Thursday 9 April 2015

Laporan Keuangan Definisi dan Pemahaman



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Laporan Keuangan
Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Pada tahap pertama seorang analis tidak akan mampu melakukan pengamatan langsung ke suatu perusahaan. Dan seandainya dilakukan ia pun tidak akan dapat mengetahui banyak tentang situasi perusahaan. Oleh karena itu yang paling penting adalah media laporan keuangan. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan sarana informasi bagi analis dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan dapat menggambarkan posisi keuangan perusahaan, hasil usaha perusahaan dalam suatu periode dan arus dana perusahaan dalam periode tertentu.

2.1.1. Pengertian laporan keuangan
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Laporan keuangan meliputi bagian dari proses laporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas/ laporan arus dana). Catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.”
(2002;7) 
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Pada umumnya laporan keuangan itu terdiri dari Neraca dan Perhitungan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Modal, dimana Neraca menunjukkan/ menggambarkan jumlah aktiva, hutang dan modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu, sedangkan perhitungan (laporan) Rugi Laba memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta biaya yang terjadi selama periode tertentu, dan Laporan Perubahan Modal menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal perusahaan”.
(2002;5)
Menurut Sofyan Safri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah: Neraca atau Laporan Laba/ Rugi, atau hasil usaha, Laporan Arus Kas, Laporan Posisi Keuangan’.
(2004;105)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan untuk perusahaan terdiri dari laporan-laporan yang melaporkan posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu, yang dilaporkan dalam neraca dan perhitungan laba rugi serta laporan perubahan modal dan laporan arus kas, dimana neraca menunjukkan jumlah aktiva, hutang dan modal perusahaan. Laporan laba rugi menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode tertentu. Sedangkan laporan perubahan modal menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan yang menyebabkan perubahan modal perusahaan.

2.1.2. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang berguna dalam pengambilan keputusan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”.
(2004;4)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi, menyatakan bahwa:
“Tujuan utama dari laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomis. Para pemakai laporan akan menggunakannya untuk meramalkan, membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis yang diambilnya. Informasi mengenai dampak keuangan yang timbul tadi sangat berguna bagi pemakai untuk meramalkan, membandingkan dan menilai arus kas. Seandainya nilai uang tidak stabil, maka hal ini akan dijelaskan dalam laporan keuangan. Laporan keuangan akan lebih bermanfaat apabila yang dilaporkan tidak saja aspek-aspek kuantitatif, tetapi mencakup penjelasan-penjelasan lainnya yang dirasakan perlu. Dan informasi ini harus faktual dan dapat diukur secara objektif”.
(2002;131)
Dari beberapa tujuan laporan keuangan dari berbagai sumber, maka dapat disimpulkan bahwa:
·         Informasi posisi laporan keuangan yang dihasilkan dari kinerja dan harta perusahaan sangat dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan, sebagai bahan evaluasi dan perbandingan untuk melihat dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis yang diambilnya.
·         Informasi keuangan perusahaan diperlukan juga untuk menilai dan meramalkan apakah perusahaan di masa sekarang dan di masa yang akan datang sehingga akan menghasilkan keuntungan yang sama atau lebih menguntungkan.
·         Informasi perubahan posisi keuangan perusahaan bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi perusahaan selama periode tertentu. Selain untuk menilai kemampuan perusahaan, laporan keuangan juga bertujuan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.

2.1.3. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.
Menurut  Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu:
1.      dapat dipahami,
2.      relevan,
3.      keandalan dan
4.      dapat diperbandingkan”.
(2004;7)
1.      Dapat Difahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat difahami oleh pemakai. Pemakai dalam hal ini diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
2.      Relevan
Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
3.      Keandalan
Informasi memiliki kualitas andal apabila bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan penyajiannya sebagai penyajian yang tulus atau jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
4.      Dapat Diperbandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan.

Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi, menyatakan bahwa:
“Sifat-sifat kualitatif dari laporan keuangan adalah:
1.      Relevance
2.      Reliability
3.      Verifiability
4.      Completeness
5.      Comparability
6.      Consistency”.
(2002;141)


1)      Relevance
Agar informasi relevan, maka informasi itu harus memiliki predictive value (meramalkan nilai di masa yang akan datang), feedback value (menguatkan atau mengoreksi pengharapan yang sudah lalu) pada saat yang sama dan harus disampaikan pada waktu yang tepat.
2)      Reliability
Reliability menyangkut kualitas yang menyebabkan pemakai data bergantung pada kepercayaannya pada data yang disajikan dan yang dimaksudkan untuk disajikan. Untuk meningkatkan reliability, maka laporan keuangan harus dapat diperiksa (verifiability).
3)      Verifiability
Adalah suatu sarana yang dapat memberikan kesempatan kepada orang-orang tertentu yang bekerja secara terpisah antara satu dengan yang lain untuk mengembangkan ukuran-ukuran yang sama atas bukti, data, dan catatan yang sama.
4)      Completeness
Menjelaskan kelengkapan dan kesesuaian antara data akuntansi dengan kejadian yang dimaksud untuk disajikan.
5)      Comparability
Dalam menyusun laporan keuangan harus digunakan metode yang sama sepanjang waktu oleh perusahaan tertentu agar dapat diperbandingkan.
6)      Consistency
Metode-metode akuntansi tidak dapat diubah apabila telah dipilih. Namun dalam prinsip akuntansi disebutkan bahwa boleh mengubahnya apabila alternatif lain yang juga sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim dianggap lebih baik. Perubahan itu harus diungkapkan dan termasuk diungkapkan alasan mengapa prinsip alternatif itu dipilih.

2.1.4. Pemakai Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan. Dengan membaca laporan keuangan dengan tepat, seseorang dapat melakukan tindakan ekonomi menyangkut lembaga perusahaan yang dilaporkan dan diharapkan akan menghasilkan keuntungan baginya.
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi laporan keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan adalah: para pemilik perusahaan, manajer perusahaan yang bersangkutan, para kreditur, bankers, para investor dan pemerintah dimana perusahaan itu berdomisili, buruh serta pihak-pihak lainnya.”(2002;2)
  
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Para pemakai laporan keuangan terdiri dari: Pemilik Perusahaan, Karyawan, Pemberi Pinjaman, Pemasok dan Kreditur Usaha lainnya, Pelanggan, Pemerintah dan Masyarakat”.(2004;3)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Para pemakai laporan keuangan terdiri dari: Pemegang Saham, Investor, Analis Pasar Modal, Manajer, Karyawan dan Serikat Pekerja, Instansi Pajak, Pemberi Dana (Kreditur), Supplier, Pemerintah atau Lembaga Pengatur Resmi, Langganan atau Lembaga Konsumen, Lembaga Swadaya Masyarakat, Peneliti/Akademisi/Lembaga Peringkat”.(2004;120)
 
2.1.5. Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan
Sebelum mengambil keputusan, para pemakai laporan keuangan harus mengetahui dan memahami terlebih dahulu sifat dan keterbatasan laporan keuangan agar para pemakai laporan keuangan tersebut tidak salah mengartikan sehingga tidak akan menyesatkan dalam pengambilan keputusan.
Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan secara periodik yang dilakukan oleh pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan bersifat historis serta menyeluruh.

Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyebutkan bahwa:
“Laporan keuangan yang bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu laporan kemajuan laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara:
a.      Fakta yang telah dicatat (Recorded fact)
b.      Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan didalam akuntansi (Accounting convention and postulate)
c.       Pendapat pribadi (Personal judgement)”. (2002;6)

Dengan mengingat atau memperhatikan sifat-sifat laporan keuangan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan mempunyai keterbatasan.  S. Munawir mengemukakan keterbatasan laporan keuangan yaitu:
“Keterbatasan Laporan Keuangan antara lain:
  1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan yang final.
  2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah.
  3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu dimana daya beli (purchasing power) uang tersebut menurun, dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau mencerminkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan tersebut disebabkan naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti kenaikan harga-harga.
  4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan suatu uang”. (2002;9)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi, menyatakan bahwa:
“ Keterbatasan Laporan Keuangan adalah:
1.         Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi.
2.         Laporan keuangan bersifat umum dan tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak tertentu.
3.         Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan.
4.         Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.
5.         Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian.
6.         Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya.
7.         Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis.
8.         Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.
9.         Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan”. (2002;235)

Dari beberapa pernyataan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa laporan keuangan bersifat historis dan hanya merupakan gambaran kemajuan perusahaan yang terdiri dari data-data, laporan dan elemen  yang cukup berarti yang mempunyai sifat yang dapat mempengaruhi atau menyebabkan timbulnya suatu perbedaan dalam suatu pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan keadaan lain yang ada di perusahaan.
Laporan keuangan pada dasarnya mempunyai suatu keterbatasan sebab laporan keuangan yang dibuat oleh suatu perusahaan pada waktu tertentu hanya bersifat sementara, bukan merupakan hasil akhir dari suatu kegiatan perusahaan. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan karena itu angka yang tercermin dalam laporan keuangan hanya bersifat nilai buku yang belum tentu sama dengan harga pasar sekarang maupun nilai gantinya.

2.1.6. Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan pada umumnya terdiri dari neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas, namun pada prakteknya sering diikutsertakan beberapa daftar atau catatan yang sifatnya dapat memberikan informasi atau keterangan yang lebih rinci.
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Jenis laporan utama dan pendukung atas laporan keuangan adalah:
  1. Daftar Neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu.
  2. Perhitungan Laba/Rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya dan Laba/Rugi perusahaan pada suatu periode tertentu.
  3. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana. Di sini dimuat sumber dan pengeluaran perusahaan selama satu periode.
  4. Laporan Arus Kas. Di sini digambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode.
  5. Laporan Harga Pokok Produksi yang menggambarkan berapa dan unsur apa yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang.
  6. Laporan Laba Ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan kepada pemilik saham.
  7. Laporan Perubahan Modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik saham dalam PT atau Modal dalam perusahaan perseroan.
  8. Dalam suatu kajian dikenal Laporan Kegiatan Keuangan. Laporan ini menggambarkan transaksi laporan keuangan perusahaan yang mempengaruhi kas atau ekuivalen kas. Laporan ini jarang digunakan.” (2004;106) 
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey dalam bukunya Financial Statement Analysis yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
 “Jenis-jenis laporan keuangan adalah:
1.      Neraca (Balance Sheet)
2.      Laporan Laba Rugi (Income Statement)
3.      Laporan Ekuitas Pemegang Saham (Statement of Shareholders Equity)
4.      Laporan Arus Kas (2005;23)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan neraca dan laporan laba/rugi.
2.1.6.1. Neraca
Neraca merupakan laporan sistematis mengenai aktiva, hutang dan modal perusahaan pada suatu periode tertentu.
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan tertentu. Jadi tujuan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu dimana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir fiskal atau tahun kalender, sehingga neraca sering disebut balance sheet”. (2002;13)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Laporan Neraca atau daftar neraca disebut juga laporan posisi keuangan perusahaan. Laporan ini menggambarkan posisi aktiva, kewajiban dan modal pada saat tertentu. Laporan ini bisa disusun setiap saat”. (2004;107)
Menurut Susan Irawati dalam bukunya Akuntansi Manajemen, menyatakan bahwa:
“Neraca adalah laporan keuangan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu. Di dalam neraca akan terlihat kekayaan perusahaan yang berupa aktiva lancar dan aktiva tetap, yang sumber pendanaannya baik berasal dari pinjaman yaitu pinjaman jangka pendek ataupun jangka panjang dan modal sendiri”. (2006;68)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan neraca adalah laporan yang sistematis tentang harta, hutang dan modal suatu perusahaan untuk menunjukkan posisi keuangan pada suatu tanggal tertentu.
Bentuk atau susunan dari neraca tidak ada keseragaman diantara perusahaan-perusahaan tergantung pada tujuan-tujuan yang akan dicapai, tetapi bentuk neraca yang umum digunakan (tradisional atau konvensional), menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Bentuk neraca adalah sebagai berikut;
1.      Bentuk Skontro (Account Form), dimana semua aktiva tercantum sebelah kiri/debet dan hutang serta modal tercantum sebelah kanan/kredit.
2.      Bentuk Vertikal (Report Form), dalam bentuk ini semua aktiva nampak di bagian atas yang selanjutnya diikuti dengan hutang jangka pendek, hutang jangka panjang serta modal.
3.      Bentuk Neraca yang disesuaikan dengan kedudukan atau posisi keuangan perusahaan, bentuk ini bertujuan agar kedudukan atau posisi keuangan yang dikehendaki nampak dengan jelas, misalnya besarnya modal kerja bersih atau jumlah modal perusahaan”. (2002;20)



Neraca terdiri dari tiga komponen utama yaitu aktiva, hutang dan modal.
1.      Aktiva/Harta/Aset
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Aset adalah harta yang dimiliki perusahaan yang berperan dalam operasi perusahaan misalnya kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva yang tak berwujud, dan lain-lain”.
                                                                                                       (2002;206)
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan”.
(2004;13)
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey dalam bukunya Financial Statement Analysis yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Aktiva merupakan investasi yang diharapkan untuk menghasilkan laba di masa depan melalui aktivitas operasi. Untuk menjalankan aktivitas operasi, perusahaan membutuhkan pendanaan untuk membiayainya”.
(2005;23)

Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu sebagai berikut:
a.       Aktiva Lancar
Adalah uang kas dan aktiva lainnya yang diharapkan dapat dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumsi dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal).
b.      Aktiva Tidak Lancar
Adalah aktiva yang mempunyai umur kegiatan relatif permanen atau jangka panjang (mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan).
2.      Hutang/Kewajiban
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dan sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi”. (2004;13)
Menurut K. Fred Skousen dalam buku Intermediate Accounting yang diterjemahkan oleh Safrida R.P dan Ahmad Maulana dalam bukunya Akuntansi Keuangan Menengah, menyatakan bahwa:
“Hutang adalah kemungkinan keuntungan ekonomi di masa depan yang muncul dari kewajiban sekarang atas entitas tertentu untuk mentransfer aktiva/ memberikan pelayanan untuk entitas lain di masa depan sebagai hasil dari transaksi/ kejadian di masa lalu”. (2001;131)

Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Hutang atau kewajiban perusahaan dapat dibedakan kedalam hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang”. (2002;18)
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey dalam bukunya Financial Statement Analysis yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
 “Kewajiban merupakan pendanaan dari kreditor dan mewakili kewajiban perusahaan, atau claim kreditor atas aktiva”. (2005;24)
Hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek (maksimal satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya (jatuh temponya) lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca.
 
3.      Modal
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Ekuitas/ modal adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban”. (2002;13)
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditujukan dalam pos modal (modal saham), surflus dan modal yang ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya”. (2002;19)
2.1.6.2 Laporan Laba Rugi
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh suatu perusahaan selama periode tertentu”. (2002;26)
Menurut John J. Wild, K.R. Subramanyam, Robert F. Halsey dalam bukunya Financial Statement Analysis yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
 “Laporan Laba Rugi mengukur kinerja keuangan perusahaan antara tanggal neraca. Laporan ini mencerminkan aktivitas operasi perusahaan. Laporan laba rugi menyediakan rincian pendapatan, beban, untung dan rugi perusahaan untuk suatu periode waktu”. (2005;24)
             
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan laporan laba rugi adalah suatu laporan yang memberikan gambaran terhadap kesuksesan yang dicapai atau kegagalan yang dialami oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya dalam periode tertentu serta menyajikan pendapatan dan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Bentuk dari laporan rugi laba yang biasa digunakan adalah sebagai berikut;
1.      Bentuk Single Step
2.      Bentuk Multiple Step”. (2002;26)
 
1.      Bentuk Single Step
Yaitu dengan menggabungkan semua penghasilan menjadi satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok, sehingga untuk menghitung rugi/laba bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu mengurangkan total biaya terhadap total penghasilan.
2.      Bentuk Multiple Step
Dalam bentuk ini dilakukan pengelompokkan yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara umum.

2.2. Analisis Laporan Keuangan
            Salah satu tugas penting manajemen atau investor setelah akhir tahun adalah menganalisis laporan keuangan perusahaan. Analisis ini didasarkan pada laporan keuangan yang telah disusun. Sebaiknya laporan keuangan itu adalah laporan yang diyakini kewajarannya. Kewajaran laporan keuangan diketahui dari hasil pemeriksaan akuntan publik terhadap laporan keuangan perusahaan. Hasil laporan akuntan biasanya menyajikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan tersebut.
2.2.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Analisis laporan keuangan berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”. (2004;190)
            Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan analisis laporan keuangan adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana posisi keuangan dan hasil-hasil yang diperoleh suatu perusahaan sesuai dengan hasil yang ditargetkan manajemen atau tidak, dengan melakukan perbandingan-perbandingan atas data yang satu dengan yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut.

            Menurut Lukman Syamsuddin dalam bukunya Manajemen Keuangan Perusahaan, menyatakan bahwa:
“Analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa depan”. (2002;37)
            Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang analis laporan keuangan dalam melakukan analisisnya tidak akan lepas dari peranan rasio-rasio laporan keuangan, dengan melakukan analisis terhadap rasio-rasio keuangan akan dapat menentukan suatu keputusan yang akan diambil.

2.2.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
            Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Tujuan analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih, dan dianalisa lebih lanjut sehingga akan dapat diperoleh data yang akan dapat mendukung keputusan yang akan diambil”. (2002;31)
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Analisis laporan keuangan yang dilakukan dimaksudkan untuk menambah informasi yang ada dalam suatu laporan keuangan”. (2004;195)
           
 Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk menyederhanakan data sehingga dapat lebih mudah dimengerti, dari data-data yang ada kita dapat menentukan informasi posisi keuangan, hasil operasi, perkembangan perusahaan serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk suatu pengambilan keputusan.
2.2.3 Metode dan Teknik Analisis Laporan Keuangan
            Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Ada dua metode analisis yang digunakan oleh setiap penganalisis laporan keuangan, yaitu Analisis horisontal dan Analisis vertikal. Analisis horisontal adalah analisis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat sehingga akan diketahui perkembangannya. Analisis vertikal adalah apabila laporan keuangan yang dianalisis hanya meliputi satu periode atau satu saat saja, yaitu dengan memperbandingkan antara pos yang satu dengan pos yang lain dalam laporan keuangan tersebut sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja”. (2002;36)\
 
            Sedangkan teknik analisis laporan keuangan yang biasa digunakan menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, adalah sebagai berikut:
“Teknik analisis laporan keuangan adalah;
1.      Analisis Perbandingan Laporan Keuangan
2.      Trend atau tendensi atau posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam persentase (Trend Percentage Analysis)
3.      Laporan dengan persentase per komponen (Common Size Statement)
4.      Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
5.      Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis)
6.      Analisi Rasio
7.      Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Analysis)
8.      Analisis Break Even”. (2002;37)
1)      Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, adalah metode dan teknik analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukkan:
a.       Data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah.
b.      Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah.
c.       Kenaikan atau penurunan dalam persentase.
d.      Perbandingan yang dinyatakan dalam rasio.
e.       Persentase dalam total.
Analisis dengan menggunakan metode ini akan dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi dan perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
2)      Trend atau tendensi atau posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam persentase (Trend Percentage Analysis), adalah suatu metode atau teknik analisis untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun.
3)      Laporan dengan persentase per komponen (Common Size Statement), adalah suatu metode analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
4)      Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, adalah suatu analisis untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
5)      Analisis Sumber dan Penggunaan Kas (Cash Flow Statement Analysis), adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu.
6)      Analisi Rasio, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
7)      Analisis Perubahan Laba Kotor (Gross Profit Analysis), adalah suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari suatu periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor dari suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
8)      Analisis Break Even, adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisis ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.
      Metode dan teknik analisis manapun yang digunakan, kesemuanya itu merupakan permulaan dari proses analisis yang diperlukan untuk menganalisis laporan keuangan, dan setiap metode analisis mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membuat agar data lebih dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
2.2.4. Kelemahan Analisis Laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, adalah sebagai berikut:
“Kelemahan analisis laporan keuangan adalah;
1.      Analisis laporan keuangan didasarkan pada laporan keuangan, oleh karenanya kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat agar kesimpulan dari analisis itu tidak salah.
2.      Objek analisis laporan keuangan hanya laporan keuangan. Untuk menilai suatu laporan keuangan tidak cukup hanya angka-angka laporan keuangan. Kita juga harus melihat aspek-aspek lainnya seperti tujuan perusahaan, situasi ekonomi, situasi industri, gaya manajemen, budaya perusahaan dan budaya masyarakat.
3.      Objek analisis adalah data historis yang menggambarkan masa lalu dan kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi masa depan.
4.      Jika kita melakukan perbandingan dengan perusahaan lain, maka perlu dilihat beberapa perbedaan prinsip yang bisa menjadi penyebab perbedaan angka, misalnya prinsip akuntansi, size perusahaan, jenis industri, periode laporan, laporan individual atau laporan konsolidasi, jenis perusahaan, apakah profit motive atau non profit motive”. (2004;203)

2.3. Analisis Rasio
2.3.1. Pengertian Analisis Rasio
            Menurut S. Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa:
“Analisi Rasio, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut”. (2002;37)
            Menurut Mohamad Muslich dalam bukunya Manajemen Keuangan Modern, menyatakan bahwa:
“Analisis rasio keuangan merupakan alat utama dalam analisis keuangan, karena analisis ini dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang keadaan keuangan perusahaan”. (2003;44)
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis rasio dapat digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode dalam suatu perusahaan, atau diperbandingkan dengan alat-alat perbandingan lainnya.
2.3.2. Jenis-jenis Rasio
Menurut Susan Irawati dalam bukunya Manajemen Keuangan, mengklasifikasikan lima bagian analisis rasio, yaitu sebagai berikut:
1.      Rasio Likuiditas
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo. Untuk menghitung rasio likuiditas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.      Current Ratio(CR)
Merupakan rasio yang membandingkan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek.

Rumus Current Ratio adalah;
Current Ratio =     Current Assets       x 100%
                                Current Liabilities    
b.      Quick Ratio
Merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid.
      Rumus Quick Ratio adalah;
Quick Ratio =     Current Assets - Inventory      x 100%
                                     Current Liabilities           
c.       Cash Ratio
Merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang dapat segera diuangkan.
      Rumus Cash Ratio adalah;
Cash Ratio =   Cash + Securuties   x  100%
                        Current Liabilities
d.      Working Capital To Total Assets Ratio(WCTT)
Merupakan rasio yang mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja netto dari jumlah aktiva.
Rumus WCTT adalah;
WCTT  =  Modal Kerja Netto  x 100%
                              Total Aktiva

2.      Rasio Leverage
Rasio Leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Untuk menghitung rasio leverage dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.      Total Debt to Total Assets Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur persentase besarnya dana atau modal yang berasal dari pinjaman. Semakin tinggi tingkat rasio ini, semakin tinggi risiko keuangan perusahaan.
      Rumus Total Debt to Total Assets Ratio adalah;
Total Debt to Total Assets Ratio =      Total Debt    x 100%
                                                            Total Assets
b.      Total Debt to Total Equity Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perimbangan antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri yang digunakan semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya atau kewajibannya.
      Rumus Total Debt to Total Equity Ratio adalah;
Total Debt to Total Equity Ratio =     Total Debt    x 100%
                                                            Total Equity
c.       Time Interest Earned Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi beban tetapnya berupa bunga dengan laba yang diperolehnya.
      Rumus Time Interest Earned Ratio adalah;
Time Interest Earned Ratio =    EBIT      x 1 Time
                                                Interest
d.      Fixed Charge Coverage Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kesanggupan perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya berupa bunga beserta angsuran pokok pinjaman, pembayaran dividen saham preferen, dan sewa dengan laba yang diperolehnya.
      Rumus Fixed Charge Coverage Ratio adalah;
Fixed Charge Coverage Ratio =           EBIT +Rent      x 1 Time
                                                            Interest + Rent
e.       Debt Service Coverage Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kesanggupan suatu perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjamannya dengan laba yang diperolehnya.
      Rumus Debt Service Coverage Ratio adalah;
Debt Service Coverage Ratio =                    EBIT                          x 1 Time
                                                Interest +  Angsuran pokok pinjaman
                                                                              (1-Tax)
3.      Rasio Aktivitas
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. Untuk menghitung rasio aktivitas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a.      Total Assets Turnover
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar efektivitas pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan suatu perusahaan. Semakin besar perputaran aktiva semakin efektif perusahaan dalam mengelola aktivanya.
Rumus Total Assets Turnover adalah;
Total Assets Turnover =     Net Sales   x Time
                                              Total Assets
b.      Receivable Turnover
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan piutang. Semakin cepat perputaran piutang, maka semakin efektif perusahaan dalam mengelola piutangnya.
Rumus Receivable Turnover adalah;
Receivable Turnover =       Sales on Credit       x Time
                                              Average Receivable
c.       Receivable Collection Period
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang usaha dalam suatu perusahaan.
Rumus Receivable Collection Period adalah;
Receivable Collection Period = Average Receivable  x 360 days
                                                            Sales on Credit      


d.      Inventory Turnover
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas kemampuan dana suatu perusahaan yang tertanam dalam suatu persediaan yang berputar dalam suatu periode tertentu. Semakin cepat persediaan berputar semakin efektif perusahaan dalam mengelola persediaan.
Rumus Inventory Turnover adalah;
Inventory Turnover =              Net Sales        x 1 Time
                                               Average Inventory
4.      Rasio Keuntungan (Profitability Ratio)
Rasio keuntungan adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, untuk melihat kemampuan perusahaan dalam beroperasi secara efisien. Untuk menghitung rasio keuntungan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.      Return on Investment(ROI)
Merupakan suatu cara untuk mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan .
Rumus ROI adalah;
ROI  =       Laba bersih       x 100%
Jumlah Aktiva



5.      Rasio Penilaian
Menghitung rasio ini digunakan rumus sebagai berikut;
a.      Price Earning Ratio (PER)
Rumus yang digunakan adalah;
PER = Market Price   x 1 Time
                      EPS
b.      Market to Book Value Ratio
Rumus yang digunakan adalah;
Market to Book Value Ratio = Market Price   x 1 Time
                                                       Book Value

2.4. Investasi
            Keputusan investasi yang dilakukan perusahaan sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup perusahaan yang bersangkutan. Hal ini karena keputusan investasi menyangkut dana yang digunakan untuk investasi, jenis investasi yang akan dilakukan, pengembalian investasi dan risiko investasi yang mungkin timbul. Keputusan investasi ini diharapkan memperoleh penerimaan-penerimaan yang dihasilkan dari investasi tersebut yang dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkannya. Penerimaan investasi yang akan diterima berasal dari proyeksi keuntungan atas investasi tersebut.

2.4.1. Pengertian Investasi
            Menurut Martono dan D. Agus Marjito dalam bukunya Manajemen Keuangan, menyatakan bahwa:
“Investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan kedalam suatu asset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan dimasa yang akan datang”. (2002;138)
            Menurut Mulyadi dalam bukunya Akuntansi Manajemen, menyatakan bahwa:
“Investasi adalah pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang”. (2001;284)
            Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh perusahaan dalam suatu aktiva jangka panjang dengan harapan untuk mendapatkan pendapatan atau laba di masa yang akan datang.

 2.4.2. Jenis Investasi
            Menurut Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt, Terry D. Warfield dalam bukunya Accounting Intermediate yang diterjemahkan oleh Emil Salim dalam bukunya Akuntansi Intermediate, menyatakan bahwa:
“ Terdapat empat jenis investasi, yaitu:
1.      Investasi dalam sekuritas, seperti obligasi, saham biasa, atau wesel jangka panjang.
2.      Investasi dalam aktiva tetap berwujud, seperti tanah.
3.      Investasi yang disisihkan dalam dana khusus, seperti dana pelunasan, dana pensiun atau dana ekspansi pabrik.
4.      Investasi dalam anak perusahaan atau afiliasi yang tidak dikonsolidasi”. (2003;224)
            Menurut Mulyadi dalam bukunya Akuntansi Manajemen, menyatakan bahwa:
“Jenis investasi dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1.      Investasi yang tidak menghasilkan laba.
2.      Investasi yang tidak dapat diukur labanya.
3.      Investasi dalam penggantian equipment.
4.      Investasi dalam perluasan usaha”. (2001;284)
           
 Empat jenis investasi yang telah disebutkan di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Investasi yang tidak menghasilkan laba
Investasi ini timbul karena adanya peraturan pemerintah atau karena  syarat-syarat yang telah disetujui, yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakannya tanpa mempertimbangkan laba atau rugi.
  1. Investasi yang tidak dapat diukur labanya
Investasi ini dimaksudkan untuk menaikkan laba, namun laba yang diharapkan akan diperoleh perusahaan. Investasi ini sulit dihitung secara teliti.
  1. Investasi dalam penggantian equipment
Investasi jenis ini meliputi pengeluaran untuk penggantian mesin dan equipment yang ada. Dalam pemakaian mesin dan equipment pada suatu saat akan terjadi biaya operasi mesin dan equipment menjadi lebih besar dibandingkan dengan biaya operasi jika mesin tersebut diganti dengan yang baru atau produktivitasnya tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan.
  1. Investasi dalam perluasan usaha
Investasi jenis ini merupakan pengeluaran untuk menambah kapasitas produksi atau operasi menjadi lebih besar daripada sebelumnya. Tambahan kapasitas akan memerlukan aktiva diferensial berupa tambahan investasi dan akan menghasilkan pendapatan diferensial yang berupa tambahan pendapatan serta memerlukan biaya diferensial yang berupa tambahan biaya karena tambahan kapasitas.

            Menurut Martono dan D. Agus Marjito dalam bukunya Manajemen Keuangan, menyatakan bahwa:
“Dilihat dari jangka waktunya, investasi dibedakan menjadi 3 macam yaitu investasi jangka pendek, investasi jangka menengah dan investasi jangka panjang. Sedangkan dilihat dari jenis aktivanya, investasi dibedakan kedalam 2 jenis yaitu investasi pada aktiva riil dan investasi dalam aktiva non-riil. Investasi dalam aktiva riil misalnya investasi dalam tanah, gedung, mesin dan peralatan-peralatan. Sedangkan investasi dalam aktiva non-riil misalnya investasi kedalam surat-surat berharga”. (2002;138)

2.5. Aktiva Tetap Berwujud
            Aktiva tetap berwujud merupakan harta yang dimiliki perusahaan yang mempunyai peranan penting untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan.
2.5.1. Pengertian Aktiva Tetap Berwujud
Aktiva tetap merupakan harta perusahaan yang penting bagi suatu perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Akuntansi Keuangan, menyatakan bahwa:
“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun”. (2004;16.2)
Menurut Mulyadi dalam bukunya Sistem Akuntansi, menyatakan bahwa:
“Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, mempunyai manfaat lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual kembali”. (2002;591)

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu aktiva tetap dapat dikatakan sebagai aktiva tetap, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Aktiva tetap diperoleh dengan tujuan untuk dipergunakan dalam operasi perusahaan yang tidak dimaksudkan untuk dijual kembali.
  2. Aktiva tetap mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
  3. Pengeluaran dana untuk memperoleh aktiva tetap adalah dalam jumlah yang relatif  besar, dimana besar kecilnya tergantung dari kebijakan kapitalisasi pada tiap perusahaan.
      Menurut Zaki Baridwan dalam bukunya Accounting Intermediate, menyatakan bahwa:
“Aktiva tetap berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal. Istilah relatif permanen menunjukkan digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama, untuk tujuan akuntansi, jangka waktu penggunaan ini dibatasi dengan lebih dari satu periode akuntansi”. (2000;271)

2.5.2. Klasifikasi Aktiva Tetap
Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan sangat beragam, sehingga untuk membedakannya diperlukan pengklasifikasian yang cermat, agar tidak tercampur dengan aktiva lain.
Aktiva tetap yang digunakan dalam operasi perusahaan ada dua jenis, yaitu aktiva tetap berwujud (Tangible Assets) dan aktiva tetap tidak berwujud (Intangible Assets).
Menurut Earl K. Stice, James D. Stice, K. Fred Skousen dalam buku Intermediate Accounting yang diterjemahkan oleh Safrida R.P dan Ahmad Maulana dalam bukunya Akuntansi Intermediate, menyatakan bahwa;
“Aktiva tetap yang terdiri dari;
1.      Aktiva tetap berwujud (Tangible Assets)
Yang termasuk dalam aktiva tetap berwujud, diantaranya:
    • Tanah, yaitu harta yang digunakan untuk tujuan usaha.
    • Bangunan, bangunan yang digunakan untuk menempatkan operasi perusahaan.
    • Peralatan, aktiva yang dipergunakan dalam proses produksi atau penyediaan jasa. Contohnya antara lain mobil, truk, mesin, furnitur.
2.      Aktiva tetap tak berwujud (Intangible Assets)
Yang termasuk dalam aktiva tetap tak berwujud, diantaranya:
·         Paten
·         Merek Dagang
·         Hak Cipta
·         Hak Waralaba
·         Daftar Pelanggan
·         Goodwill”. (2005;6)
          
 Beberapa jenis aktiva tetap tak berwujud, dijelaskan sebagai berikut:
·         Paten, yaitu suatu hak eksklusif yang diberikan oleh pemerintah suatu Negara yang memungkinkan seorang penemu/ pencipta untuk mengendalikan produksi, penjualan, atau penggunaan dari suatu temuan/ciptaannya.
·         Merek Dagang, yaitu suatu hak eksklusif yang diberikan oleh pemerintah suatu Negara yang mengizinkan suatu simbol, label dan rancangan khusus. Masa berlaku sahnya tidak terbatas.
·         Hak Cipta, yaitu suatu hak eksklusif yang diberikan oleh pemerintah suatu Negara yang mengizinkan seorang pengarang untuk menjual, memberi izin, atau mengendalikan pekerjaannya.
·         Hak Waralaba, yaitu suatu hak eksklusif atau keistimewaan yang diterima suatu perusahaan atau individu untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu atau menjual produk atau jasa tertentu.
·         Daftar Pelanggan, yaitu suatu daftar atau database yang berisi informasi tentang pelanggan seperti nama, alamat, pembelian sebelumnya dan lainnya.
·         Goodwill, yaitu sumber daya, faktor dan kondisi tak berwujud lain yang memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan laba di atas laba normal dengan aktiva yang dapat diidentifikasikan. Goodwill dicatat hanya jika suatu entitas usaha diakuisisi melalui pembelian.

2.5.3. Perolehan Aktiva Tetap
Ketika suatu aktiva dibeli secara tunai, maka perolehannya hanya dicatat pada jumlah kas yang dibayar, termasuk semua pengeluaran yang berhubungan dengan pembelian dan persiapan aktiva untuk penggunaan yang direncanakan. Tetapi, aktiva juga dapat dibeli dengan berbagai perjanjian lain, yang sebagian diantaranya memiliki masalah khusus mengenai harga perolehan yang akan dicatat.
Menurut Earl K. Stice, James D. Stice, K. Fred Skousen dalam buku Intermediate Accounting yang diterjemahkan oleh Safrida R.P dan Ahmad Maulana dalam bukunya Akuntansi Intermediate, menyatakan bahwa;
“Perolehan aktiva tetap selain dengan transaksi kas, diantaranya:
1.      Pembelian secara paket
2.      Pembayaran yang ditangguhkan
3.      Sewa guna usaha
4.      Pertukaran aktiva non moneter
5.      Perolehan dengan penerbitan surat berharga
6.      Kontruksi sendiri
7.      Perolehan melalui sumbangan atau penemuan
8.      Akuisisi suatu perusahaan secara keseluruhan”. (2005;10)
            
 Beberapa perolehan aktiva tetap berdasarkan kutipan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pembelian secara Paket
Dalam beberapa pembelian, sejumlah aktiva dapat dibeli dalam suatu pembelian secara paket. Alokasi harga perolehan dalam pembelian secara paket ini, beberapa aktiva dalam kelompok tersebut dapat disusutkan, sementara yang lainnya tidak. Aktiva yang disusutkan mungkin memiliki masa manfaat yang berbeda-beda. Beban penyusutan periodik dapat secara signifikan dipengaruhi oleh proporsi harga pembelian yang dialokasikan pada aktiva dengan masa manfaat yang relatif panjang.
2.      Pembayaran yang Ditangguhkan
Perolehan real estate atau properti lainnya terkadang berupa pembayaran yang ditangguhkan untuk semua atau sebagian dari harga pembelian. Apabila tidak ada nilai yang ditentukan untuk suatu properti atau jasa, dan tidak ada suatu tingkat bunga yang ditetapkan pada suatu kontrak, maka suatu tingkat bunga perkiraan harus digunakan. Tingkat bunga perkiraan adalah estimasi tentang tingkat bunga yang harus dibayar oleh perusahaan peminjam atas suatu pinjaman berdasarkan tingkat kelayakan kreditnya atau tingkat bunga pasar yang berlaku.
3.      Sewa Guna Usaha
Adalah suatu kontrak dimana satu pihak (penyewa) diberikan hak untuk menggunakan aktiva yang dimiliki oleh pihak lain, yaitu pihak yang menyewakan untuk suatu periode waktu tertentu dan untuk suatu biaya periodik tertentu.
4.      Pertukaran Aktiva Non Moneter
Dalam beberapa kasus, suatu perusahaan memperoleh suatu aktiva baru dengan cara menukarnya dengan aktiva non moneter yang ada. Umumnya, aktiva yang baru harus dinilai pada nilai pasar wajarnya atau pada nilai pasar wajar dari aktiva yang diserahkan. Jika aktiva non moneter yang diserahkan untuk memperoleh aktiva baru adalah properti atau peralatan, maka penjualan suatu properti terjadi bersamaan dengan perolehan tersebut. Apabila pertukaran aktiva non moneter terjadi, maka penggunaan nilai pasar wajar akan menyebabkan adanya keuntungan atau kerugian dari pelepasan aktiva non moneter tersebut.
5.      Perolehan dengan Penerbitan Efek
Suatu perusahaan dapat memperoleh properti tertentu dengan cara menerbitkan obligasi atau saham. Jika nilai pasar dari efek tersebut dapat ditentukan, maka nilai tersebut akan digunakan sebagai nilai aktiva. Jika tidak ada nilai pasar dari efek tersebut, maka digunakan nilai pasar wajar dari aktiva yang diperoleh. Jika suatu efek tidak memiliki nilai pasar, maka penilaian oleh suatu otoritas yang independen atas aktiva yang diperoleh mungkin diperlukan untuk mendapatkan nilai pasar wajar yang objektif.
6.      Kontruksi Sendiri
Kadang kala bangunan atau peralatan dibangun atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan sendiri. Hal ini mungkin dilakukan untuk menghemat biaya, untuk menggunakan fasilitas yang menganggur atau untuk mendapatkan kualitas bangunan yang lebih baik. Seperti halnya aktiva yang dibeli, aktiva ini dicatat pada harga perolehannya, termasuk semua pengeluaran yang terjadi untuk membuat aktiva dan mempersiapkan aktiva tersebut untuk digunakan sesuai dengan rencana.
7.      Perolehan Melalui Sumbangan atau Penemuan
Ketika aktiva diperoleh melalui sumbangan, tidak ada biaya yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungannya. Meskipun ada pengeluaran tertentu yang harus dikeluarkan secara insidental untuk mendapatkan hadiah tersebut, tetapi pengeluaran tersebut biasanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai aktiva tersebut. Dalam hal ini, biaya tentu saja tidak dapat dijadikan sebagai dasar penilaian. Properti yang diperoleh melalui donasi harus diperkirakan nilainya dan dicatat sesuai dengan harga pasar wajarnya. Sumbangan diakui sebagai pendapatan atau keuntungan pada saat diterima.
8.      Akuisisi Suatu Perusahaan Secara Keseluruhan
Dari pada membeli aktiva tertentu dari perusahaan lain, seperti dalam pembelian secara paket, kadang kala perusahaan membeli perusahaan lain tersebut secara keseluruhan. Hal ini disebut dengan penggabungan usaha. Prosedur-prosedur akuntansi untuk penggabungan usaha sama dengan prosedur yang digunakan dalam pembelian secara paket. Perbedaan utamanya adalah bahwa dalam suatu penggabungan usaha, jumlah nilai wajar dari aktiva yang dapat diidentifikasi biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah total yang dibayarkan untuk membeli perusahaan.

2.5.4. Kapitalisasi Aktiva Tetap Berwujud
Aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan banyak sekali jumlahnya dan mempunyai nilai yang sangat besar, guna menghindari pengeluaran-pengeluaran bagi aktiva yang nilainya relatif besar dan kurang efisien serta penatausahaan aktiva yang memakan waktu dan biaya lebih dari perolehan aktiva tetap tersebut, maka diperlukan kebijakan kapitalisasi, yaitu kebijakan yang menetapkan jumlah atau batas minimum dimana suatu pengeluaran aktiva dapat dikapitalisasi atau disesuaikan dengan kebutuhan yang ada pada perusahaan.
Dengan adanya kebijakan kapitalisasi ini, maka kesulitan perusahaan dapat dikurangi terutama dalam membedakan antara pengeluaran modal dengan pengeluaran pendapatan serta dalam menentukan beban penyusutan. Berikut ini pengertian tentang pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
1.      Pengeluaran modal (Capital Expenditure) adalah pengeluaran yang berasal dari modal dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
2.      Pengeluaran pendapatan (Revenue Expenditure) adalah pengeluaran yang masa manfaatnya hanya untuk satu periode akuntansi dan biasanya dicatat sebagai biaya.
Dasar pertimbangan dalam pencatatan pengeluaran-pengeluaran untuk aktiva tetap adalah berapa lama manfaat pengeluaran tersebut dapat dirasakan, selain pertimbangan masa manfaat, kadangkala untuk masalah kepraktisan, dilakukan penyimpangan yaitu:
  1. Pengeluaran itu relatif kecil.
  2. Manfaat di masa yang akan datang tidak begitu berarti.
  3. Sulit untuk mengukur masa manfaat di masa yang akan datang.
Seringkali pihak yang berwenang dalam perusahaan memutuskan kebijakan akuntansi yang berisi bahwa pengeluaran-pengeluaran sampai jumlah tertentu dianggap sebagai pengeluaran pendapatan dan pengeluaran di atas jumlah tertentu dianggap sebagai pengeluaran modal apabila pengeluaran tersebut jelas-jelas memberikan manfaat untuk periode yang akan datang.

2.5.4.1. Dampak Kapitalisasi Terhadap Laba
Kapitalisasi memiliki dua dampak terhadap laba. Pertama, kapitalisasi menangguhkan biaya. Hal ini berarti kapitalisasi menghasilkan laba yang lebih tinggi selama periode akuisisi namun laba yang lebih rendah pada periode berikutnya jika dibandingkan dengan pembebanan biaya. Kedua, kapitalisasi menghasilkan serial perataan laba. Yaitu alokasi biaya aktiva sepanjang periode manfaat menghasilkan angka laba akrual yang lebih stabil dan merupakan pengukuran kinerja perusahaan yang lebih berarti.
2.5.4.2. Dampak Kapitalisasi Terhadap Tingkat Pengembalian Investasi
Kapitalisasi meningkatkan fluktuasi pengukuran laba dan rasio tingkat pengembalian investasi. Kapitalisasi mempengaruhi baik laba maupun investasi dari rasio tingkat pengembalian investasi. Sebaliknya membebankan biaya aktiva menghasilkan basis investasi yang lebih rendah dan meningkatkan fluktuasi laba. Pembebanan juga menghasilkan bias terhadap pengukuran laba, karena laba dinyatakan terlalu rendah pada tahun akuisisi dan terlalu tinggi pada tahun-tahun berikutnya.

2.5.5.       Penyusutan, Penilaian dan Pelaporan
2.5.5.1. Penyusutan
            Semua jenis aktiva tetap, kecuali tanah, akan berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlalunya waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi menurunnya kemampuan ini adalah pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas yang tersedia dengan yang diminta dan keterbelakangan teknologi. Berkurangnya kapasitas berarti berkurangnya nilai aktiva tetap yang bersangkutan. Hal ini perlu dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aktiva tetap berwujud disebut penyusutan (depreciation).
Ayat jurnal yang perlu dibuat untuk mencatat penyusutan adalah:
Tabel 2.1.
Pencatatan Penyusutan
Tanggal
Keterangan
Ref
Debit
Kredit

Beban Penyusutan . . . . .
           Akum. Penyusutan . . . .

xxx

xxx

2.5.5.2. Metode Penyusutan
            Ada dua faktor yang mempengaruhi besarnya penyusutan yaitu nilai aktiva tetap yang digunakan dalam perhitungan penyusutan (dasar penyusutan) dan taksiran manfaat. Dasar penyusutan dapat berupa harga perolehan atau nilai buku. Nilai maksimum aktiva tetap yang dapat disusutkan adalah harga perolehannya. Tetapi adakalanya, dianggap bahwa setelah habis dipakai, aktiva tetap yang bersangkutan masih mempunyai nilai yang disebut nilai sisa. Taksiran manfaat mencerminkan besarnya kapasitas atau manfaat aktiva tetap selama dapat dipakai. Taksiran ini dapat dinyatakan dalam lamanya jangka waktu pemakaian atau kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Untuk menghitung penyusutan, taksiran manfaat dinyatakan dalam tarif penyusutan. Dari uraian tersebut, pada dasarnya, penyusutan aktiva tetap untuk suatu tahun dapat dihitung dengan rumus:
            Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
            Menurut Soemarso S.R dalam bukunya Akuntansi Suatu Pengantar, menyatakan bahwa:
“Ada beberapa metode untuk menghitung penyusutan, yaitu:
1.      Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
2.      Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
3.      Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of the Years Digits Method)
4.      Metode Unit Produksi (Unit of Production Method) (2005;25)
            
 Beberapa metode untuk menghitung penyusutan, dijelaskan sebagai berikut:
1.      Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Dalam metode garis lurus, beban penyusutan dialokasikan berdasarkan berlalunya waktu, dalam jumlah yang sama, sepanjang masa manfaat aktiva tetap.  PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten menggunakan metode ini dalam menghitung penyusutannya. Beban penyusutan dihitung dengan rumus:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan = Harga Perolehan – Nilai Sisa
2.      Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Dalam metode saldo menurun, beban penyusutan makin menurun dari tahun ke tahun. Pembebanan yang makin menurun didasarkan pada anggapan bahwa semakin tua, kapasitas aktiva tetap dalam memberikan jasanya, juga akan menurun. Dalam metode saldo menurun, beban penyusutan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan  = Nilai Buku Awal Periode
3.      Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of the Years Digits Method)
Metode jumlah angka tahun akan menghasilkan jadwal penyusutan yang sama dengan metode saldo menurun. Jumlah penyusutan akan semakin menurun dari tahun ke tahun. Tetapi cara perhitungan penyusutan berbeda dengan metode saldo menurun. Beban penyusutan dalam metode ini, dihitung dengan menggunakan rumus:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Dasar Penyusutan  = Harga Perolehan – Nilai Sisa
4.      Metode Unit Produksi (Unit of Production Method)
Dalam metode unit produksi taksiran manfaat dinyatakan dalam bentuk unit produksi, jam pemakaian, kilometer pemakaian, atau unit-unit kegiatan yang lain. Beban penyusutan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
Tarif Penyusutan  =     Produksi Aktual         x 100%
                                   Kapasitas Produksi
Dasar Penyusutan =  Harga Perolehan – Nilai Sisa


2.5.5.3. Penilaian dan Pelaporan
            Aktiva tetap dinilai sebesar nilai bukunya, yaitu harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Tetapi, apabila manfaat ekonomi dari suatu aktiva tetap tidak lagi sebesar nilai bukunya, maka aktiva tersebut harus dinyatakan sebesar jumlah yang sepadan dengan nilai manfaat ekonomi yang tersisa. Penurunan nilai kegunaan aktiva tersebut dicatat sebagai kerugian.
            Dalam laporan keuangan, aktiva tetap dirinci menurut jenisnya, seperti misalnya gedung, tanah, mesin-mesin, peralatan, kendaraan, dan lain-lain. Akumulasi penyusutan disajikan sebagai pengurang terhadap aktiva tetap, baik secara sendiri-sendiri menurut jenisnya maupun secara keseluruhan. Apabila di neraca akumulasi penyusutan dikurangkan secara keseluruhan, maka dalam catatan dalam laporan keuangan perlu dibuatkan rincian harga perolehan masing-masing jenis aktiva serta masing-masing penyusutannya. Metode penyusutan yang dianut oleh perusahaan serta taksiran masa manfaat, perlu dijelaskan dalam laporan keuangan.

2.6.      Profitabilitas
Menurut Sartono dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, menyatakan bahwa:
“Profitabilitas ialah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”. (2001;122)
            Menurut Sutrisno dalam bukunya Manajemen Keuangan, menyatakan bahwa:
“Keuntungan merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan”. (254;2003)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang diperoleh dari hasil penjualan, pengembalian atas aktiva maupun modal perusahaan itu sendiri. Semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan.
            Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini memungkinkan seorang analis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentudari pemilik perusahaan. Dalam hal ini, perhatian ditekankan pada profitabilitas karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena disadari betul betapa pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahaan
            Menurut Lukman Syamsuddin dalam bukunya Manajemen Keuangan Perusahaan, menyatakan bahwa:
“Ada beberapa rasio pengukuran profitabilitas yaitu;
1.      Gross Profit Margin
2.       Operating Profit Margin
3.      Net Profit Margin
4.      Total Assets Turnover
5.      Return On Investments
6.      Return On Equity
7.      Return On Common Stock Equity
8.      Earning Per Share
9.      Devidend Per Share
10.  Book Value Per Share”. (2002;61)

            Berdasarkan pernyataan di atas, beberapa rasio pengukuran profitabilitas dapat dijelaskan sebagai berikut;
1)      Gross Profit Margin
Merupakan persentase dari laba kotor dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar gross profit margin maka semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa cost of goods sold relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik operasi perusahaan.
Gross Profit Margin dapat dihitung sebagai berikut;
Gross Profit Margin = Sales – Cost of goods sold
                                                            Sales
2)      Operating Profit Margin
Menggambarkan “pure profit” yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik operasi perusahaan.
Operating Profit Margin dapat dihitung sebagai berikut;
Operating Profit Margin = Operating Profit    x 100%
                                                     Sales
3)      Net Profit Margin
Merupakan rasio antara laba bersih yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik operasi perusahaan.
Net Profit Margin dapat dihitung sebagai berikut;
      Net Profit Margin = Net Profit After Taxes   x 100%
                                               Sales 
4)      Total Assets Turnover
Total Assets Turnover menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan didalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva didalam menghasilkan penjualan. Total Assets Turnover ini penting bagi para kreditur dan pemilik perusahaan tetapi akan lebih penting lagi bagi pihak manajemen perusahaan, karena hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya penggunaan seluruh aktiva didalam perusahaan.
Total Assets Turnover dapat dihitung sebagai berikut;
Total Assets Turnover = Annual Sales   x 1 kali
                                         Total Assets
5)      Return On Investments
Merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan.
Return On Investments dapat dihitung sebagai berikut;
Return On Investments = Laba Bersih
                                         Total Aktiva
6)      Return On Equity
Merupakan suatu pengukuran dari penghasilan yang tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan dalam perusahaan. Semakin tinggi penghasilan yang diperoleh, maka semakin baik kedudukan pemilik perusahaan.
Return On Equity dapat dihitung sebagai berikut;
Return On Equity =   Net Profit After Taxes
                                    Stockholders Equity


7)      Return On Common Stock Equity

Return On Common Stock Equity ini menyangkut tingkat penghasilan yang diperoleh atas nilai buku saham biasa. Pihak yang sangat berkepentingan dalam hal ini adalah para pemegang saham biasa karena hal ini akan menggambarkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemilik perusahaan yang dalam hal ini pemegang saham biasa.
Return On Common Stock Equity dapat dihitung sebagai berikut;
Return On Common = Net Profit After Taxes - Prefered Devidens
Stock Equity                Stockholders Equity – Prefered Stock Equity

8)      Earning Per Share
Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per share, karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa.
Earning Per Share dapat dihitung sebagai berikut;
EPS =      Earning Available For Common Stock           x  Rp 1,00
           Number Of Shares Of Common Stock Out Standing
9)      Devidend Per Share
Devidend Per Share menggambarkan berapa jumlah pendapatan per lembar saham yang akan didistribusikan.
Devidend Per Share dapat dihitung sebagai berikut;
Devidend Per Share =                 Devidend Paid              x  Rp 1,00
                                    Number Of Share Of Common Stock
                                                     Out Standing
10)  Book Value Per Share
Book Value Per Share menunjukkan suatu “approximate value” atau perkiraan nilai dari setiap lembar saham biasa yang didasarkan atas asumsi bahwa semua aktiva perusahaan dapat dilikuidir menurut nilai bukunya.
Book Value Per Share dapat dihitung sebagai berikut;
Book Value = Total Common Stockholders Equity
 Per Share                                                                     x Rp 1,00
                      Number Of Share Of Common Stock
                                       Out Standing

            Untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan, penulis menggunakan salah satu rasio profitabilitas yaitu Return On Investments Ratio. Karena menurut Munawir dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan, menyatakan bahwa;
Return On Investment adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan”. (2004;89)

2.7.      Pengaruh Profitabilitas Perusahaan Terhadap Investasi Aktiva Tetap Berwujud
Hasil akhir dari suatu proses pencatatan keuangan diantaranya adalah laporan keuangan, laporan keuangan ini merupakan pencerminan prestasi dari manajemen perusahaan pada satu periode tertentu. Perlu adanya analisis dari laporan keuangan tersebut untuk bisa melihat prestasi perusahaan yang sesungguhnya, yaitu dengan menghubungkan elemen-elemen yang ada pada laporan keuangan.
Laporan keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca dan laporan laba rugi. Neraca adalah laporan keuangan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu. Di dalam neraca akan terlihat kekayaan perusahaan yang berupa aktiva lancar dan aktiva tetap, yang sumber pendanaannya baik berasal dari pinjaman jangka panjang atau jangka pendek dan modal sendiri. Sedangkan laporan rugi laba merupakan laporan keuangan yang menunjukkan hasil kegiatan perusahaan pada suatu periode tertentu. Pada laporan rugi laba akan tampak pendapatan, biaya dan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama jangka waktu tertentu.
Informasi yang didasarkan pada analisis keuangan mencakup penilaian keadaan keuangan perusahaan baik yang telah lampau, saat sekarang dan ekspektasi masa depan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengidentifikasi setiap kelemahan dari keadaan keuangan yang dapat menimbulkan masalah di masa depan, dan menentukan setiap kekuatan yang dapat dipergunakan. Disamping itu, analisis yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan dapat digunakan untuk menentukan tingkat kredibilitas atau potensi investasi.
Menurut Mohamad Muslich dalam bukunya Manajemen Keuangan Modern, menyatakan bahwa:
“Investasi dalam aktiva tetap merupakan keputusan investasi yang mempunyai jangka waktu panjang – lebih dari satu tahun – disamping jumlah atau skala nilai investasinya yang cukup besar. Oleh karena nilai investasi yang besar dan periodenya yang panjang ini, maka keputusan yang diambil atas investasi dalam aktiva tetap mempunyai pengaruh yang besar terhadap risiko dan profitabilitas perusahaan”. (2003;152)
             
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi dalam aktiva tetap merupakan keputusan investasi yang memiliki jangka waktu yang panjang yaitu lebih dari satu tahun dan mempunyai nilai investasi yang cukup besar. Aktiva tetap yang dibahas dalam penelitian ini adalah aktiva tetap berwujud. Sehingga, keputusan yang diambil atas investasi dalam aktiva tetap berwujud mempunyai pengaruh yang besar terhadap risiko dan profitabilitas perusahaan. Artinya, investasi dalam aktiva tetap berwujud berpengaruh terhadap besarnya profitabilitas yang akan diperoleh perusahaan.

No comments:

Post a Comment