapat dirasakan, selain pertimbangan masa manfaat,
kadangkala untuk masalah kepraktisan, dilakukan penyimpangan yaitu:
- Pengeluaran itu relatif kecil.
- Manfaat di masa yang akan datang tidak begitu berarti.
- Sulit untuk mengukur masa manfaat di masa yang akan datang.
Seringkali pihak yang berwenang dalam perusahaan
memutuskan kebijakan akuntansi yang berisi bahwa pengeluaran-pengeluaran sampai
jumlah tertentu dianggap sebagai pengeluaran pendapatan dan pengeluaran di atas
jumlah tertentu dianggap sebagai pengeluaran modal apabila pengeluaran tersebut
jelas-jelas memberikan manfaat untuk periode yang akan datang.
2.5.4.1. Dampak
Kapitalisasi Terhadap Laba
Kapitalisasi memiliki dua dampak terhadap laba. Pertama,
kapitalisasi menangguhkan biaya. Hal ini berarti kapitalisasi menghasilkan laba
yang lebih tinggi selama periode akuisisi namun laba yang lebih rendah pada
periode berikutnya jika dibandingkan dengan pembebanan biaya. Kedua,
kapitalisasi menghasilkan serial perataan laba. Yaitu alokasi biaya aktiva sepanjang
periode manfaat menghasilkan angka laba akrual yang lebih stabil dan merupakan
pengukuran kinerja perusahaan yang lebih berarti.
2.5.4.2. Dampak
Kapitalisasi Terhadap Tingkat Pengembalian Investasi
Kapitalisasi meningkatkan fluktuasi pengukuran laba dan
rasio tingkat pengembalian investasi. Kapitalisasi mempengaruhi baik laba
maupun investasi dari rasio tingkat pengembalian investasi. Sebaliknya
membebankan biaya aktiva menghasilkan basis investasi yang lebih rendah dan
meningkatkan fluktuasi laba. Pembebanan juga menghasilkan bias terhadap
pengukuran laba, karena laba dinyatakan terlalu rendah pada tahun akuisisi dan
terlalu tinggi pada tahun-tahun berikutnya.
2.5.5.
Penyusutan, Penilaian dan
Pelaporan
2.5.5.1. Penyusutan
Semua jenis aktiva
tetap, kecuali tanah, akan berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa
bersamaan dengan berlalunya waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi menurunnya
kemampuan ini adalah pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas yang
tersedia dengan yang diminta dan keterbelakangan teknologi. Berkurangnya
kapasitas berarti berkurangnya nilai aktiva tetap yang bersangkutan. Hal ini
perlu dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aktiva tetap
berwujud disebut penyusutan (depreciation).
Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat penyusutan adalah:
Tabel
2.1.
Pencatatan
Penyusutan
Tanggal
|
Keterangan
|
Ref
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban Penyusutan . . . . .
Akum. Penyusutan
. . . .
|
|
xxx
|
xxx
|
2.5.5.2. Metode Penyusutan
Ada dua faktor yang mempengaruhi besarnya
penyusutan yaitu nilai aktiva tetap yang digunakan dalam perhitungan penyusutan
(dasar penyusutan) dan taksiran manfaat. Dasar penyusutan dapat berupa harga
perolehan atau nilai buku. Nilai maksimum aktiva tetap yang dapat disusutkan
adalah harga perolehannya. Tetapi adakalanya, dianggap bahwa setelah habis
dipakai, aktiva tetap yang bersangkutan masih mempunyai nilai yang disebut
nilai sisa. Taksiran manfaat mencerminkan besarnya kapasitas atau manfaat
aktiva tetap selama dapat dipakai. Taksiran ini dapat dinyatakan dalam lamanya
jangka waktu pemakaian atau kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Untuk
menghitung penyusutan, taksiran manfaat dinyatakan dalam tarif penyusutan. Dari
uraian tersebut, pada dasarnya, penyusutan aktiva tetap untuk suatu tahun dapat
dihitung dengan rumus:
Beban Penyusutan =
Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Menurut Soemarso
S.R dalam bukunya Akuntansi Suatu
Pengantar, menyatakan bahwa:
“Ada beberapa metode untuk
menghitung penyusutan, yaitu:
1.
Metode Garis Lurus (Straight
Line Method)
2.
Metode Saldo Menurun (Declining
Balance Method)
3.
Metode Jumlah Angka Tahun (Sum
of the Years Digits Method)
4.
Metode Unit Produksi (Unit of
Production Method) (2005;25)
Beberapa metode
untuk menghitung penyusutan, dijelaskan sebagai berikut:
1.
Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Dalam metode garis lurus, beban
penyusutan dialokasikan berdasarkan berlalunya waktu, dalam jumlah yang sama,
sepanjang masa manfaat aktiva tetap. PT.
PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten menggunakan metode ini dalam
menghitung penyusutannya. Beban penyusutan dihitung dengan rumus:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x
Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Harga Perolehan –
Nilai Sisa
2.
Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Dalam metode saldo menurun, beban
penyusutan makin menurun dari tahun ke tahun. Pembebanan yang makin menurun
didasarkan pada anggapan bahwa semakin tua, kapasitas aktiva tetap dalam
memberikan jasanya, juga akan menurun. Dalam metode saldo menurun, beban
penyusutan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x
Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Nilai Buku Awal Periode
3.
Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of the Years Digits Method)
Metode jumlah angka tahun akan
menghasilkan jadwal penyusutan yang sama dengan metode saldo menurun. Jumlah
penyusutan akan semakin menurun dari tahun ke tahun. Tetapi cara perhitungan
penyusutan berbeda dengan metode saldo menurun. Beban penyusutan dalam metode
ini, dihitung dengan menggunakan rumus:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x
Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Sisa
4.
Metode Unit Produksi (Unit of Production Method)
Dalam metode unit produksi taksiran
manfaat dinyatakan dalam bentuk unit produksi, jam pemakaian, kilometer
pemakaian, atau unit-unit kegiatan yang lain. Beban penyusutan dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x
Dasar Penyusutan
Tarif Penyusutan =
Produksi Aktual x 100%
Kapasitas Produksi
Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Sisa
2.5.5.3. Penilaian dan
Pelaporan
Aktiva tetap
dinilai sebesar nilai bukunya, yaitu harga perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutan. Tetapi, apabila manfaat ekonomi dari suatu aktiva tetap tidak lagi
sebesar nilai bukunya, maka aktiva tersebut harus dinyatakan sebesar jumlah
yang sepadan dengan nilai manfaat ekonomi yang tersisa. Penurunan nilai
kegunaan aktiva tersebut dicatat sebagai kerugian.
Dalam laporan
keuangan, aktiva tetap dirinci menurut jenisnya, seperti misalnya gedung,
tanah, mesin-mesin, peralatan, kendaraan, dan lain-lain. Akumulasi penyusutan
disajikan sebagai pengurang terhadap aktiva tetap, baik secara sendiri-sendiri
menurut jenisnya maupun secara keseluruhan. Apabila di neraca akumulasi
penyusutan dikurangkan secara keseluruhan, maka dalam catatan dalam laporan
keuangan perlu dibuatkan rincian harga perolehan masing-masing jenis aktiva
serta masing-masing penyusutannya. Metode penyusutan yang dianut oleh
perusahaan serta taksiran masa manfaat, perlu dijelaskan dalam laporan keuangan.
2.6.
Profitabilitas
Menurut Sartono dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi,
menyatakan bahwa:
“Profitabilitas
ialah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan,
total aktiva maupun modal sendiri”. (2001;122)
Menurut Sutrisno
dalam bukunya Manajemen Keuangan,
menyatakan bahwa:
“Keuntungan
merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Semakin besar
tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola
perusahaan”. (254;2003)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang
diperoleh dari hasil penjualan, pengembalian atas aktiva maupun modal
perusahaan itu sendiri. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin
baik manajemen dalam mengelola perusahaan.
Ada beberapa pengukuran terhadap
profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan
volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga
pengukuran ini memungkinkan seorang analis untuk mengevaluasi tingkat earning
dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi
tertentudari pemilik perusahaan. Dalam hal ini, perhatian ditekankan pada
profitabilitas karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan
haruslah berada dalam keadaan menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan akan
sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para
kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan
akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena disadari betul betapa
pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahaan
Menurut Lukman
Syamsuddin dalam bukunya Manajemen
Keuangan Perusahaan, menyatakan bahwa:
“Ada beberapa rasio pengukuran profitabilitas
yaitu;
1.
Gross Profit Margin
2.
Operating Profit Margin
3.
Net Profit Margin
4.
Total Assets Turnover
5.
Return On Investments
6.
Return On Equity
7.
Return On Common Stock
Equity
8.
Earning Per Share
9.
Devidend Per Share
10.
Book Value Per Share”. (2002;61)
Berdasarkan
pernyataan di atas, beberapa rasio pengukuran profitabilitas dapat dijelaskan
sebagai berikut;
1) Gross Profit Margin
Merupakan persentase dari laba kotor
dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar gross profit margin maka semakin baik keadaan operasi perusahaan,
karena hal ini menunjukkan bahwa cost of
goods sold relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik
operasi perusahaan.
Gross Profit Margin dapat dihitung
sebagai berikut;
Gross Profit Margin = Sales
– Cost of goods sold
Sales
2)
Operating Profit Margin
Menggambarkan “pure profit” yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang
dilakukan. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik operasi perusahaan.
Operating Profit Margin dapat dihitung
sebagai berikut;
Operating Profit Margin = Operating
Profit x 100%
Sales
3) Net Profit Margin
Merupakan rasio antara laba bersih
yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin
tinggi rasio ini, maka akan semakin baik operasi perusahaan.
Net Profit Margin dapat dihitung sebagai
berikut;
Net Profit Margin = Net Profit After Taxes x 100%
Sales
4) Total Assets Turnover
Total Assets Turnover menunjukkan
tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan didalam menghasilkan
volume penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien
penggunaan keseluruhan aktiva didalam menghasilkan penjualan. Total Assets Turnover ini penting bagi
para kreditur dan pemilik perusahaan tetapi akan lebih penting lagi bagi pihak
manajemen perusahaan, karena hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya
penggunaan seluruh aktiva didalam perusahaan.
Total Assets Turnover dapat dihitung
sebagai berikut;
Total Assets Turnover = Annual
Sales x 1 kali
Total Assets
5) Return On Investments
Merupakan pengukuran kemampuan
perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah
keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan. Semakin tinggi rasio ini,
semakin baik keadaan suatu perusahaan.
Return On Investments dapat dihitung
sebagai berikut;
Return On Investments = Laba
Bersih
Total Aktiva
6) Return On Equity
Merupakan suatu pengukuran dari
penghasilan yang tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka
investasikan dalam perusahaan. Semakin tinggi penghasilan yang diperoleh, maka
semakin baik kedudukan pemilik perusahaan.
Return On Equity dapat dihitung sebagai
berikut;
Return On Equity = Net Profit After Taxes
Stockholders
Equity
7) Return On Common Stock
Equity
Return On Common Stock Equity ini
menyangkut tingkat penghasilan yang diperoleh atas nilai buku saham biasa.
Pihak yang sangat berkepentingan dalam hal ini adalah para pemegang saham biasa
karena hal ini akan menggambarkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan bagi pemilik perusahaan yang dalam hal ini pemegang saham biasa.
Return On Common Stock Equity dapat
dihitung sebagai berikut;
Return On Common = Net Profit After Taxes - Prefered
Devidens
Stock Equity Stockholders Equity –
Prefered Stock Equity
8) Earning Per Share
Pada umumnya manajemen perusahaan,
pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per share, karena hal ini
menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa.
Earning Per Share dapat dihitung sebagai berikut;
EPS = Earning Available For
Common Stock x Rp 1,00
Number
Of Shares Of Common Stock Out Standing
9) Devidend Per Share
Devidend Per Share menggambarkan berapa
jumlah pendapatan per lembar saham yang akan didistribusikan.
Devidend Per Share dapat dihitung
sebagai berikut;
Devidend Per Share = Devidend Paid x Rp 1,00
Number
Of Share Of Common Stock
Out Standing
10) Book Value Per Share
Book Value Per Share menunjukkan suatu “approximate value” atau perkiraan nilai
dari setiap lembar saham biasa yang didasarkan atas asumsi bahwa semua aktiva
perusahaan dapat dilikuidir menurut nilai bukunya.
Book Value Per Share dapat dihitung
sebagai berikut;
Book Value = Total Common
Stockholders Equity
Per Share x Rp 1,00
Number Of
Share Of Common Stock
Out Standing
Untuk mengukur
tingkat profitabilitas perusahaan, penulis menggunakan salah satu rasio
profitabilitas yaitu Return On
Investments Ratio. Karena menurut Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan
bahwa;
“Return On Investment adalah salah satu bentuk dari rasio
profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan
dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk
operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan”. (2004;89)
2.7.
Pengaruh Profitabilitas Perusahaan Terhadap Investasi Aktiva Tetap
Berwujud
Hasil akhir dari suatu proses pencatatan keuangan
diantaranya adalah laporan keuangan, laporan keuangan ini merupakan pencerminan
prestasi dari manajemen perusahaan pada satu periode tertentu. Perlu adanya
analisis dari laporan keuangan tersebut untuk bisa melihat prestasi perusahaan
yang sesungguhnya, yaitu dengan menghubungkan elemen-elemen yang ada pada
laporan keuangan.
Laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah neraca dan laporan laba rugi. Neraca adalah laporan keuangan yang
menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu. Di dalam
neraca akan terlihat kekayaan perusahaan yang berupa aktiva lancar dan aktiva
tetap, yang sumber pendanaannya baik berasal dari pinjaman jangka panjang atau
jangka pendek dan modal sendiri. Sedangkan laporan rugi laba merupakan laporan
keuangan yang menunjukkan hasil kegiatan perusahaan pada suatu periode
tertentu. Pada laporan rugi laba akan tampak pendapatan, biaya dan laba atau
rugi yang diperoleh perusahaan selama jangka waktu tertentu.
Informasi yang didasarkan pada analisis keuangan
mencakup penilaian keadaan keuangan perusahaan baik yang telah lampau, saat
sekarang dan ekspektasi masa depan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengidentifikasi
setiap kelemahan dari keadaan keuangan yang dapat menimbulkan masalah di masa
depan, dan menentukan setiap kekuatan yang dapat dipergunakan. Disamping itu,
analisis yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kredibilitas atau potensi investasi.
Menurut Mohamad Muslich dalam bukunya Manajemen Keuangan Modern, menyatakan
bahwa:
“Investasi dalam aktiva
tetap merupakan keputusan investasi yang mempunyai jangka waktu panjang – lebih
dari satu tahun – disamping jumlah atau skala nilai investasinya yang cukup
besar. Oleh karena nilai investasi yang besar dan periodenya yang panjang ini,
maka keputusan yang diambil atas investasi dalam aktiva tetap mempunyai
pengaruh yang besar terhadap risiko dan profitabilitas perusahaan”. (2003;152)
Dari pernyataan di
atas, dapat disimpulkan bahwa investasi dalam aktiva tetap merupakan keputusan
investasi yang memiliki jangka waktu yang panjang yaitu lebih dari satu tahun
dan mempunyai nilai investasi yang cukup besar. Aktiva tetap yang dibahas dalam
penelitian ini adalah aktiva tetap berwujud. Sehingga, keputusan yang diambil
atas investasi dalam aktiva tetap berwujud mempunyai pengaruh yang besar
terhadap risiko dan profitabilitas perusahaan. Artinya, investasi dalam aktiva tetap
berwujud berpengaruh terhadap besarnya profitabilitas yang akan diperoleh
perusahaan.
No comments:
Post a Comment